41

7.7K 1.1K 163
                                    

Dibawah langit Bandung yang terguyur air kerinduan oleh setiap insan yang berjauhan.

Aku menciumnya

Dan dia membalasku.

-o-

Pagi begini aku sudah berada diatas kasurku dengan wajah yang kacau, memikirkan kejadian semalam. Perasaan antara percaya dan tidak percaya.

Ya tuhan, apa yang sudah kulakukan semalam?

Tanpa sadar aku menyentuh bibirku. Rasanya masih ada. Lembut, manis dan hangat.

"Argh!" Aku mengacak rambutku frustrasi. Benar-benar merasa gila setiap kali memikirkan semalam.

Apa-apaan malam itu? Kenapa aku lancang sekali? Sakha! Kau melecehkan harga dirimu sendiri sebagai wanita!

Sekarang, bagaimana caraku untuk bertemu Renjun? Menatap matanya pun pasti akan sangat sulit.

Bodoh! Sakha bodoh!

Meniup keras angin dari mulutku. Aku tidak bisa begini, tapi aku tidak tahu harus bagaimana.

Lamunan kembali menyerang benakku, membuatku diam dan dengan tiba-tiba memori semalam terulang lagi. Perasaan itu kembali terasa. Tentang bagaimana ia yang membalas aksiku dengan halus.

Hey? Pikiran apa ini? Kotor sekali!

Aku bisa gila!

Detak jantung dan deru napas seolah berlomba di dadaku. Sial, aku bisa mati karna malu sekaligus bahagia jika seperti ini.

Lagian, kenapa ia membalas ciumanku?

Dan kenapa pula aku menciumnya?

Ah! Sudah! Hilanglah dari pikiranku!

Aku meraih ponsel yang terletak di atas nakas, menatap jam yang tertera dilayar. Aku harus bersiap untuk pergi ke kampus.

Apa aku langsung pergi saja tanpa mengatakan padanya?

Aku malu untuk melihatnya.

Tapi dia tidak bisa ditinggalkan sendirian.

Lagi-lagi aku menggelengkan kepala dan menampar kedua pipiku. "Urusan itu nanti aja! Sekarang mandi dulu!" Pekikku lalu bangkit dari kasur.

Tok, tok, tok.

Itu aku, mengetuk pintu setelah berdebat dengan diri sendiri selama kurang lebih dua puluh menit.

Aku menarik napas agar tenang dan coba kembali mengetuk pintu.

"Ren?"

tidak ada jawaban dari si empunya kamar. Hingga aku memutuskan untuk mengetuk pintu kamarnya sekali lagi.

"Njun?"

Hening, sepertinya ia benar-benar masih terlelap. Tapi aku harus segera pergi ke kampus karena Pak Huang mempersilakanku daftar sempro terlebih dulu.

Dan jelas aku tidak bisa meninggalkannya sendirian dirumah.
Karena sekali lagi ku tekankan, anak ini kan penakut.

Aku masih mengetuk dan menunggunya di depan pintu. "Renjun?" panggilku, dan benar-benar tidak ada jawaban.

Apa ia tidak tahu, jika akupun disini berdiri dengan perasaan yang kacau dan tak karuan? Bisa-bisanya ia mendiamiku, semakin membuatku uring-uringan.

Aku mencoba mendorong pintu kamarnya dan ternyata berhasil. Ia tidak mengunci pintu kamar.

Di dorong pelan pintu jati itu, aku dapat melihat tubuh nya yang masih merebahkan diri diatas kasur layaknya kepompong yang tergulung selimut.

Padahal sekarang sudah jam sembilan pagi.

Noona! ✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang