"Bonekanya dimana ya? Aku inget punya bonekanya, tapi nggak pernah aku liat lagi." Ia berkata dengan lirih, seperti setengah mengantuk, tapi cukup membuatku merasa kikuk.
Aku hanya bisa mengusap punggung dan menelan ludahku berkali-kali. Mendengarnya menceritakan sekilas sosok ibunya dan dua benda yang jelas sudah ku ketahui itu, benar-benar membuatku merasa tegang sendiri.
Aku merasa seperti menyembunyikan sesuatu darinya.
Maafkan aku Ren.
-o-
Tok, tok.
Ketukkan pintu membuyarkanku yang sedang menatap boneka kayu tentara ini. Aku menoleh kebelakang mendapati Jeno yang sudah menunjukkan senyum andalannya.
"Aku cari dikamar lho, tadi," ujarnya dibalasku senyuman tipis.
Jeno melangkah mendekatiku dan meraih buku dongeng itu. "Hari ini nggak ke kampus?"
Aku menggeleng pelan, karena memang tidak ada jadwal tatap muka dengan dosen. Ditambah jika pun ada, aku tidak bisa kembali ke kampus untuk waktu dekat.
Perasaan asing kembali muncul setiap kali aku mengingat tempatku menimba ilmu itu.
"Jemput Renjun jam berapa?" Aku mendongak menatap lelaki dihadapanku ini.
Sekilas ia mengeluarkan lengannya, menaruh perhatian sejenak pada jam yang melingkar pada pergelangan kirinya itu. "Jam tiga, Teteh mau ikut atau masih mau dirumah?"
"Dirumah aja," jawabku mantap. Entah sudah berapa hari aku memutuskan untuk berdiam diri dirumah.
Syukurlah, Jeno mau menggantikan posisiku untuk mengantar terapi Renjun. Dan Renjun, beberapa hari ini ia tidak menunjukkan perubahan Mood lagi.
Mungkin sekarang dunia sedang menekanku dibanding Renjun.
"Sori ya Jen," celetukku membuat Jeno menatapku bingung.
Tapi bukan Jeno namanya, jika ia tidak cepat tangkap. Lelaki itu menggelengkan kepala dan menaruh buku itu diatas meja.
"Gapapa, kan aku emang dititipin Bang Jungwoo."
Aku merasa tidak enak pada anak ini. Bagaimana dengan perasaanya setelah tau aku begini?
"Jungwoo pasti cerita semua ya?" Tanyaku diiringi anggukan dari lelaki itu, cukup membuat ku kembali merasa kecil.
Tapi Jeno malah merebut boneka kayu dari tanganku dan meletakkannya diatas meja.
"Nggak perlu ngerasa Teteh hina, dimataku Teteh tetap Teteh."
Ia berdeham sebelum melanjutkan ucapannya, "aku malah salut sama Bang Jungwoo. Masih bisa respect sama pelaku itu hanya karena dia kakak tingkat kalian. Aku yang dikasih tau aja, bawaanya mau nyari orangnya. Ajak baku hantam."
Jeno tertawa garing membuatku ikut tertawa, sebelum akhirnya aku kembali mengulum senyumku, Jeno mengusap rambutku dengan halus.
"Senyum lagi dong, aku nggak suka Teteh sedih gini."
Dengan pelan Jeno mencubit sebelah pipiku, sedikit membuatku mendengus tapi anak itu hanya terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Noona! ✔️
Fiksi Penggemar[SUDAH TERBIT TERSEDIA DI SHOPEE] ❌TIDAK ADA BAB YG DI HAPUS❌ Kuliah itu pusing! apalagi Skripsi! demi tanda tangan dosen pembimbing, rela deh lakuin apa aja yang penting lulus! Tapi kebayang nggak tuh, kalo dititipin anaknya buat syarat lulus skrip...