55

7.8K 1K 189
                                    

"Seandainya... jika seandainya saja... tapi itu tidak pernah mungkin kan?"

-o-

Mataku serasa berat, perlahan aku membukanya dan meregangkan semua otot kaku ku diatas kasur ini.

Ah, kicauan burung bahkan terdengar dibalik jendela dengan dinding bernuansa langit ini.

Tunggu, langit? Dinding kamarku berwarna putih, bukan biru.

Sontak aku terbangun dan melihat pada samping kasur. Mataku menangkap sosok lelaki yang menunduk fokus pada apa yang ada diatas meja itu.

Aku tertidur?

"Nyenyak tidurnya?" Tanya lelaki itu ketika melihat pergerakan ku diatas kasurnya. Ia tersenyum manis, sukses membuat jantungku berdebar dipagi ini.

Aku mengusap wajahku. Berusaha mengembalikan kesadaran dan mengerang. Benar, kemarin aku membantunya persiapan ujian. Sekalian dengan diskusi bersama ayahnya itu, sehingga aku memilih menginap disini.

Tapi aku tak ingat, mengapa aku tertidur dikamarnya begini.

Renjun membalikkan tubuhnya padaku. Masih dalam posisi duduk di bangkunya itu ia menatapku, "teteh semalem ketiduran saking nunggu aku belajar. Aku nggak tega mindahin nya, jadi dibiarin dikamar aku." Ia menjelaskan tanpa aku pinta.

Aku berdeham, "kamu udah tidur?" Tanyaku ketika melihatnya tetap bugar, tak terlihat seperti seseorang yang baru bangun tidur.

Lelaki itu menggeleng, sukses membuatku memurungkan wajah. "Aku belum ngerasa ngantuk."

"Seharian ini?"

Dengan mantap ia mengangguk, "iya, nggak ngerasa ngantuk sama sekali. Jadi aku lanjut latihan soal."

Aku menekukkan wajah, tak habis pikir bagaimana bisa ia tak merasa kantuk setelah terjaga hampir 24 jam itu. Tapi yang kupandang seakan biasa saja dan malah terus tersenyum.

"Aku udah sarapan tadi, udah nyiapin juga buat teteh sama bapak." Ujarnya namun aku tidak tertarik.

"Kamu udah minum obat?"

"Obat pagi?"

"Iya!"

Dia mengangguk, "udah kok, sesudah sarapan." Jawabnya dengan tenang dan aku percaya itu. Hanya saja benarkah ia tidak merasa mengantuk?

Obat yang dikonsumsinya jelas mengandung benzodiazepine yang dapat menenangkan syaraf otak, sehingga dapat memperbaiki pola tidur juga.

Namun, apa ini? Mengapa ia tidak merasa kantuk sama sekali?

Aku mulai merasa khawatir, namun tak bisa jika kutunjukkan begitu saja pada lelaki ini. Aku melirik jam yang terpasang di dinding, jam delapan pagi. Artinya, mungkin ia baru memakan obat paginya sekitar jam enam atau lima.

Membuatku ragu untuk mengusulkannya meminum obat lagi, tapi bisa-bisa ia menyentuh jam ke duapuluh enam jika ia tidak tidur sama sekali.

Aku menghela napas, menatap manik kelam lelaki itu. "Nggak kerasa capek?" Tanyaku mengarah pada buku soal yang sedang ia kerjakan.

Ia menggeleng dengan wajah polosnya itu. "Enggak sih, tau-tau udah ganti mata pelajarannya aja."

Aku mengangguk paham. Kembali menatap wajahnya yang kini terlihat lebih kurus sejak awal pertemuan kami.

Aku baru sadar, bahkan kini dagunya terlihat lancip. Setauku ia tidak memiliki ganguan makan, selalu tepat waktu dan kadang berlebih. Kemana semua makanan itu?

Noona! ✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang