"Cieee... Abang punya pacar cieee..."
••••
Matahari menyapa dengan tenangnya, menandakan hari sudah pagi. Gio terbangun dari tidurnya, dia sangat lelah kemarin sampai sampai tidurnya sangat pulas. Untung hari ini hari Minggu, jadi ya tenang tenang saja tanpa mengkhawatirkan telat pergi ke sekolah. Eh, kalau sekolah pun Gio tidak akan panik tuh.
Gio menguap beberapa kali, mengumpulkan nyawanya yang masih belum sepenuhnya sadar. Dia mengucek matanya lalu duduk dari posisi ternyamannya.
Jam sudah menunjukkan pukul 09:15 pagi. Gio mengambil ponselnya yang berada di atas nakas. Dia melihat ada notif dari seseorang, Gio segera membukanya. Ternyata itu dari Giva, dia tersenyum membaca pesan Giva. Senyuman setelah bangun tidur untuk pertama kalinya dalam hidup Gio.
From : Giva Cengeng.
Selamat pagi
Dua kata yang mampu membuat Gio merasakan hal yang aneh di sekujur tubuhnya, darahnya berdesir sangat deras. Serta jantungnya yang bergemuruh sangat kencang. Apakah dia jatuh cinta? Semudah itukah Gio jatuh cinta kepada Giva? Hanya karena pembalasan dendam yang gagal? Entahlah Gio pusing memikirkan itu.
Kesambet setan dari mana lo?
Gio menutup kembali ponselnya, dia turun dari kasurnya dan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya untuk mandi membersihkan tubuhnya.
Setelah selesai dengan ritualnya itu, Gio turun untuk menuju meja makan. Disana ada kedua orang tuanya dan adik kecil nya yang sangat menggemaskan sekaligus menjengkelkan dimata Gio.
••••
Dia tersenyum melihat keluarganya, dia harus banyak bersyukur karena memiliki keluarga yang utuh tidak seperti orang orang yang diluar sana. Banyak orang yang tidak beruntung karena keluarga mereka yang dibilang tidak utuh.
Keluarga? Tiba tiba satu nama terlintas di pikiran Gio. Gio sangat prihatin padanya karena keadaan keluarganya yang dibilang jauh dari kata layak untuk sebuah keluarga. Sedang apa dia? Apakah dia sedang tersenyum? Atau sebaliknya?
"Abang. Ngapain disitu? Sini makan sama Caca." Ucap adik Gio yang diketahui bernama Caca.
Namanya sebenarnya Vanessa Ryn Alfaro. Namun Gio terbiasa memanggilnya dengan sebutan Caca. Usianya sekitar enam tahun. Dia adalah salah satu hal yang berharga dalam hidup Gio.
"Ngapain disitu? sini?" Ucap Sinta.
Seketika Gio tersadar dari lamunannya, kemudian dia menuju ke meja makan tersebut. Dia duduk disamping Ibunya yang berhadapan dengan ayah dan adiknya.
Kemudian Gio mengambil sarapannya dan mulai melahapnya.
"Gio, ayah sama bunda jam satu siang mau pergi ke Amerika." Ucap Ahfan, ayah Gio.
Gio hanya mengangguk. Dia masih melanjutkan makannya tanpa memperdulikan kedua orang tuanya. Toh, menurut Gio ini hal biasa, lagian dia selalu ditinggal keluar negeri karena masalah pekerjaan.
Mereka semua pun melanjutkan makannya dengan tenang, hanya ada suara dentingan sendok disana.
"Caca ikut?" Tanya Gio setelah menghabiskan makanannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/157986366-288-k135646.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope For Longing
Teen FictionKetika sesuatu yang indah hilang dalam seketika tergantikan oleh banyak luka terutama kerinduan. Bagaikan api yang harus mencairkan es, dan ketika es itu berhasil mencair menjadi air, tugasnya adalah memadamkan api. Ketika api itu telah padam, hany...