Berada di posisinya membuatku mengerti betapa pentingnya waktu untuk menghargai hidup seseorang.
-POLARIS-
...
Disaat hidup maka tak dapat dipungkiri pula bahwa manusia bisa saja kehilangan arah, mereka seakan kehilangan tujuan, dan tidak tahu harus hidup seperti apa. Hampa, gelap, tanpa harapan. Menyakitkan memang. Namun mau tak mau kita harus bangkit, entah itu dapat melalui kehadiran seseorang atau mungkin sadar bahwa kita harus berdiri sendiri.
Berdiri sendiri? Dengan tubuh yang seperti ini? Apa mungkin bisa?
Yui, gadis yang tengah memerhatikan langit-langit putih rumah sakit itu tak hentinya mengerjapkan mata. Di balik ruangan putih yang hening kini bersarang begitu banyak pertanyaan yang berada di kepalanya. Entahlah, berusaha apapun ia memikirkannya maka ia tidak akan pernah menemukan jawabannya.
Diam-diam gadis itu menghela napas panjang, sesekali memerhatikan jarum infus yang tertusuk pada punggung tangannya. Ini sudah hari kesekian kalinya ia berada di rumah sakit dan satu hal menyebalkan lagi ada ketika dirinya di hadapkan fakta bahwa tidak akan bersekolah lagi.
Ya, tidak akan pernah menginjak sekolah itu lagi.
Langit senja yang selalu ia tunggu setiap pulang sekolah, warna warni guguran daun ketapang yang mendarat di kepalanya, serta suara berisik anak sekelas mungkin akan menjadi hal yang paling dirindukan olehnya. Tentu saja selagi kenangan itu masih tersimpan erat di dalam memori otaknya.
Dan satu orang lagi, mungkin yang tak akan pernah Yui lupakan adalah Senior. Ya, laki-laki itu.
Perlahan pemilik mata bulat sayu itu memiringkan tubuh, menghadap jendela ruangan. Langit tampak begitu biru, dedaunan hijau bergerak kiri kanan mengikuti arah angin. Jika diumpamakan mungkin dirinya seperti dedaunan itu, hanya bisa diam mengikuti arah angin.
Sungguh menyebalkan sekali.
Drttt...
Yui meraih hp, berusaha mungkin meraihnya di meja kecil samping tempat tidur lalu membuka pesan. Senior. Sudah lama ia tidak membalas pesan itu bahkan untuk sekedar menjawab panggilan telepon saja sering ia abaikan.
Ingin menjauh? Ya, ingin rasanya Yui melakukan, bagaimana juga dirinya seperti orang yang tidak bertanggungjawab dalam hidup Senior. Datang sesuka hati, mendekat lalu mengulurkan tangan dengan sorot mata yang begitu ingin melindungi. Tapi faktanya?
Yui menahan napas. Merasa mulai kacau secepat mungkin dirinya memejamkan mata, membenamkan wajah dengan sebelah lengan yang tertekuk di belakang bantal. Ya, dirinya malah semakin menyakiti. Setelah laki-laki itu menggapai tangannya ia malah melepaskannya dengan sengaja dan membiarkan laki-laki itu terjatuh ke dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya.
Hanya aku yang bisa menentukan kapan aku akan bersedih dan bahagia.
Dengan pandangan setengah menerawang Yui membayangkan ucapan Senior sebelum kembali pada layar hp yang kini tergenggam erat di tangan kanannya.
Senior
Yui? Beberapa minggu ini kenapa tidak sekolah? Hei, jawab pesanku. Kau juga tidak ada di rumah, kau dimana? Apa baik-baik saja?Bibir pucat itu tersenyum samar, menimbang kembali jawaban seperti apa yang ingin diberi lalu mengetik kembali. Baru hanya beberapa kalimat, hp bergetar kembali.
Telepon. Kali ini Senior tidak hanya mengiriminya pesan. Secepat mungkin Yui menekan tombol hijau, menjawab panggilan dari seberang.
"Yui, hei! Kau kemana?"
Kedua sudut bibir Yui terangkat, masih dengan kepala yang berada di atas bantal, dirinya menoleh, memerhatikan langit biru yang begitu cerah di sana. Terlihat begitu biru hingga berhasil membuatnya ingin keluar dan berlari menuju sekolah.
Yui tertawa pelan, tersenyum jail. "Wah!! Senior mencariku! Senang sekali dicari olehmu!"
Suara helaan napas panjang terdengar, terdengar begitu sepi dan jika tebakan Yui benar mungkin untuk kesekian kalinya Senior sedang berusaha menghindari keramaian. "Aku serius Yui."
"Rumah sakit," jawab Yui menahan napas berusaha mungkin tersenyum senang. Anggap saja tempat ini seperti rumahnya sendiri lagipula Tante juga membujuk dirinya agar mendapat perawatan di sini, selain dirinya juga sudah sering menjadi bukan seorang Yui, kakinya pun juga...
Yui tersenyum samar, memerhatikan kursi roda yang terlipat di sudut ruangan. Ya begitulah.
"R-rumah sakit?" tanya dari seberang pelan, seperti tidak percaya. "Tunggu! Bagaimana keadaanmu?"
Yui tertawa pelan, kedua sudut mata bulat itu menyipit senang seraya menarik napas sedalam-dalamnya. Bahkan untuk berbicara dengan normal seperti ini saja pikirannya harus susah payah mengatur agar kalimat tersebut menjadi beraturan. "Sudah kubilang aku akan menjadi anak-anak lagi."
"Kalau gitu pulang sekolah nanti aku akan ke sana," ucap dari seberang tegas lalu dilanjutkan oleh sebuah gumaman. Tak lama, suara bass itu tertawa meskipun siapapun mengakui pasti suara itu terdengar begitu sinis. "Aku rindu dengan adikku ahaha..."
Yui menyengir, kedua mata bulat itu beralih ke langit-langit putih kamar rumah sakit, tampak begitu polos dan cenderung monoton. Benar-benar membosankan.
Yui menggumam, berhasil membuat seseorang di seberang sana terdengar penasaran. "Ada apa?"
"Aku..." Pembicaraan terhenti sejenak, Yui menimbang pemikirannya. "Ada hal yang belum aku sempat wujudkan ketika masih bisa bergerak bebas."
"Apa?" tanya dari seberang datar. Dapat Yui dengar bel sekolah berdering kencang melalui telepon. Berusaha mungkin Yui membayangkan, pasti Senior yang sedang duduk di bawah pohon ketapang taman belakang sekolah dan laki-laki itu akan setengah hati bangkit untuk menuju kelas dengan buku bacaan di tangannya.
"Aku mau ke taman bermain bersama Senior," ucap Yui meraih buku kecil berwarna biru di meja lalu membukanya secara perlahan. Foto dirinya dan seseorang dengan panggilan Seniornya, terlihat begitu banyak mulai foto di taman, sekolah, bahkan ketika ia dan Senior tengah duduk di bangku koridor kelas.
Sungguh menyenangkan.
"Izin pada tantemu. Kalau diizinkan, nanti sore kita pergi ke sana."
"Serius?!" Mata Yui membulat tampak begitu bersinar. Jika saja tubuh ini mudah digerakkan mungkin ia akan terbangun dari tempat tidur ini dengan cepat. Oh ya, mendadak saja sudut bibir yang tadinya terangkat kini memudar seketika begitu menyadari keadaannya. Payah, bahkan dirinya baru ingat, Senior tidak mengetahui bagaimana kondisinya sekarang 'kan?
Dirinya tidak bisa lagi berjalan, mulai kesulitan menelan makanan hingga lupa dengan hal-hal kecil yang dulu-sepertinya-ia ingat. "Hmm... Senior."
"Hmm?" gumam laki-laki itu seolah bertanya, mungkin kedua alis tebal yang terangkat.
"Kakiku," gumam Yui menunduk, memerhatikan kaki jenjang yang berselimutkan celana biru muda khas rumah sakit, terlihat kaku, dan begitu mati rasa. Berusaha apapun dirinya melakukan terapi tapi tetap saja pada akhirnya harus seperti ini 'kan? Yui menahan napas, berharap semoga suaranya tidak terdengar parau dari seberang sana. "Aku tidak bisa berjalan lagi Senior, berlari juga."
"Tidak masalah," ucap dari seberang dengan cepat, berusaha menenangkan. "Kan ada aku."
Refleks kedua alis Yui terangkat. "Hah?"
Panggilan diputus secara sepihak dari seberang, mungkin guru telah masuk ke dalam kelas. Yui memerhatikan layar hp itu sejenak masih mengernyit heran. Jadi, jika dirinya nanti benar-benar diizinkan pergi, bagaimana ia bisa menikmati suasana di sana? Apa benar Senior mau membantunya?
Jika iya, Yui berharap semoga dirinya tidak begitu menyusahkan.
____
vote+comment+ bantu share juga ya, biar aku cepat update hehe.
thank's for reading. I hope you enjoy it!

KAMU SEDANG MEMBACA
POLARIS [LENGKAP]
Dla nastolatków"Pada akhirnya kita sama-sama melangkah, menuju dunia baru yang sama-sama saling melindungi dan tanpa sadar saling menyakiti." ... Gadis itu percaya akan adanya hujan sebelum matahari bersinar cerah. Gadis itu percaya manusia harus jatuh lebih dahul...