"Kamu tuh pelan-pelan kalau minum. Bel masuk masih ada tiga puluh menit lagi kan?" tanya Tria, ibunda dari Evan Ramdani. Laki-laki bernama Evan itu menoleh ke arah Tria,
"Iya bun. Ini Evan udah gak terburu-buru lagi kok," jawab Evan dan akhirnya susu di gelas bening itu sudah habis tak tersisa.
"Bun, Evan berangkat ya," pamitnya seraya meraih tas ranselnya, lalu menyampirkannya di pundak kiri.
"Yaudah, bawa motornya hati-hati. Gak boleh ngebut-ngebut loh, bahaya." pesan Tria kepada anak sulungnya. Evan tersenyum, lalu mencium punggung tangannya.
"Iyaa bundaku. Evan berangkat, takut telat,"
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumsallam. Hati-hati, Nak!"
Evan segera menaiki motor matic hitamnya dan memakai helm. Setelah semuanya siap, ia segera menyalakan mesin motor dan melajukan motor itu menuju sekolahnya, SMA Pasifik.
Tidak lama kemudian, hanya butuh waktu sepuluh menit saja motor Evan sudah terparkir manis di parkiran halaman SMA Pasifik. Banyak siswi yang curi-curi pandang ke arahnya, senyum pede lalu tersipu. Padahal Evan sama sekali tak tertarik dengan para siswi yang selalu berusaha dekat dengannya. Evan merapikan rambut cepaknya ke belakang lalu berbalik badan untuk berjalan masuk ke gedung sekolah.
Sepanjang koridor pun juga sama, siswi-siswi yang sedang duduk dan berdiri didepan mading pun melirik genit Evan yang sedang jalan. Gayanya yang cool membuat mata siswi di sepanjang koridor tak berkedip.
Evan tak menghiraukan itu semua. Ia tetap berjalan sesuai tujuannya, kelas XI IPA 1.
♡
Laras Putrantio, gadis berambut panjang dengan kepangan dua itu kini sedang duduk menikmati semilir angin yang menampar halus pipinya pagi itu.
Gadis berumur enam belas tahun yang biasa dipanggil Laras itu memilih untuk menyendiri saja di pojokan kelas dibanding harus berbaur dengan teman sekelasnya yang kebanyakan berbicara dari hal yang penting sampai hal yang tidak penting untuk dibicarakan. Bahkan sampai kucing pak Mamat, penjaga sekolah pun juga ikut diperbincangkan.
Gadis itu perlahan mengantuk, ia kurang tidur semalam. Ia baru bisa tidur pada pukul dua dini hari. Laras membenarkan posisi kacamata nya yang melorot, lalu membuka novel nya yang ia simpan di laci mejanya.
Pada saat Laras sedang hanyut dalam dunia bacanya, tiba-tiba kosentrasinya hilang seketika saat Shela, sahabat sekaligus teman sebangkunya menggebrak meja kuat-kuat. Jujur, Laras kaget. Untung saja, ia tak mempunyai riwayat penyakit jantung. Jika punya, mungkin sekarang ia sudah terbujur kaku.
"Apasih, Shel? Ngagetin aja." kesalnya sambil menaikan kacamatanya,
"Hehehe, maaf. Oh iya, lo mau ikut gue gak? Daripada lo menyendiri di pojokan kelas, mendingan lo ikut gue minjem buku biologi di perpus,"
Laras tampak berpikir, "ya sudah. Ayo deh."
Laras dan Shela segera keluar kelas. Kini mereka sudah berada di perpustakaan SMA Pasifik. Perpustakaan itu tampak sepi, hanya ada dua orang penjaga perpus yang sibuk mengetik sesuatu di komputer. Shela menarik tangan Laras menuju rak buku bagian SAINS. Ia sibuk mencari buku yang ia cari, sementara Laras hanya bisa berdiri sambil menatap buku-buku lain yang berjejer rapi. Namun sayangnya, buku-buku tersebut tampak usang dan berdebu tak terawat. Laras menyayangkan hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
EVALARA [✔]
Teen Fiction"Susah ya, buat bikin si kutu buku jatuh cinta sama gue..." Evan Ramdani, laki-laki berperawakan tinggi dengan rambut cepak hitam khasnya, mata sipit yang selalu diidam-idamkan para siswi di SMA Pasifik. Tak hanya mata sipitnya yang menarik perhatia...