PART 20

486 48 0
                                        

Mungkin ucapanmu benar. Di dunia ini kita tidak akan jauh dari kata menyakiti atau disakiti.

Adakalanya tanpa sadar kita berada di posisi pertama namun ketika sadar kita cenderung merasa di posisi ke dua.

-POLARIS-

...

Di dunia ini, kita selalu di hadapkan pada dua pilihan. Apalagi terkait dengan perasaan dan pertemanan. Meskipun ini bukan tentang perasaan cinta yang terjebak dalam zona pertemanan namun setidaknya Yui lebih menghargai perasaan semacam ini.

Pilihan yang rumit, memiliki konsekuensi yang sama, dan sepertinya perlu dipertimbangkan berulang kali. Dimana kita di hadapkan pada posisi hati yang terluka. Kita harus memilih, ingin tetap menutup diri dari pertemanan namun hati akan terasa sepi, atau terus mencari teman meskipun kita harus dikecewakan berkali-kali?

Entahlah, yang pasti setiap orang bebas untuk memilih.

"Senior!"

Suara meleking milik seorang gadis kini terdengar begitu kencang. Yui menyengir sesekali dirinya tertawa pelan seraya membawa mading dengan karton hitam yang cukup lebar.

Pintu perpustakaan terbuka, tampak cowok bertubuh tegap itu mendesis seraya memerhatikan tubuh pendek Yui yang tertutup oleh mading. "Panggil namaku dengan benar. Jangan berteriak seperti anak kecil."

Yui berbicara, meskipun rasanya tak rela bila wajahnya harus tertutup karton hitam terkutuk ini. "Seniornya saja yang ketuaan."

Suara desisan lagi-lagi terdengar. Yui tertawa pelan. Barulah ia melihat wajah bundar Senior begitu laki-laki itu menyambar karton mading di tangannya lalu membawa masuk ke dalam perpustakaan.

Perpustakaan tampak hening, tidak ada lagi orang membaca bahkan terlihat sepi. Wajar saja, bel pulang sudah berdering dari satu jam lalu dan hanya menyisakan seorang Senior sepertinya di dalam sini. Dan jika tebakkan Yui benar...

Yui menunduk, melirik buku pelajaran di atas meja. Mungkin cowok itu tengah belajar ketika semua orang sedang menyegarkan isi dalam kepala yang terasa tertekan.

Plak!

Yui menepuk dahi, secepat mungkin gadis itu melepaskan sandangan tas lalu meronggoh sesuatu di dalamnya. "Senior, ini kukembalikan novel kesukaanmu yang kupinjam kemarin."

"Lama sekali," jawab suara bass itu, melirik Yui sejenak lalu memerhatikan mading kelas yang baru saja dibentangkan di atas meja baca. "Aku mau membacanya," gerutu Senior.

Yui menoleh belakang, memerhatikan pemilik punggung tegap itu. "Padahal baru kupinjam sehari."

"Dan sayangnya, aku mampu menghabiskannya tiga kali dalam sehari," potong Senior, pemilik wajah bundar itu tersenyum menyeringai, mengangkat sebelah alis dengan penuh kemenangan.

"Bukan manusia," gumam Yui mendesis. Melangkah pelan, berdiri di samping Senior, memerhatikan kembali mading dengan suasana yang monoton. Mungkin sedikit bagus namun tetap terlihat biasa saja bila sudah dijajarkan dengan mading-mading kelas lainnya.

"Novelku masih bersih 'kan?" tanya Senior, menuju meja petugas sejenak seraya mengambil sampul plastik lebar bersamaan dengan isolasi bening yang cukup besar. Yui mengagguk, meraih sudut kiri plastik atas begitu juga dengan bawah. Senior menarik sampul plastik itu, membaluti ke bagian kanan, meraih lem isolasi. "Kau tidak membacanya sambil makan 'kan?"

Bibir bawah Yui terangkat, berpikir. "Meskipun aku ingin membacanya sambil makan, tapi aku tidak melakukannya."

"Bagus dan pertanyaan terakhir..." Suara tarikan isolasi terdengar, kepala Senior yang sedari tadi tengah menunduk untuk menyampul mading kini terangkat, berdiri di sisi kiri. Yui mundur beberapa langkah. "Ujung kertasnya tidak kau lipat 'kan? Bagaimana dengan pembatas bukunya? Apa masih ada?"

POLARIS [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang