Laras menghembuskan nafasnya pelan, pikirannya masih tertuju kepada isi pesan si peneror tadi malam. Foto dirinya dengan Evan saat kejadian kemarin akan disebarluaskan satu sekolah. Kalau memang fotonya akan disebar luaskan, mau ditaruh dimana mukanya?
Bel rumahnya berbunyi, Elsa membukakan pintu. Ternyata Evan, datang untuk menjemput Laras.
"Nak, Evan dah dateng. Cepat habiskan sarapanmu ya," perintah Elsa yang hanya mendapat respon anggukan kepala dari si anak.
"Evan udah sarapan?" Tanya Elsa saat duduk di sofa ruang tamu. Evan mengangguk dan tersenyum sopan kepada wanita paruh baya itu.
Laras sudah siap untuk berangkat. Ia menciumi punggung tangan Elsa dan Evan pun ikut menyalimi. Mereka berdua pun berangkat sekolah setelah pamit kepada Elsa.
"Van," panggil Laras dengan suara pelan, namun Evan masih bisa mendengarnya. Evan menoleh dan mengangkat sebelah alisnya,
"Apa?"
"Peneror itu..." lirih Laras takut. Evan mengeraskan rahangnya, takut kalau si peneror akan berbuat macam-macam dengan Laras.
"Kenapa sama si peneror itu?" Tanya Evan datar.
"Dia... akan..." Laras masih menggantungkan kalimatnya. Evan menghela nafas kasar,
"Apa? Langsung ngomong aja," Evan tampak tidak sabar. Laras pun akhirnya memberanikan diri untuk meneruskan kalimat tadi,
"Dia yang motoin diem-diem waktu kita di lorong kemarin. Dan foto itu akan disebarluaskan hari ini disekolah. Aku malu, Van,"
Evan membulatkan matanya. Tapi lima detik kemudian ia berdeham,
"Gak usah malu dan takut. Biar mereka tahu aja kalau kamu itu udah punya aku. Biar jangan ada yang berani deket-deketin kamu," ucap Evan posesif. Laras terkejut dan tak menyangka kalau respon Evan seperti itu,
"Bukan masalah itu, Van. Kalau guru-guru juga lihat bagaimana? Yang ada bermasalah,"
"Tenang aja. Aku tau, si peneror itu iri sama kita,"
♡
Motor yang dibawa oleh Evan pun sampai di parkiran sekolah dengan selamat. Jam masih menunjukan pukul 06.15. Masih sedikit murid yang datang pada jam itu. Evan menoleh ke belakang, gadis berambut panjang itu belum turun dari boncengannya,
"Kenapa gak turun, hm?" Tanya Evan sambil melepas helmnya. Lalu merapikan rambutnya ke belakang.
"Aku masih takut,"
"Astaga, masih mikirin itu ternyata,"
Laras pun turun dan memberi helm itu kepada Evan. Meninggalkan cowok bermata sipit itu sendiri. Evan mengerjapkan matanya berkali-kali,
"Lah? Gue ditinggal?"
♡
Laras merasa risih saat ini karena namanya terus disebut-sebut sejak pagi tadi. Untung saja lima menit lagi bel istirahat berbunyi, jadinya ia nanti bisa langsung ke kantin saja menghilangkan rasa laparnya.
"Eh, masa ya ada cewe murahan tau di sekolahan ini,"
"Iya yak, gak nyangka banget ampe ngelakuin itu disekolahan,"
"Gue rasa tuh cewe yang godain duluan,"
"Iyalah, Evan gak mungkin kayak gitu,"
KAMU SEDANG MEMBACA
EVALARA [✔]
Teen Fiction"Susah ya, buat bikin si kutu buku jatuh cinta sama gue..." Evan Ramdani, laki-laki berperawakan tinggi dengan rambut cepak hitam khasnya, mata sipit yang selalu diidam-idamkan para siswi di SMA Pasifik. Tak hanya mata sipitnya yang menarik perhatia...