"Aku lemah, kamu lemah, nggak ada manusia berhati baja di bumi ini."
Kuusap pelan pipi halus itu hingga sebutir air mata mengalir dari manik kelamnya. Aku menghela napas sebelum kembali menenangkannya.
"Kita sama Ren, tetap sama bagaimanapun itu."
-o-
Jungwoo dan aku menatap keheranan kearah Renjun yang kini hanya merebahkan kepala diatas meja Dokter Taeil.
"Nggak tau, aku mager ngapa-ngapain," ia bergumam sendiri.
Lagi, ia masih bergumam. "Kosong, perasaan aku kosong."
Matanya menatapku dan Jungwoo bergantian, pipinya yang terhimpit meja malah semakin ia tekan dengan mulut yang ia biarkan monyong tak berbentuk.
"Hah...."
Anak itu mendesah, membuatku dan Jungwoo semakin bingung melihatnya.
Dokter Taeil hanya terkekeh melihat Renjun, namun ia sudah mencatat sesuatu di catatannya. Ia mengeluarkan beberapa obat Renjun yang kubawa.
"Nah, gini ya, Kha," ia menunjuk pada empat jenis obat yang di tatanya.
Ia menarik dua diantara obat tersebut termasuk susu yang biasa diminum. "apa yang kamu kira itu bener, dia masuk fase depresi lagi ya," ucapnya cukup membuatku terkejut.
"Ini normal karna kemaren dia udah lewatin fase campuranya yang antara manic dan depresi disini, pas rawat inap, maka fase ini pasti muncul. Jadi dua obat ini harus dihentikan sementara," ia kembali menjeda ucapannya dan menuliskan sesuatu di atas kertas.
Ia menunjuk tiga nama obat yang ia tulis, "tambahannya harus minum tiga obat ini, termasuk obat cair susu ini saya tarik dulu sesuai permintaan dokter Lee."
Aku bingung, karna aku merasa jika Renjun tidak meminum obat susu itu ia akan kembali kambuh. Namun, Dokter Taeil seolah mengerti, ia kembali menyatukan semua obat yang tersisa.
"Dokter Lee bilang ada riset lanjutan untuk obat itu, maka harus di hentikan sementara karna belum tentu di produksi lagi. Efeknya memang akan membuat Renjun kambuh, tapi perlu saya tegaskan, karna ini fase depresi, kekambuhan yang akan dialami oleh Renjun tentu akan berbeda dibanding kemarin."
Aku mencerna semua ucapan dokter Taeil, ia menghela nafas dan kembali melingkari tiga resep obat itu. "Obat ini tentu untuk menekan setiap kekambuhan dan mestabilkan emosionalnya setiap kali depresi," jelasnya.
Ia kembali melanjutkan, "dan kekambuhan yang saya maksud adalah kemungkinan tindakan bunuh diri."
Hening, hanya itu yang tergambar setelah penjelasan dari Dokter Taeil.
Jungwoo pun sama heningnya denganku, Renjun tidak usah ditanya, anak itu kini hanya menatap Jendela di balik mejanya dengan kosong.
"Maka dari itu, memang untuk fase sekarang akan banyak perhatian ekstra. Saya resepkan tiga obat baru menjadi lima ini, tentu bukan tanpa alasan, setidaknya ini bisa membantu untuk menahan keinginan bunuh diri yang biasanya muncul."
Aku tersenyum getir dan mengangguk pada dokter Taeil.
Iya, aku merasa akan ada sesuatu yang lebih besar dan berat menghampiriku. Usapan halus terasa dipundakku, ternyata Jungwoo, ia tersenyum berusaha menguatkanku.
Perasaan ragu kembali muncul di benakku.
Apakah aku bisa?
-o-
KAMU SEDANG MEMBACA
Noona! ✔️
Fanfic[SUDAH TERBIT TERSEDIA DI SHOPEE] ❌TIDAK ADA BAB YG DI HAPUS❌ Kuliah itu pusing! apalagi Skripsi! demi tanda tangan dosen pembimbing, rela deh lakuin apa aja yang penting lulus! Tapi kebayang nggak tuh, kalo dititipin anaknya buat syarat lulus skrip...