18

10K 1.6K 597
                                    

"Kha..." panggil Jungwoo padaku, aku melihatnya, melihat sebulir air mata itu keluar dari pelupuk matanya.

Kenapa dia tiba-tiba menangis? Dan kenapa seolah ia ingin berbicara tapi tidak bisa?

Tak lama Jeno kembali masuk dengan wajah khawatirnya.

Iya, ku lihat Jeno sangat panik, bahkan tak jarang pula ia menghela nafas kasar.

"Asisten papah... bakal kesini. Dia perlu penanganan serius."

-o-


Aku dan Jungwoo saling terdiam di depan TV, ruang keluarga. Setelah beberapa saat lalu Asisten dari ayah Jeno yang seorang Psikiater itu datang dan memeriksa Renjun, kami semua hanya diam. Terlebih saat asisten itu menjelaskan semuanya.

"Katatonik. Respon geraknya bakal berlebih ataupun diam terus seperti enggan bergerak. Kita harap cuma sehari ini dia begini, karna kalau sampai berhari-hari takutnya terapi kejut bakal di pake lagi."

Begitulah perkataan asisten yang kuingat, aku bahkan tidak paham Terapi Kejut apa yang dimaksud.

"Gue bakal disini sampe Renjun dijemput buat terapi." Ujar Jungwoo membuyarkan lamunanku, aku menatapnya jelas dan ia menatapku Juga. "Selama dia masih disini dan Dokter itu bilang responnya bakal tiba-tiba, gue khawatir sama lu Kha."

"Gue khawatir lu yang disakiti Renjun tanpa dia sadari."

Aku masih terdiam, tidak bisa berkata apa-apa selain mendengarkan semua ucapannya. Jeno keluar dari kamar Renjun dan ikut duduk diantara kami berdua.

"Papah baru pulang minggu depan, gue harap dia nggak ngamuk sebelum papah pulang." Celetukknya entah pada siapa, yang pasti Jeno sama lelahnya sepertiku.

Ditengah malam ini kami bertiga bahkan tidak tertidur jangankan tertidur berbincangpun tidak.

"Capek nggak Jen?" Tanya Jungwoo memecah keheningan.

"Capek Bang, jujur."

"Wajar, itu manusiawi."

"Teh Sakha capek nggak?" Tanya Jeno padaku. Aku hanya menatap mereka yang sedang merebahkan punggung pada sofa itu.

"Dibanding aku, kamu tetep yang lebih capek Jen."

"Yang capek Renjun Teh, bayangin dia yang kesiksa sama ini semua." Ucap Jeno, membuatku kembali terdiam.

"Kha lu kalo mau kerjain Skripsi, kerjain aja. Gue sama Jeno yang nunggu Renjun." Celetuk Jungwoo, aku menggeleng "Gimana mau ngerjain Skripsi kalo hati nggak tenang dan otak nggak fokus gini?"

"Tapi Teteh harus istirahat. Katanya belum tidur kan?" Tanya Jeno, aku menggeleng "Nggak, nggak ngantuk tenang aja gue temenin kalian aja." Kukuhku, mereka tidak memaksaku lagi melainkan Jeno yang bangkit dari tempatnya dan mengambil Kunci motor. "Gue laper, mau makan apa Bang? Teh?"

"Apa aja yang bisa dimakan." Ujarku, "Gue pengen yamin kuah." Sahut Jungwoo dibalas lemparan bantal oleh Jeno "Jam segini mana ada!"

Jungwoo Terkekeh seraya mengusir Jeno "Apa aja deh, nitip Minuman kelapa aja sama cupacup lima biji."

"Cupacup permen atau Rokok nih?"

"Kagak ngudud gue! Mainannya permen!" Sulut Jungwoo ingin membalas lemparan bantal namun Jeno sudah berlari menjauh seraya terkekeh. Aku ikut tertawa melihat Mereka hingga tanpa sadar aku menguap.

"Pindah gih, ke kamar. Gue di kamar Renjun." Tawar lelaki yang ditakuti di kampus ini. "Enggak, gue aja yang di kamar Renjun." Tolakku seraya bangkit dan mengambil laptop di kamarku.

Noona! ✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang