Sebuah pesan yang terasa begitu menjadi penyemangat hariku.
"Kalo semua dirasa susah, Teteh harus inget aku ya! Apapun itu ayo berjuang bareng!"
-o-
"Duh! Udah berapa kali aku bilang! Bukan gini Der!"
Aku mendengar suara gaduh diluar, sedikit mengganggu tidurku yang tenang.
Kemarin, Aku memutuskan kembali ke kost ku dan bermalam disini, tapi pagi ini aku mendengar keributan. Seperti suara Kania.
Tapi siapa Der?
Mengumpulkan kesadaran, aku berjalan menuju pintu, membukanya dan mendapati sebuah pemandangan dari kamar sebrang.
Itu Kania dengan seorang pria, mereka saling duduk diatas meja kecil dengan buku diatasnya. Syukurlah dia membuka pintu kamar Kostnya sehingga aku tau apa yang mereka lakukan.
Kania yang melihatku langsung tergugup dan kaku. "Kita berisik ya Kha? Sori," lirihnya.
Aku menggeleng masih menatap lelaki disebelah perempuan itu, ia terlihat tidak asing. Sorot mata tajam dan sifat dingin itu.
"Kamu bukannya temen Renjun ya?" Aku menunjuk lelaki itu, sejenak tak ada ekspresi darinya, namun saat matanya menangkapku terlihat jelas kedua pupil yang membesar itu.
"Babysitter nya Renjun!"
Sebuah pukulan mendarat diatas kepalanya setelah ia memekik kata itu padaku, tentu saja Kania menggeplak kepala lelaki itu.
Aku sedikit terkejut melihat Kania yang berani memukul orang. Dia sudah berubah sekarang.
"Sopan!" Pekik Kania pada lelaki yang kuyakin bernama Hendery itu.
Wow, aku benar-benar tidak melihat Kania yang lemah lembut itu.
Anak itu mendengus, "tapi emang iya kan, Teteh ini yang ngasuh Renjun." Membuatku terkekeh.
"Iya, anggap aja gitu. Kalian sendiri ngapain? Masih pagi udah ribut," tanyaku tak ingin memperpanjang pembahasan soal siapa—aku—dan—Renjun.
Kali ini Kania mendengus, "ini ngasih tutor tambahan buat dia, soalnya pelajarannya nggak masuk ke otaknya."
"Disini banget?"
Kania memutar mata seolah menutupi sesuatu. "Kalo diluar ya dimana? Anaknya juga kesini."
Aku hanya mengangguk mendengarnya dan kembali menatap Hendery.
Anak itu terlihat sangat fokus menatap Kania, tatapan tidak asing. Seperti saat Renjun menatapku.
Apasih!?
Aku tiba-tiba menggeleng membuat Kania yang menatapku keheranan. "Kenapa Kha?" Tanyanya.
Aku mengerjapkan mata dan menarik anak rambutku kebelakang, "gapapa, pusing doang baru bangun."
"Renjun kapan pulangnya Kha?" Tanya Kania lagi, ia benar-benar terlihat mengagumi anak itu.
Hendery terlihat sinis mana kala Kania menanyakan Renjun. Aku terkekeh, "katanya hari ini, tapi nggak tau jam berapa."
Kania mengangguk, aku kembali menatap Hendery, "jadi kamu nggak ikut empat yang lain, karna disini?" Tanyaku.
Hendery dengan acuh memajukan bibirnya bermaksud menunjuk Kania, "nggak di bolehin sama Mak lampir."
"Heh! Apa?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Noona! ✔️
Fanfiction[SUDAH TERBIT TERSEDIA DI SHOPEE] ❌TIDAK ADA BAB YG DI HAPUS❌ Kuliah itu pusing! apalagi Skripsi! demi tanda tangan dosen pembimbing, rela deh lakuin apa aja yang penting lulus! Tapi kebayang nggak tuh, kalo dititipin anaknya buat syarat lulus skrip...