Bagian 36: Family Portrait

714 59 13
                                    

Malam itu

Waktu menunjukkan tepat jam 8 malam. Cantika membuka-buka buku soal latihan try out SBMPTN. Ia mengerjakan beberapa soal bacaan Bahasa Indonesia. Terkadang terlihat aneh, setiap hari kita berbicara dengan Bahasa Indonesia, tetapi mata pelajaran ini menjadi tantangan tersendiri. Cantika hanya membuka buka kertas dan ia merasa stuck di tempat. Emang bener, dia paling gak bisa belajar sendiri.

Saat itu seperti ada koneksi batin antara ia dengan mantannya ketika Daven mengirimkan chat.

Daven: Can, gue mager deh belajar sendirian. Mau belajar bareng gak?

Ajakan itu datang di saat yang tepat, dengan cepat Cantika pun membalas:

Cantika: Mager pergi. Lo ke sini aja deh.

Daven: Meluncur

Tak sampai setengah jam kemudian Daven mengabarkan kalau ia sudah sampai di depan rumah Cantika. Cantika membukakan pintu. Mamanya melihat Daven masuk.

"Halo, Tante!" Daven mencium tangan mama Cantika dan duduk di ruang tengah. Cantik menuju ke dapur untuk mengambilkan Daven minum. Mamanya tersenyum dan meyindir sang anak. "Jadi Daven nih, bukan Athala?"

"Mah! Aku gak mau bahas-bahas ini!" ucap Cantika.

"Athala tuh baik banget loh," balas sang mama sambil membantu anaknya membuatkan minuman untuk Daven.

"Emang," balas Cantika.

"Tapi kamu sadar gak? Senyum kamu tuh beda kalau lagi sama Daven. Bahagianya beda. Kamu yakin kamu udah gak ada perasaan apa apa lagi sama Daven?" ucap mamanya mengingatkan.

"Gak tau ah mah!"

"Kamu ini aneh. Kamu putusin Daven bilangnya mau konsentrasi buat belajar, bilangnya ngerasa gak bisa satu sama lain dulu, betul kan? Padahal mah kenyataanya yang bisa bikin kamu semangat malah Daven. Yang bikin kamu happy Daven. Ujung-ujungnya juga nyari Daven. Kalau mau balikan ya gak apa apa kok. Gak perlu lah belajar sampe putusin pacar gitu," nasihat mamanya. "Kasihan Athala, Can. Kamu kasih sinyal sinyal ke dia entar dia ngarep loh. Cukup mama aja pas muda yang suka nyakitin cowok, kamu jangan!" canda mamanya. 

"Athala itu anak baik banget, mama gak tega lihatnya!" ucap mamanya. Obrolan ini berubah jadi obrolan yang intim.

Cantika mengangguk tanpa kata dan ketika minuman yang dibuatnya selesai ia membawakannya ke meja tengah. Daven sedang belajar mengerjakan beberapa soal wacana Bahasa Indonesia. Cantika duduk di samping Daven dan bertanya beberapa hal. Tanpa ia sadar tangan Daven terlingkar di badannya, seperti layaknya dahulu.

Di Rumah Athala

"Mama tau dari mana Athala pindah soshum?" tanya Athala kaget. Andira memeluk anaknya dan merebahkan kepalanya di wajah Athala. "Mama kan ibu kamu, mama tau gerak gerik kamu. Mama juga notice buku buku di tas kamu. Papa belum tau kok," ujar Andira menenangkan anaknya.

"Kamu bener bener gak mau masuk kedokteran?"

Athala menggeleng manja di dekapan sang ibunda. "Athala mau jadi pebisnis. Athala pengen belajar bisnis."

"Emang jadi pengusaha harus kuliah bisnis, Tha?"

"Gak sih, Ma. Cuman Athala mikir. Dengan Athala kuliah bisnis, Athala tuh jadi tau, gimana kondisi ideal dalam bisnis. Ya, gimana harusnya itu dijalanin. Meskipun ya Athala tau kenyataanya bisnis tuh gak kayak teori yang dipelajarin, tapi dengan minimal kita belajar idealnya gimana kita bisa punya pembanding, Betul gak?" jawab Athala berusaha menjelaskan argumennya.

Perasaan lega muncul di hati Andira. Anaknya bukan sekedar anak yang didorong oleh nafsu dan gengsi dalam memilih kuliah. Ia yakin Athala punya pertimbangan matang. "Lakuin yang kamu anggep bener ya, Tha," bisik mamanya.

(Bukan) Kisah KlasikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang