Mungkin hal paing indah di dunia ini adalah ketika merasa mencintai dan dicintai, dianggap ada, dan kehadiranmu diakui.
-POLARIS-
...
Mungkin hal paling menyenangkan di dunia ini adalah ketika manusia dianggap ada dan kehadirannya diakui, merasa cinta dan dicintai lalu merasa saling berarti. Dengan adanya ketiga hal tersebut seolah hati manusia kembali menjadi aktif, dimana mereka mencoba memberikan rasa tulus, rasa kasih, serta cinta dari hati.
"Yui? Dengar Tante?"
Yui, gadis belasan tahun itu menerawang kosong. Seperti biasa, dirinya duduk di ruangan nuansa putih dengan bau obat-obatan yang tak dapat dihindari lagi. Membosankan? Tidak, bagaimanapun juga dirinya tidak bisa menghindari bahwa ia terlalu sering menghabiskan waktu di tempat ini. Takut? Ah ya, mungkin sedikit, apalagi mendengar bunyi bip ketika dirinya masuk ke dalam alat berbentuk tabung yang besar itu, membuat dirinya tidak bisa tenang, dan hanya ingin memejamkan mata seraya berharap agar semuanya usai begitu cepat.
"Yui..."
Mata bulat yang tampak sayu itu perlahan terangkat seolah menarik nyawanya agar kembali kepada dunia nyata. Setengah malas dan menahan napas ia memerhatikan perempuan paruh baya di depannya. Jujur, ia sudah bosan mendengar semuanya, sudah lelah untuk termasuk rasa sakit itu. Beberapa bulan ini dirinya seakan suram dan percayalah, perasaan semacam ini sungguh menyebalkan.
"Ngantuk?" tanya perempuan dengan jas putihnya itu lembut, perempuan paruh baya itu mencondongkan tubuh seraya mengusap rambut hitam Yui dengan hangat. Yui menggeleng pelan. Suara embusan napas panjang terdengar, perempuan paruh baya itu tersenyum tipis. "Yui, Tante boleh jujur? Ini demi kebaikkan kamu."
Yui mengangguk pelan tanpa semangat. Lupakan Yui yang ceria, berisik, dan tidak pernah diam. Dirinya yang sekarang perlahan sudah berubah bukan lagi gadis menyenangkan seperti itu.
"Kamu udah tahu gejalanya 'kan? Udah tahu sampai berada di tahap berapa?"
Yui mengangguk pelan. Memang aneh untuk anak seusia sepertinya sudah mengidap penyakit seperti itu, tapi siapa yang bisa menentukan? Penyakit bisa menyerang pada siapa saja. Tanpa membedakan umur, jenis kelamin, bahkan latar hidup seseorang itu.
Setidaknya bisa hidup dalam waktu yang lumayan lama dan bertemu dengan Senior sudah cukup membuatnya bahagia.
Yui tersenyum tipis, secepat mungkin ia menahan napas begitu merasakan tenggorokkannya tercekat. "Iya," jawab Yui pelan. "Nanti pada akhirnya aku tidak bisa melakukan apa-apa, aku benar-benar seperti anak kecil. Aku pasti akan menyu..."
"Enggak," Secepat mungkin perempuan paruh baya itu menggeleng, mencengkram kedua pundak Yui dengan kuat, mencoba menyemangati. "Yui bisa sembuh kalau Yui percaya. Selagi kita percaya maka ada kemungkinan semuanya akan terwujud, mengerti?"
Kedua sudut bibir Yui terangkat samar lalu mengangguk.
"Senyum dong," Perempuan paruh baya itu menyengir seraya mencubit kedua pipi Yui dengan gemas. "Sia-sia punya senyum kalau jarang digunain."
Yui tertawa pelan berusaha mungkin dirinya mengangkat kedua sudut bibir seraya menyipitkan mata dengan senang, meskipun tak dapat dipungkiri bahwa siapapun yang melihat pasti akan mengetahui gadis itu berusaha menahan emosinya dalam-dalam, mata bulat yang berair serta hidung yang memerah itu seolah tidak ingin lenyap dari wajahnya akhir-akhir ini.
Kedua pundak Yui ditepuk kembali, perempuan itu berusaha menyemangati. "Yui tunggu di luar dulu ya, nanti kalau sudah selesai kerja Tante janji ajak Yui jalan, terserah Yui mau beli apa."
Bibir bawah Yui terangkat begitu juga dengan bola matanya seraya berpikir. "Apa ya?"
Perempuan itu tertawa, bangkit dari bangku seraya membenarkan sandangan tas yang berada di bahu gadis itu. "Yui pikir dulu di luar ya? Udah selesai jam istirahatnya, nanti Tante bisa kena marah lho."
Yui menyengir, gadis itu mengusap idung kecilnya dengan lengan sejenak lalu mencengkram kedua sandangan tas dengan erat. Perlahan gadis itu bangkit memutar kenop pintu ruangan.
"Yui."
Sontak langkah Yui terhenti, bukan suara milik tantenya dan bukan pula suara suster yang selalu berbaik hati menyapanya ketika berada di rumah sakit. Tidak, ini bukan suara melengking milik perempuan tapi suara bass milik...
Yui menoleh, memerhatikan deretan bangku besi yang berada di jalan koridor. Dari kejauhan tampak laki-laki dengan seragam sekolah itu bangkit, dengan bulir keringat yang mengalir di dahir laki-laki itu berjalan menghampiri.
Yui menahan napas seketika, mendadak tubuhnya yang beberapa hari ini memang sulit untuk digerakkan itu kini semakin kaku. Seseorang yang tak asing lagi baginya, seseorang yang selalu ia inginkan di dalam hati namun selalu ia jauhi keberadaannya. Dan orang itu hanyalah...
"S-Senior."
___
Thank's for reading! I hope you enjoy it!
KAMU SEDANG MEMBACA
POLARIS [LENGKAP]
Dla nastolatków"Pada akhirnya kita sama-sama melangkah, menuju dunia baru yang sama-sama saling melindungi dan tanpa sadar saling menyakiti." ... Gadis itu percaya akan adanya hujan sebelum matahari bersinar cerah. Gadis itu percaya manusia harus jatuh lebih dahul...