3

16.5K 2.2K 376
                                    

"Ha apa?"

Ia kembali mengigit bibir nya dan mempererat gengaman nya pada lenganku.

"Aku t-takut sendiri teh, j-jadi temenin aja ya?"

-o-

Entah bagaimana kisahnya, aku sekarang sudah berada di dalam rumah Pak Huang.

Setelah tadi anak pak Huang satu-satunya mengakui ketakutan akan sendirian dengan muka memelasnya memintaku menemaninya, aku terpaksa harus kembali ke kostan-ku dan membawa beberapa pakaian dan laptopku.

"Kamarnya disini aja Teh, yang depan kamar Bapak, di pinggir kamar Teteh kamar saya, Sama kamar sebelah bapak jangan dibuka," ia menjelaskan isi rumah.

"Kamar mandi tiap kamar ada kok, kalo dapur disini." ia menunjuk ruangan tanpa sekat di sebelah kamarnya.

Rumah ini sangat minimalis, dimana saat memasuki ruang tamu langsung terlihat pula ruang tv dan empat pintu yang mengelilingi di kiri kanan, jika berbelok sedikit bertemulah dengan dapur dan meja bundar kecil dengan tiga kursi menghiasi rumah ini.

"Tapi kalo dirasa mau masak yang ribet-ribet bisa ke dapur outdoor di luar sana deket kolam, sama ada tangga ke balkon atas buat jemur baju. Oh, iya, mesin cuci dideket dapur outdoor." ia masih menjelaskan letak rumah seperi pemilik kost.

Aku yang sedari tadi merhatikannya cukup kurang berkosentrasi dengan paras tampannya.

Memang di kampuspun anak ini selalu jadi perbincangan, wajah nya yang terkesan polos namun dingin dan tampan ini, cukup membuat kaum hawa manapun mengejarnya.

Apakah warga kampusku ini suka daun muda?
Ah, tidak, ia hanya pencuci mata dikala para mahasiswi yang cukup eneg melihat mahasiswa di kampusku.

"Umm, Renjun kan ya? Besok sekolah nggak? Perlu dianter?" aku menyela perkataan nya dan sedikit ragu menyebut namanya, takut-takut aku salah menyebutnya.

Renjun menoleh kepadaku, menatap mataku namun dengan cepat langsung mengalihkan matanya ke bawah.

"Udah beres teh, tinggal cap tiga jari sama nunggu SBMPTN." ujarnya masih menundukan pandangan

Suasana kembali canggung setelah kulontarkan pertanyaan itu, Renjun tetap terdiam menunduk memainkan kedua tangannya dan aku bingung bagaimana membangun kembali suasana.

"Kalo gitu mau makan nggak? Udah jam setengah delapan juga," ucapku mulai berjalan ke dapur.

"Ah, Iya, boleh teh."

"Yaudah, lanjutin aja aktivitas kamu, nanti aku panggil kalo makanan udah jadi," jelasku sambil menggunakan apron lalu menggelung rambut panjangku.

Entah mataku yang salah atau kulitnya yang terlalu pucat, aku merasa bahwa pipi Renjun bertambah merah. Anak itupun tiba-tiba berlari memasuki kamarnya.

Aku membuka kulkas dan ternyata isi kulkas ini penuh, hanya saja kebanyakan makanan yang ada hanyalah makanan beku dan instant. Aku merasa wajar ini terjadi, karna bagaimanapun di rumah ini hanya ditinggali dua pria tanpa wanita. Tentu saja tidak ada yang menyiapkan mereka masakan yang 'asli'

Dengan terpaksa, aku hanya mengambil sayuran beku, beberapa sosis dan chicken nugget.

Aku memulai masak dengan masakan sederhana. Sayur sop dan chicken nugget tidak lupa juga memasak nasi.

Selama kegiatan memasak, Renjun termasuk anak yang diam, aku tidak melihat dirinya keluar dari kamarnya hingga aku selesai dengan ritual memasak ku.

Noona! ✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang