PART 19

517 50 6
                                    

Maaf, mungkin pada akhirnya aku sama seperti manusia lainnya. Aku egois dan keegoisanku diam-diam menarikmu untuk menuju luka yang lebih dalam lagi.

-POLARIS-

...

Seberusaha apapun manusia menghindarinya ada fakta yang tidak bisa ditepiskan bahwa manusia pasti pernah berbuat salah. Tidak peduli, entah orang itu memiliki sifat pendiam ataupun berisik yang pasti hukum alam itu pasti akan terjadi.

Tok... tok...

Pintu kamar berbunyi perlahan. Yui, gadis yang tengah sibuk dengan scrapbook di tangannya itu kini memerhatikan pintu, gagang besi terlihat turun lalu pintu perlahan terbuka. Kamar beraroma mint itu kini merebak hingga luar ruangan. Setengah beringsut gadis itu menekan tombol lampu terang di samping tempat tidurnya, bukan sekedar lampu remang yang biasa digunakan ketika tidur.

"Yui..." Kedua sudut bibir Yui terangkat, memerhatikan perempuan paruh baya yang tengah berdiri di ambang pintu. Yui akui, seperti biasa, wajah oval itu selalu tersenyum ramah. Perempuan paruh baya itu selalu menjaganya, melindunginya, serta memberi ketenangan padanya. "Tante boleh masuk?"

Yui mengangguk kuat, menampakkan barisan giginya seraya menepuk kasur empuk itu. "Sini Tante."

Perempuan dengan rambut hitam sepinggangnya itu mendaratkan tubuh di tempat tidur, melipatkan kedua kaki seraya memerhatikan ponakannya dengan penasaran. Mungkin secara formal mungkin hubungannya sebagai tante dan ponakan. Tapi bagi Yui sendiri? Entah mengapa perempuan ini terasa seperti kakaknya, mungkin usia itu sudah tidak lagi muda namun jiwa itu seolah memiliki semangat yang begitu besar dan terbuka kepada orang-orang sekitar.

Kepala Yui tertunduk begitu perempuan paruh baya itu mengacak puncak kepalanya dengan gemas. "Gimana pikniknya?"

"Enak!" Yui mengangguk cepat. Padahal berusaha mungkin gadis itu menahan rasa antusiasnya, berusaha menahan diri agar terlihat dewasa dan serius seperti Senior namun pada faktanya? Yui mengembus napas panjang, pasrah. Tetap saja tidak bisa.

Perempuan paruh baya itu tertawa pelan. "Kenapa hah? Tiba-tiba seperti itu?"

Yui mengembungkan pipi, cemberut. "Aku mau terlihat dewasa tapi tetap saja tidak bisa. Aku mau seperti Senior, meskipun aku tidak ingin memiliki mulut ketus dan mata dingin itu tapi aku mau menjadi dirinya, terlihat tenang. Hebat sekali, berbanding terbalik denganku yang tidak bisa diam."

"Hei," Dahi Yui mengernyit, membiarkan perempuan paruh baya itu menepuk bahunya. Sungguh, Tante begitu cantik, jepitan biru muda di poni kiri itu tampak serasi dengan warna baju tidurnya. "Tapi Tante rasa, dia malah tertarik dengan sifatmu yang seperti ini."

"Apa benar?" tanya Yui setengah menggerutu.

"Iya," Perempuan itu mengangguk meyakinkan, menepuk bahu Yui kembali sebelum merapikan letak bantal yang sudah tidak lagi berada pada posisi begitu juga boneka ke pinggir tempat tidur. "Jadi dirimu sendiri dan itu adalah hal paling menyenangkan yang pernah kamu dapatkan dalam seumur hidup."

"Ya," gumam Yui menunduk.

Sedikit penasaran, lagi-lagi perempuan itu menoleh, begitu tidak lagi terdengar suara Yui. "Ada apa?"

Yui mengangkat kepala lalu menggeleng, menyengir.

"Jangan bohong," Yui menelan ludah. Mendadak saja tatapan yang tadinya ramah kini mendadak tajam. Yui melirik takut, menautkan antar jari kanan dan kiri. Suara embusan napas panjang terdengar, perempuan itu memejamkan mata sejenak lalu tersenyum, menyodorkan sebuah bantal, agar bisa dipeluk untuk keduanya.

POLARIS [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang