Prolog

5K 234 5
                                    


Hari Minggu, Sehari sebelum tahun ajaran baru

Athala memarkirkan mobil honda jazz nya di garasi dan melihat pengumuman pembagian kelas di handphonenya. Tidak banyak berubah, ia masih sekelas dengan teman-teman sesama lintas minat Ekonomi-nya. Memang tidak banyak siswa IPA angkatannya yang memilih kelas lintas minat ekonomi karena dianggap sulit. Mayoritas siswa memilih lintas minta yang lebih sederhana seperti Bahasa Inggris dan Sosiologi. 

"Daven.. Nessa.. Ezra... Rafella?" ujar Athala dalam hati ketika melihat nama Rafella, kakak kelasnya yang baru saja kembali setelah pertukaran pelajar ke US selama setahun. Mata Athala terpaku pada satu nama yang selalu membuatnya tersenyum. "Sekelas lagi," pikirnya. 

Ketika Athala memasuki ruang tamu, ia mendengar suara yang memanggilnya manja. "Keponakan tante yang ganteng. Apa kabar?" ujar Aqila Rezkytama, tantenya, yang sedang bergosip dengan ibundanya Andita Suryadwipa. Aqila dan Andita adalah kakak beradik yang terpaut umur 6 tahun. 

"Eh ada tante." Athala mencium tangan tantenya. "Baik tante. Besok udah masuk nih. Kelas XII sekarang."

"Wahh. Keren deh. Kamu mau masuk mana sayang?"

"Mau masuk FK (Fakultas Kedokteran) dong, kan cita-citanya dari kecil jadi dokter, La." Andita menjawab pertanyaan Aqila bahkan sebelum Athala sempat menjawab. 

"Athala mah pasti bisa, kan pinter," puji Aqila lagi sambil menyemangati keponakannya. Athala hanya tersenyum simpul sambil mengangguk dan berpamitan untuk kembali ke kamarnya. 

Athala duduk di meja belajarnya dan menyiapkan beberapa hal yang harus ia bawa besok. Binder baru, alat tulis baru, dan tentunya laptopnya. Athala mengeluarkan laptopnya dan membukanya. Ia menyadari bahwa masih ada materi business plan yang harus ia selesaikan untuk presentasi besok. 

Banyak buku buku bisnis terjajar rapi di meja belajar Athala. Beberapa prototype bisnis nya pun terpampang di mejanya. Athala masih asik bekerja ketika ia mendengar suara ketukan di kamarnya. 

Athala dengan cepat memasukkan prototype desain untuk kemasan bisnis kuenya ke laci dan membuka pintu kamar. Ayahnya sudah berdiri di depan pintu kamar dan langsung melangkah ke kamarnya. 

Taufan Suryadwipa, ayah Athala, berbadan tegap dan berwajah keras layaknya ayah-ayah yang tegas terhadap anaknya. Pembawaanya sangat berwibawa. Ia duduk di kasur tempat tidur Athala. 

"Semua buku sudah di beli?"

"Sudah, pa."

"Bimbel sudah mulai?"

"Abang ikut pola selasa-kamis."

"Sama Daven juga?" tanya Taufan.

Athala mengangguk. "Iya, sama yang lain juga."

"Nilai kamu jangan kalah ya sama Daven atau yang lain. Belajarnya makin giat. Udah kelas XII gak boleh lagi ada main main. Semua harus terfokus ke belajar. Ingat, dari kecil cita cita kamu jadi dokter kan?"

"Iya, pa. Abang bakal rajin kok."

"Selain bimbel kamu les privat juga, sama guru les nya Kenzie dulu. Pokoknya papa minta yang terbaik buat kamu. Jangan sampai semua usaha kita sia-sia hanya karena kamu lengah. Masih sibuk organisasi?"

"Abang demisioner bulan Oktober. September juga masih bantuin temen di Champion."

*demisioner = turun jabatan

*champion = cup di sekolah mereka

Ayahnya mengernyit. "Menganggu pelajaran tidak?"

"Enggak pa. Percaya ya sama abang."

Taufan menepuk bahu anaknya. "Kamu satu satunya kebanggan papa dan mama. Jaga kepercayaan kita. Kamu pasti bisa jadi dokter hebat kayak mama kamu. Oke? Janji sama Papa?"

"Janji, Pa. Abang gak bakal bikin kecewa Papa dan Mama." Taufan keluar dan menutup pintu. Janji yang berat. Apa mungkin ia bisa? Apa yang akan ia jalani setahun ini? Apakah langkahnya masuk ke fakultas kedokteran akan lancar-lancar saja?

Banyak pertanyaan yang mengisi kepala Athala. 

Pertanyaan yang hanya bisa ia jawab dengan menjalani perjalanan di kelas XII ini. Perjalanan yang menurut orang orang lain merupakan kisah klasik yang tidak akan terlupa seumur hidup. Cita dan cinta masa SMA? Benarkah begitu?

Entahlah. Yang Athala tau, besok ia akan memulai perjalanan baru nya di kelas XII






(Bukan) Kisah KlasikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang