[Season 3] - 6 : Taeyong

1.8K 148 11
                                    

"Kamu tahu, 'kan, kalau Taeyong sebenarnya bukan adik kandung aku?"

Hyora terdiam. Kalau dipikir-pikir, benar juga. Nama lengkap Taeyong adalah Lee Taeyong, sedangkan nama lengkap Taehyung adalah Kim Taehyung. Lee dan Kim.

Hyora mengangguk. "Wajah kalian beda, Kak."

"Bapak tadi.. yang tadi berdiri di depan pintu, kamu.. ingat mukanya?"

Sejujurnya? Enggak.

Hyora mengangguk lagi. Ganteng. Tapi dia tidak terlalu mengingat dengan jelas.

"Dia papa aku."

Jeder jeder petir menyambar jeder jeder.

To be continued.

Tapi bohong. Huehue.

"K-kok.. bisa..?"

Taehyung menghela napas. "Kamu gak merasa kalau mataku sama kayak matanya?"

Benar juga. Hmm.

"Harusnya mereka sudah meninggal. Kenapa dia masih hidup?" gumam Taehyung. "Aku ingat betul malam itu. Kenapa harus dia yang selamat, Ra?"

Jika pertanyaan itu Taehyung lontarkan lagi kepada Hyora untuk kedua kalinya, Hyora juga masih tidak yakin harus menjawab apa.

Taehyung, saat dia marah, berubah menjadi seseorang yang ia tidak kenal. Taehyung tidak menghancurkan benda di sekitar, Taehyung tidak meninggikan suaranya, Taehyung tidak memutuskan hubungan semata-mata, Taehyung tidak bertindak ceroboh. Taehyung hanya diam.

Diam adalah hukuman yang paling mengerikan. Diamnya seorang periang sangatlah mengerikan.

Taehyung adalah seorang pria dengan banyak pikiran. Bukan pikiran yang memberatkan ia sampai menjadi stress, tapi pikiran-pikiran dalam. Ia kerap berpikir tentang hal-hal penting yang katanya tidak penting. Misalnya, apa air itu basah? Atau malah kering? Jika ditiup, apa air akan menjadi kering? Tapi bila air menjadi kering, bukankah itu sudah menjadi udara?

Sifat deep-thinker milik Taehyung inilah yang membuatnya memiliki kebiasaan diam saat marah menjadi mengerikan. Kita tidak pernah tahu apa yang ia pikirkan.

Hyora meraih tangan Taehyung dan menggenggamnya. Ia memberikan senyum simpatik kepada Taehyung sembari berkata, "Cerita kalau Kakak pengen cerita."

Setelah beberapa saat, Taehyung menggelengkan kepalanya. "Maaf, Ra, tapi aku lagi males."

"ARGHH KENAPA GUE MALAH IYAIN DIA SIH?! KENAPA GUE GAK NANYA APA YANG TERJADI?! BODO LO, HYO, BODO!" ucap Hyora sambil memukul-mukul kepalanya.

Percakapannya dengan Taehyung tadi terus menerus terputar di kepalanya. Ia tidak tahu harus bagaimana saat itu, jadi ia hanya meninggalkan Taehyung untuk berdiam diri di dalam kamar.

Kini, ia sedang berada di ruang tamu bersama dengan Taeyong, berduaan, untuk menonton TV. Well, sebenarnya TVnya tidak dipakai, hanya dibuka untuk mengisi keheningan di antara mereka saja.

Hyora melirik Taeyong yang kini juga diam, menatap kosong ke dinding. Apakah Taeyong tahu sesuatu tentang pria yang Taehyung sebut sebagai Papa?

Haruskah ia bertanya?

"Hyo, tadi abang gue bilang apa aja? Cerita dong, masa lo simpen sendiri-sendiri aja? Gak kawan lah kita!" seru Taeyong dengan muka masam yang dibuat-buat.

"Lagi gak pengen bercanda gue, Yong."

"Cerita dong! Gue malam ini tidur sekamar sama dia, tau gak? Lo gak kasihan sama gue gitu?"

Hyora menatap Taeyong jenuh. "Gue bakal cerita kalau lo jawab pertanyaan gue."

"OKE!" Taeyong memperbaiki posisinya—yang semula selonjoran di lantai menjadi duduk tegap di atas sofa, di sebelah Hyora—dan menatap Hyora penuh harap. Tak lupa ia mematikan TV.

"Coba ceritain dulu, apa aja yang lo ingat dari orang tua lo?"

Dengan cepat, Taeyong menjawab, "Gue ada di panti asuhan sejak dulu. Mana pernah gue ketemu orang tua gue sendiri?"

Fair point. Tapi bukan itu maksud Hyora.

"Bukan orang tua kandung. Orang tua Kak Taehyung, loh."

"Oalah," Taeyong berdecih, "gue cuma ingat bapaknya gak nerima gue."

"Terus?"

"Ya gitu. Gue gak ingat teralu banyak, karena itu kayaknya masih TK atau SD. Masih kecil pokoknya, terus mereka meninggal karena kecelakaan."

"Kecelakaan?"

"Mama itu dulu seorang ilmuwan. Gatau ilmuwan apa, tapi gue lihat dia selalu bawa-bawa setumpuk kertas kemana-mana. Pake jaket dokter ituloh. Kalau bapaknya itu seorang dosen di universitas. Jadi, pas bapaknya itu jemput Mama dari lab-nya—menurut polisi, ya—sesuatu yang sedang dipanasi itu meledak dan yah, kena mereka. Mama meninggal di tempat, tapi bapaknya sempat dilarikan ke UGD. Terus, karena yah, gue stress, gue lari ke tawuran dan hal-hal sejenisnya. Tapi gak pernah sekalipun gue mau nyentuh obat-obatan. Jadi maklumin, Hyo, kalau awal-awal lo ketemu gue, gue kayak berandalan."

Dari cara Taeyong menyebut Mama dan 'bapaknya', Hyora sudah mengerti kalau Papanya Taehyung memang tidak menerima Taeyong dulu. Hmm.

"Ya emang sih, lo kayak berandalan. Tapi boleh gue tau, kenapa lo bisa diadopsi?"

"Hari itu lagi ada acara tentang ekspedisi Sains di panti asuhan gue. Sekelompok ilmuwan gitu datang deh. Nah, Mama salah satunya. Pas ditanya siapa yang mau ngetes masukkin zat ke tabung reaksi, gue maju ke depan. Eh, gue malah bersin dan saat itu Mama sedang memegang tangan gue. Jadinya, jas lab Mama kena zat itu," Taeyong tertawa, mengingat kejadian konyol itu," tapi gapapa kok. Mama baik-baik aja. Terus Mama nanya-nanya tentang gue sama Ibu Asuh, eh besoknya gue udah diadopsi. Absurd banget, emang."

Hyora mengernyit. "That's... weird."

"I know."

"Jadi, pas lo dibawa pulang, Papanya Kak Taehyung gak nerima?"

"Iya, Mama disuruh buat bawa gue kembali ke panti asuhan."

Hyora mengangguk. "Jadi, Kak Taehyung..?"

"Oh!" Taeyong terkekeh. "Bang Taehyung nerima gue, kok. Dia malah bahagia punya adik."

Okay. It all makes sense now.

"Jadi, lo udah bisa cerita?" tanya Taeyong lagi.

Hyora menatap Taeyong. Anak yang semula dibesarkan di panti asuhan diadopsi. Anak yang tidak tahu harus melampiaskan emosinya kemana. Anak yang hanya ingin dicintai. Saat ini, mungkin tindakan Hyora benar.

"Pria di depan rumah tadi papamu," kata Hyora. "Gue gatau apa alasannya dia balik, tapi kata Kak Tae, dia lagi males buat nyeritain. Cuma ini yang gue tau."

Semua darah dalam tubuh Taeyong terasa seperti berhenti mengalir. "Loh? Tapi.. tapi ada kecelakaan—"

"Iya," pintu kamar dibuka, menampilkan Taehyung dengan wajah serius, "ada kecelakaan, tapi entah bagaimana pria itu bisa hidup, Yong."

"Kak?" Hyora softly membalas. "Kakak udah tau selama ini?"

"I've done some research, you know. It's not that easy to believe someone as despicable as he just died because of an explosion which happened quite far from his position."







YANG GAK NGERTI INGGRIS TRANSLATE AJA YA HAHAHAHAHHA JARIKU GATEL MAU NGETIK DALAM BAHASA INGGRIS :(((

Anyway para readerku yang bermartabat tolong jangan gaskan aku dong :( aku juga manusia yang mempunyai tujuan hidup dan kewajiban alam, jadi aku gabisa selalu update kayak author-author yang udah lebih superior, kayak yang udah ngepublish bukunya di toko buku. Dan mungkin alur cerita masa lalu rada beda dikit (?) soalnya aku males baca ulang :(

Thank YOU for always wait here even when I left this platform.

Follow aq di twt hayu hehe @/VVernoff.

Ikatan -kthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang