"Banyak orang bilang, kalo marah tuh tandanya peduli. Berarti lo lagi peduli sama gue dong, hehe."
•••
Giva berjalan gontai dengan bantuan tongkat yang ada di sela kedua tangannya untuk menopang badannya, entah apa yang dia rasakan sekarang, sepertinya dia mati rasa.
Pikirannya terus berkelana pada satu orang, Gio. Nama itu terus berputar dikepalanya.
Giva memasuki kamarnya, membanting pintu tanpa tenaga. Seperti ada yang hilang di dirinya, saat tatapan tajam yang hangat berubah menjadi tajam.
Hari mulai gelap, sinar matahari yang tadi masuk melalui sela kamar kini mulai redup. Awan hitam berganti menyapa, tidak ada bintang disana. Itu tandanya, awan itu adalah awan kepedihan.
Sama seperti yang Giva rasakan sekarang. Kepedihan, sesak yang memenuhi dadanya.
Dia membaringkan tubuhnya di kasur king size nya, menatap langit-langit kamar. Memutar semua kejadian di otaknya yang hari ini terjadi.
Tok!
Tok!
"Giv, makan malam dulu." Ucap Sarah mengetuk pintu kamar Giva.
"Gak ah! Gak laper!" Jawab Giva malas.
"Ck! Lo kenapa sih, galau?" Ucapnya lagi dari balik pintu.
"Gak!"
"Buka dulu kek pintunya elah!"
"Males!"
"Gue dobrak nih!"
"Sok weh!"
Diluar dugaan Giva, Sarah benar benar mendobrak pintunya namun gagal.
"Aw!" Ringisnya.
Giva buru-buru turun dari kasurnya, membuka pintu kamarnya. Dilihatnya Sarah yang sedang meringis kesakitan.
Giva terkekeh. "Lo sih jadi orang banyak gaya!"
"Bangsat lo ya!" Sewotnya.
"Bodo, njir."
Sarah kemudian pergi meninggalkan Giva yang masih terkekeh karena kelakuan konyolnya tadi.
"Lah dia marah." Ucap Giva melihat Sarah pergi dari sana.
Giva menutup kembali pintu kamarnya, membaringkan kembali tubuhnya. Satu nama terlintas dipikirannya.
Adit.
Giva belum mengabari kedua orang tua Adit semenjak mendengar kabar Adit sudah tiada.
Sejenak, Giva menahan sesak di dadanya. Dia berusaha mengontrol dirinya, jangan biarkan trauma nya kambuh kembali.
Setelah dirasa dia sudah bisa mengendalikan dirinya, Giva mengambil ponsel dan mencari kontak Hany. Giva buru-buru menghubunginya.
Tidak lama sambungan itu tersambung, Giva segera duduk dari tidurnya.
"Halo, bunda." Ucap Giva membuka suara.
![](https://img.wattpad.com/cover/157986366-288-k135646.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope For Longing
Teen FictionKetika sesuatu yang indah hilang dalam seketika tergantikan oleh banyak luka terutama kerinduan. Bagaikan api yang harus mencairkan es, dan ketika es itu berhasil mencair menjadi air, tugasnya adalah memadamkan api. Ketika api itu telah padam, hany...