Pada akhirnya, aku kembali sendiri seperti dulu. Tanpa adanya kamu disisiku.
••••
Kini, Gio sedang mengantarkan Giva pulang menuju rumahnya, butuh waktu hampir satu jam untuk sampai di rumah Giva. Sebab, jalanan macet malam ini. Entah apa penyebabnya sampai semacet sekarang.
Giva menyenderkan kepalanya di punggung Gio, dia memejamkan matanya menikmati semilir angin malam yang menusuk kulitnya. Sedangkan Gio fokus menyetir motornya, karena jalanan yang sangat padat. Lengah sedikit saja bisa membahayakan bagi semua orang.
Kemacetan demi kemacetan Gio lewati, sampai kini sampailah mereka dirumah Giva. Mereka masih sama sama diam di atas motor Gio.
Giva menatap rumah itu, rumah yang hanya memberikan luka tanpa memberikan kebahagiaan. Rumah yang selalu menjadi saksi betapa menderitanya Giva. Banyak orang orang yang bilang kalau rumah itu surga nya dunia. Namun, bagi Giva rumah itu seperti neraka dunia.
Tanpa sadar, air mata Giva kembali menetes membayangkan setiap kepiluan yang ada di dalam rumahnya. Rumahnya? Apakah tempat itu layak dikatakan sebagai rumahnya? Ah sudahlah, terlalu menyakitkan jika diceritakan.
Gio menengok kebelakang, dan dilihatnya Giva yang sedang menangis dalam diam. Sungguh air mata Giva membuat hati Gio bagaikan di remas remas, sakit.
"Cengeng lo." Ucap Gio supaya Giva tidak larut dalam kesedihannya.
"Bangsat." Balas Giva sambil mengusap air matanya.
"Cantik cantik mulutnya nggak pernah dijaga, cih." Cibir Gio, membuat Giva membulatkan matanya tidak terima.
"Peduli setan!" Jutek Giva.
Gio menghela nafas panjang, dia lelah jika harus berdebat dengan Giva lagi. Giva sangat keras kepala.
"Masuk sana!" Ucap Gio seraya menunjuk rumah Giva dengan dagunya.
Giva menunduk, dia tidak mau kembali lagi ke rumah itu. Untuk apa Giva ada disana, kalau orang tuanya hanya memberi bekas pukulan dan tamparan di wajah dan tubuhnya.
Tiba tiba, Gio menyatukan tangannya dengan Giva, menyelipkan jari jari tangannya, kemudian menggenggam nya erat.
Gio turun dari motornya diikuti oleh Giva, mereka saling berhadapan. Saling memandang, hanya ada tatapan kepedihan dimata Giva.
"Gue temenin." Ucap Gio, tanpa menunggu jawaban Giva dia sudah menarik Giva yang masih digenggam nya untuk masuk kedalam rumah itu.
"Gue takut..." Lirih Giva menghentikan langkahnya dibelakang Gio.
Gio membalikan badannya kemudian maju dan menatap Giva lekat.
"Ada gue." Ucapnya.
"Gue takut Mamah sama Papah apa apain lo lagi. Maaf gue ngerepotin lo karena masalah gue." Ucap Giva sudah dengan mata yang berkaca kaca.
"Masalah ada untuk membuat kita agar lebih kuat. Lo harus hadepin apapun masalah yang ada didepan lo. yakinlah dibalik semua itu tersimpan sesuatu yang indah." Ucap Gio sambil tersenyum ke arah Giva.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hope For Longing
Teen FictionKetika sesuatu yang indah hilang dalam seketika tergantikan oleh banyak luka terutama kerinduan. Bagaikan api yang harus mencairkan es, dan ketika es itu berhasil mencair menjadi air, tugasnya adalah memadamkan api. Ketika api itu telah padam, hany...