"Kesalahan apa yang gue udah lakuin, sampe lo gak mau liat muka gue? Apa kesalahan yang gue lakuin terlalu besar?"
•••
Suara ketukan pintu dari luar membuat seseorang yang sedang terlelap damai itu membuka sedikit matanya, karena merasa kedamaiannya terganggu.
Dalam keadaan masih setengah sadar dari tidurnya, dia berdecak kesal karena orang yang mengetuk pintu kamarnya itu.
Giva mengerjapkan matanya beberapa kali, dia terkejut melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 07:15 itu artinya Giva sudah telat lima belas menit untuk kesekolah.
Dia segera menyibak selimut yang tadi menutupi seluruh tubuhnya, membuangnya asal. Dia prustasi, karena dia tidak mau dihukum seperti yang lalu. Cukup satu kali, camkan itu!
"Iya bi, Giva udah bangun!" Teriaknya sambil menuju kamar mandi.
"Lima belas menit, gue tunggu lo dibawah." Ucap seorang pria diluar kamar Giva tersebut.
Giva menghentikan langkahnya menuju kamar mandi saat mendengar suara dingin dan sarkas itu.
"Gio?" Gumamnya.
"Ah bodolah! gue udah telat banget anjir, mana hari Senin lagi." Gerutunya sambil melanjutkan langkah menuju kamar mandi.
Setelah selesai dengan ritual ecek-ecek nya, Giva keluar kamar masih dengan keadaan yang berantakan. Dasi yang berada di lehernya, tetapi belum terbentuk. Rambut yang acak acakan, muka kusut serta panik. Baju yang masih keluar. Kacau!
"Bi Inah kenapa nggak ngebangunin Giva sih, Giva kan jadi telat." Teriak Giva sambil mencomot roti dimeja makannya.
"Kalo makan duduk dulu atuh non." Ucap bi Inah menghampiri Giva. "Bibi udah bangunin non Giva dari pagi."
"Tau ah, Giva marah sama bi Inah!"
"Kok marahnya sama bibi."
"Iy-"
"Udah lima belas menit." Suara sarkas itu kembali berteriak, membuat Giva hampir saja tersedak roti yang dikunyah nya.
"Kenapa bi Inah ijinin tuh cowok alas masuk kerumah sih, bi."
"Katanya pacar non Giva, yaudah bibi kasih masuk aja."
Kali ini Giva berhasil tersedak, bi Inah buru buru mengambil segelas susu untuk Giva.
"Makannya kalo makan duduk." Ucap bi Inah.
"Udah ah bi, Giva ngoceh mulu. Udah telah juga."
"Giva berangkat dulu bi. Assalamualaikum." Ucap Giva setelah mencium punggung tangan bi Inah.
"Wa'alaikumsalam. Dasinya dipakai du-"
"Iya bi nanti dijalan."
"Hati hati." Teriak bi Inah saat Giva sudah melenggang keluar rumahnya.
Bi Inah tersenyum melihat punggung Giva yang hampir tidak terlihat. Bi Inah sudah menganggap Giva seperti anak kandungnya sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hope For Longing
Ficțiune adolescențiKetika sesuatu yang indah hilang dalam seketika tergantikan oleh banyak luka terutama kerinduan. Bagaikan api yang harus mencairkan es, dan ketika es itu berhasil mencair menjadi air, tugasnya adalah memadamkan api. Ketika api itu telah padam, hany...