PART 9

755 67 21
                                        

Aku tidak kuat seperti yang kamu pikirkan dan aku tidak lemah seperti apa yang mereka lihat.

-POLARIS-

...

Banyak manusia salah mengartikan bahwa manusia yang tidak banyak bicara ialah manusia yang mudah dimanfaatkan. Matanya seolah terlihat tenang, bibirnya seolah tersenyum tipis memerhatikanmu yang berulangkali merendahkannya. Namun pada nyatanya? Mereka mengamatimu, setiap tingkah lakumu, dan membaca pola pikiranmu.

Mereka diam bukan berarti tidak melawan, melainkan malas mengumbar setiap perkataan yang ia pendam, mereka tahu tak ada gunanya membalas ucapan seperti itu.

"Aku benarkan Senior?" tanya Yui girang, gadis itu memamerkan gigi putihnya seraya meluruskan gulungan kertas kecil warna-warni di tangannya.

"Hmm..." Suara gumaman bass itu terdengar, sebagai pertanda iya. Ah... Yui menyengir, Senior selalu seperti itu, meskipun terdengar menyebalkan namun tetap saja dirinya selalu gesit mengganggu cowok itu.

Tapi tidak apa, bukankah ini yang dinamakan takdir? Dimana seorang yang berisik akan bertemu dengan seseorang yang begitu pendiam, meskipun jika berbicara akan tak jauh beda seperti berbicara dengan tembok kamar.

Dan sungguh Yui tak menyangka, di balik diamnya Senior juga ingin membuat mading seperti rancangan sebelumnya. Sebuah rancangan yang seakan ditolak dan direndahkan oleh seisi sekolah.

"Yui," panggil Senior mengangkat kepala, menjulurkan sebelah tangan, mengalihkan fokus dari stik es krim yang tadi berada di meja.

"Senior," Mata Yui membulat, dibungkamnya mulut dengan kedua tangan seraya memerhatikan sebelah tangan Senior dengan tidak percaya. "Apa kau sedang melakukan adegan seperti pangeran di Cinderella? Mengulurkan tangan seperti ini rasanya..."

Belum sempat Yui berteriak girang, buru-buru cowok itu memasang wajah datar, melenyapkan imajinasi gadis di hadapannya dengan cepat. "Aku minta gunting, mau potong stik."

"Kejam sekali," Yui mengendus, setengah hati memberi gunting biru muda yang baru saja digunakannya kepada Senior. Laki-laki itu tidak peduli, memotong stik menjadi setengah bagian lalu meletakkan kembali alat pemotong itu ke atas meja.

Tak ada suara meleking dari Yui. Penasaran, mata bundar laki-laki itu terangkat, tak lupa pula dengan sebelah alis hitamnya. "Kau masih berharap kisah seperti itu ada di dunia nyata?"

Yui mengangguk pelan. Mengambil kertas HVS berwarna kuning, menutup wajah, berusaha memalingkan pandangan, menahan malu.

Senior mengembus napas panjang, "Baiklah."

Sontak mata bulat Yui berbinar, wajah yang tadi ia tutupkan dengan kertas seolah lenyap, tersenyum lebar. "Jadi Senior mau seperti pangeran di Cinderella?!"

"Tidak," jawab suara bass itu cepat, menekankan. Kedua sudut bibir Yui yang tadinya terangkat kini memudar, gadis itu menutup wajah dengan kertas kembali.

"Aku hanya menghargai pemikiranmu," Stik es ditancapkan pada gabus berwarna hijau. Mading telah selesai seperempat bagian, membuat kedua anak itu menghela napas lega begitu mengingat impiannya seakan terwujud menjadi realita.

Memang bukan untuk mading kelas, mading ini hanya milik Yui dan Senior berdua. Mungkin nanti akan diisi oleh foto ataupun kata-kata bijak dari Senior. Bukankah Senior seperti itu? Jika berbicara panjang maka mengandung arti yang begitu dalam 'kan?

Yui memiringkan kepala. "Tapi bukannya Senior suka cerita fiksi?"

Laki-laki itu mengangguk, menyesap segelas jus jeruk buatan Yui, mulai berbicara. "Hanya satu bacaan."

POLARIS [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang