"Allhamdulilah, anak-anak. Akhirnya, sekolah kita berhasil memenangkan olimpiade Sains Nasional yang diselenggarakan di kota Bandung kemarin. Tidak sia-sia membawa Evan, Erlin dan Rafa, mereka bertiga sudah membawa nama baik sekolah. Bapak bangga dengan kalian bertiga," ucap kepala sekolah saat sedang berdiri di podium depan. Upacara bendera sedang berlangsung, seluruh perserta upacara pun bertepuk tangan dengan meriah.
Ketiga peserta yang kepala sekolah sebutkan tadi, disuruh maju ke depan untuk dipasangkan medali emas juga mengangkat piala hasil jerih payah mereka bertiga kemarin. Tak lupa juga mereka berterima kasih pada bu Ayu yang selalu setia membimbing mereka hingga bisa seperti ini.
"Sekarang, kalian bertiga sudah kelas dua belas. Yang kemarin adalah pengalaman lomba kalian yang terakhir. Bapak harap, ada penerus kalian di tahun yang akan datang,"
Ketiga remaja itu kembali masuk ke barisan. Di barisan pun, Evan mendapat sorakan meriah juga tepuk tangan dari teman-teman sekelasnya. Laras yang berada di barisan cewek pun ikut tersenyum dan bangga melihat cowok itu berhasil memenangkan olimpiade.
"Gak sia-sia gue punya temen otak Einstein kayak lo! Salut salut!" Ujar Ersya sambil merangkul erat cowok yang mengalungi medali itu.
"Tapi kok gue temenan sama orang pinter kayak dia dari kecil tapi kagak pernah ketularan pinternya," sambung Ersya miris. Sadam berdecak,
"Itu karena emang lo nya yang bodoh, bambang!"
♡
"Mau makan apa hm? Gue traktir! Kan gue abis menang olimpiade," kata Evan sombong sembari mengeluarkan dompetnya yang memang banyak sekali beberapa lembar uang berwarna merah disana. Juga ada banyak kartu kredit milik cowok itu. Laras menggaruk tengkuknya yang tidak gatal,
"Minta es krim boleh?"
"Makan dulu ah! Belum makan juga, udah minta es krim! Makan dulu! Mau makan apa?"
Laras mendengus dan akhirnya memilih nasi bakar yang memang dijual di kantin sekolah itu. Cowok itu mengangguk dan segera memesan nasi bakar agar tidak kehabisan.
Bachtiar menepuk pundak Laras dan beralih untuk duduk di kursi sebelah Laras yang memang masih kosong. Gadis itu mengernyitkan keningnya ketika Bachtiar menyodorkan sebatang cokelat dengan sebuah pita berwarna biru tertempel disana,
"Cokelat?"
"Iya, buat lo. Masa buat mbak Ijah," jawab Bachtiar enteng. Mbak Ijah merupakan ibu-ibu penjual nasi goreng dan mie goreng di kantin SMA Pasifik. Sekarang wanita itu sedang sibuk melayani para siswa yang memesan makanan yang dijualnya.
"Gak ah, gue lagi gak mood makan cokelat," tolak Laras sambil menopang dagu. Bachtiar mengerutkan kening,
"Kenapa gak mood? Sakit gigi?"
Laras menggeleng, belum sempat Laras menjawab tiba-tiba Evan sudah datang dengan dua nasi bakar juga dua es teh manis di tangannya. Matanya menatap tajam ke arah Bachtiar yang duduk di sebelah Laras dengan menyodorkan sebuah cokelat untuk gadis itu. Maksudnya apa? Apakah Bachtiar menyukai Laras? Sudah bosan hidup atau bagaimana?
"Lo udah bosen hidup, hm?" Tanya Evan dingin. Bachtiar terkekeh dan menatap balik Evan,
"Kenapa sih? Laras kan udah bukan pacar lo lagi. Ngapain masih peduli?"
Ucapan Bachtiar si ketos itu membuat Evan emosi. Langsung saja ia menaruh nampan berisi makanan itu dengan kesal di atas meja. Lalu menarik kerah seragam yang Bachtiar kenakan hingga cowok itu merasa tercekik,
KAMU SEDANG MEMBACA
EVALARA [✔]
Teen Fiction"Susah ya, buat bikin si kutu buku jatuh cinta sama gue..." Evan Ramdani, laki-laki berperawakan tinggi dengan rambut cepak hitam khasnya, mata sipit yang selalu diidam-idamkan para siswi di SMA Pasifik. Tak hanya mata sipitnya yang menarik perhatia...