31

10.8K 1.4K 739
                                    

"Udah inget?" Tanya Jeno membuatku mengangguk dan malu sendiri.

Jeno mengulum senyumnya, matanya tetap melengkung menambah kesan manis diwajahnya.

"Aku nggak tau kalo ternyata Teteh yang dimaksud Renjun, aku merasa salah udah jatuh kedalam mata Teteh."

-o-

Hujan membasahi jalan, aku yang sudah berada di pelataran Sekolah Renjun masih tetap berdiam didalam mobil.

Merasa pusing dengan apa yang terjadi semalam, tentang pengakuan Jeno.

aku sadar, ia suka padaku.

Apa-apaan ini?

Aku sudah merasa terjebak dengan Renjun, sekarang aku harus terjebak pula dengan Jeno?

Tanpa sadar aku tertawa remeh.

Konyol, aku merasa menjadi pemeran dalam sebuah drama anak remaja.

Tawaku semakin keras, syukurlah aku di dalam mobil.

Aku menarik napas mengontrol ekspresiku, walau masih ada sisa kekehan. otakku tetap bekerja.

Aku hanyalah mahasiswi yang sedang mengerjakan skripsi, kenapa aku berakhir dengan kisah cinta begini?

Jeno dan Renjun, mereka teman kan?
Apa kehadiranku ini malah akan mengacaukannya?

Hah?

Apa yang aku kacaukan?

Aku bahkan masih tidak yakin Renjun menyukaiku juga, aku hanya tau dari ucapan Jungwoo, dan itu belum tentu benar kan?

Tapi aku, merasa tidak yakin dengan diriku sendiri.

Tok, tok, tok!

Seseorang mengetuk jendela mobilku, membuatku sadar dari lamunan.

Ternyata itu Mark, si sutradara proyek, ia bersama dengan Renjun satu payung. Dengan cepat, aku membukakan jendela.

"Sori lama," ucapku merasa tidak enak karna Renjun ditemani oleh Mark seorang.

Lelaki berkacamata itu tersenyum, "gapapa Kha, gue juga sekalian nunggu hujan reda."

Renjun diam dibawah payung bersama Mark, kubuka pintu mobil dan Renjun memasukinya dengan cepat.

"Mark juga kalo mau bareng, ayo. Gue anterin," ajakanku cukup membuat senyumnya mengembang. Ia langsung masuk kedalam mobil dan aku pun berjalan membelah hujan.

"Tadi Renjun, aktingnya bagus banget Kha!" Ucap Mark tiba-tiba, saat kami sedang menyusuri jalan.

Aku melirik Mark dari spion atas, "lancar dong?"

"Lancar banget," Mark mengangkat sebelah jempolnya, dengan senyum yang lebar ia tertawa.

Sedikit berbeda dengan Renjun yang hanya terus diam dikursinya. Aku melirik sekilas, anak itu menatap jalan yang dibasahi hujan.

Sadar dengan diamnya Renjun, Mark menepuk pundak lelaki itu, "diem mulu dari awal dateng."

Aku tersenyum simpul sedikit malu menjelaskan pada Mark, "dia masih marah kali, aku enggak nemenin dia syuting."

Membuat Mark cukup ber-oh ria seraya kembali memainkan ponselnya, membuat suasana menjadi canggung.

Tak lama kami sampai di ISTB, aku menurunkan Mark yang memang meminta untuk berhenti disini. Katanya, kostannya tidak terlalu jauh.

Noona! ✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang