Disakiti, direndahkan, dan dibicarakan. Kupikir itu merupakan hal yang wajar ketika kau masih berada di dunia. Ya, jadi bersikap tenanglah, jangan merengek, dan hidup penuh drama.
-POLARIS-
...
Manusia adalah makhluk paling unik di muka bumi ini. Semakin ada banyak manusia maka semakin beragam pula sifat yang menghiasi dunia ini. Kerennya lagi, bahkan walaupun sesama manusia kita tidak benar-benar dapat memahami sifat maupun pikiran manusia lainnya.
Ya, manusia itu rumit.
Yui mengembus napas panjang, tampak gadis yang tengah menyandang tas biru mudanya itu berjalan tidak semangat seraya menuruni tangga dengan malas. Yui tahu harusnya ia senang sekarang, bukan hanya senang mungkin jika bisa ia akan berteriak kegirangan sekarang. Langka sekali bukan Senior ingin mengajaknya berbicara duluan? Momen seperti ini harusnya diabadikan di museum terdekat.
Namun, hanya saja Senior benar-benar tidak tepat mengajaknya bicara sekarang. Satu-satunya hal yang Yui inginkan adalah menuju rumah secepatnya lalu membenamkan wajah di bantal seraya mencoba larut dalam mimpinya.
Sungguh benar-benar hari yang melelahkan. Memang bukan secara fisik, hanya saja mentalnya tengah dikuras habis oleh teman-teman sekelas dan guru di sekolah ini.
"Senior," panggil Yui menghentikan langkah begitu sesampainya di belakang sekolah. Seperti biasa angin sore berembus kencang, membuat warna-warni dedaunan pohon ketapang jatuh melayang dengan indah.
Kedua sudut bibir Yui terangkat, begitu sehelai daun ketapang merah jatuh tepat di puncak kepalanya. Didaratkannya tubuh di bawah pepohonan seraya menyambar sebelah headset hitam di telinga Senior dengan cepat, berhasil membuat cowok itu tersentak seraya menutup buku bacaannya.
Yui tertawa pelan, menempelkan sebelah headset itu ke sebelah telinga. "Wah! Untung kau benar-benar sedang mendengar lagu Senior! Kupikir kau pura-pura tidak mendengarkanku seperti kemarin."
"Aku berubah pikiran," jawab Senior melepaskan sebelah headset lagi lalu menyodorkannya ke arah Yui. Yui meraih, namun tak lama gadis itu mengembungkan pipi begitu lagu dimatikan oleh Senior dengan tiba-tiba. "Kupikir suara penyanyi di lagu ini jauh lebih bagus dibandingkan suara cemprengmu."
"Suaraku merdu," ucap Yui, mengangkat bibir bawah seraya berpikir. "Tanteku bilang waktu kecil aku sering mengikuti lomba menyanyi."
Kedua alis laki-laki itu terangkat, tidak yakin. "Menang?"
"Tentu saja..." Yui tersenyum bangga, lalu menggaruk belakang kepala begitu melihat mata bundar Senior membulat tidak percaya. "Tidak."
"Menyebalkan," Senior membalikkan badan, meraih tas punggung hitamnya seraya meletakkan kotak bekal berwarna biru ke pangkuan Yui. "Sudah seharusnya aku heran kalau kau menang. Oh ya, aku mau minta maaf karena menyeretmu di perpustakaan kemarin dan maaf merepotkan sampai kau jadi repot membawakanku bekal seperti ini."
"Maaf?" ulang Yui, menggangkat kedua alis.
Senior mengangguk, menunduk lalu mengalihkan pandangan dari Yui.
Yui tertawa, menyusun helaian guguran daun yang berada di rumput lalu menepuk bahu Senior dengan kuat. Berhasil membuat serpihan daun kering itu lengket di seragam Senior. Laki-laki itu melirik tajam, secepat mungkin Yui menyengir, mengelap lengan baju itu dengan tangan. "Aku sedang tidak menerima maaf dari Senior."
Senior mengernyit.
Tawa Yui semakin kencang, berhasil membuat cowok itu bergidik ngeri. Selain hari mulai senja, mungkin duduk di bawah pohon besar seperti ini memiliki hawa sangat menyeramkan. Alih-alih takut adik kelasnya itu...

KAMU SEDANG MEMBACA
POLARIS [LENGKAP]
Teen Fiction"Pada akhirnya kita sama-sama melangkah, menuju dunia baru yang sama-sama saling melindungi dan tanpa sadar saling menyakiti." ... Gadis itu percaya akan adanya hujan sebelum matahari bersinar cerah. Gadis itu percaya manusia harus jatuh lebih dahul...