PART 27

376 39 0
                                    

Seandainya dan baik-baik saja, dua kata yang akan dikatakan ketika seseorang tengah merasa ragu dalam hidupnya.

-POLARIS-

...

Masa kini tak jauh beda pentingnya dengan masa depan, hanya saja ada kalanya kita perlu berjalan pelan sejenak mencoba menikmati apa yang terjadi di masa kini dan mengingat kembali masa lalu yang pernah ada. Parah. Jika ada yang bertanya kepadanya, mungkin dengan tidak akan segan Yui akan mengatakan bahwa hari ini benar-benar payah.

Tubuh ini seakan semakin sulit digerakan maupun diperintah. Perintah? Ingin rasanya Yui tertawa datar, bagaimana otaknya ingin memerintah? Sementara dirinya saja sudah mulai melupakan banyak hal sederhana. Mulai dari nama, nomor-nomor penting, dimana letak suatu benda, bahkan tempat yang akan ditujunya.

Langkah sepatu putih terhenti seketika. Langit yang tadi terlihat biru cerah kini perlahan menjadi senja, angin sore berhembus pelan berhasil membuat gadis itu mengembus napas lega. Ya, lega begitu dapat melewati hari yang begitu melelahkan.

Selain salah masuk kelas, hari ini dirinya juga tidak membawa buku pelajaran dan salah mengenakan seragam. Dimana para sisa siswi semuanya mengenakan seragam khusus kotak krim dan hanya dirinya mengenakan baju olahraga sekolah.

Merasa tubuhnya mulai lemas secepat mungkin Yui mendaratkan tubuh, duduk di bawah pohon ketapang taman belakang sekolah. Entahlah, bahkan Yui tidak ingat dirinya sudah pernah mengunjungi tempat ini atau tidak namun yang pasti pemandangan ini seperti tidak asing lagi baginya.

Pemandangan kota dari atas bukit, dimana kita bisa melihat warna warninya atap rumah, menikmati angin sore yang berhembus perlahan begitu juga dengan sorot matahari yang perlahan-lahan mulai tampak terbenam.

Yui menahan napas, tanpa sadar gadis itu mencengkram beberapa dedaunan ketapang yang berguguran di rumput hijau sekolah.

Sakit dan sungguh ingin rasanya gadis itu menangis sekarang.

Seraya mengedarkan pandangan, tampak kedua mata bulat Yui memerah, bukan hanya mata namun hidung mungil itu juga memerah seolah menahan segala jenis perasaan yang berkumpul di tubuhnya.

"Yui..."

Gadis yang sedang duduk di ruang tengah itu kini mengusaikan benamannya dari meja begitu seseorang dengan lembut memanggil namanya serta mengusap puncak kepalanya dengan hangat. Mata bulat sayu Yui mengerjap, masih setengah tidak percaya gadis itu memerhatikan ruang tengah yang tampak begitu berantakkan.

Gunting, beberapa potongan kertas, spidol serta beberapa peralatan lainnya jatuh tergeletak di atas lantai.

Yui menggumam, memerhatikan perempuan dengan baju yang tercium nuansa obat-obatan itu dengan pandangan setengah memohon, "Senior..."

"Sudah pulang Yui," ucap perempuan itu tersenyum lembut lalu duduk di samping Yui memeluk satu-satunya keponakannya itu. "Yui nangis lagi? Kenapa?"

"Maaf," gumam Yui membenamkan wajah di pundak perempuan itu, tanpa membalas pelukan dengan erat tampak tubuh kecil itu bergetar. "Aku gagal mengontrol emosiku lagi, ini menger..."

"Sudah, tidak apa," ucap perempuan itu memotong, masih saja tersenyum, mengusaikan benaman lalu menangkup wajah imut gadis itu. "Sekarang Yui enggak usah pikirkan yang aneh-aneh. Apapun itu, mengerti?"

"Hmm?" Yui mengangkat kedua alis.

Perempuan paruh baya itu mengangguk. "Yui harus bisa berpikir positif. Lupakan penyakit itu, anggap tidak pernah ada, mengerti?"

POLARIS [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang