Bagian 28: Taufan dan Andita

789 80 2
                                    


Athala memarkirkan mobilnya dan memasuki rumahnya setelah seharian bimbel. Ia hendak langsung memasuki kamarnya ketika ia menyadari papanya duduk di kursi ruang tamu,.

"Bang, sini, papa mau ngomong," ucap papanya.

"Kenapa, Pa?" tanya Athala santai. Sudah sebulan tidak ada cekcok antara Athala dan ayahnya, tapi kali ini ekspreis ayahnya mengisyaratkan kemarahan.

"Papa baru dapat email nilai try out kamu," ucap papanya.

Athala sedikit panik. Ia memang mengikuti try out saintek di bimbelnya, tetapi itu hanya formalitas. Ia fokus belajar sendiri dan les privat untuk materi soshum bersama Nessa.

"Nilai Try Out kamu masih jelek ini. Nilai segini belum bisa masuk kedokteran. Ayo dong. Udah semester baru kok masih kayak gini."

"Itu rata-rata juga segitu, Pa."

"Kamu udah papa kasih bimbel bagus, fasilitas bagus semua, tapi kok masih gini. Rata-rata tuh belum bagus, kamu tau kan standard nilai Fakultas kedokteran itu berapa?"

"Iya tau, Pa."

"Nah makanya. Ayo dong. Kamu ini perlu apa lagi sih? Perlu les privat!"

"Gak usah, Pa."

"Kamu ini mengecewakan terus. Ayo dong! Kamu ini masih papa lembekin. Papa dulu kelas 3 SMA lebih giat dari ini. Apa kamu masih bisnis bisnis gak jelas?"

"Enggak, pa," ujar Athala berbohong.

"Dulu papa gak punya fasilitas, tapi bisa lebih tekun dari kamu!"

"Selalu aja papa nyama-nyamain sama standard Papa. Ya udahlah!" Athala terlalu lelah untuk berdebat dan langsung ngacir masuk ke kamarnya. Ini sudah puncak dari semua kelelahannya.

Saat itu terdengar ketukan di pintunya. Athala membuka pintu dan Andita, mamanya, tersenyum sambil membawakan sebuah susu hangat. "Minum dulu susunya,. Capek kan kamu?" Andita masuk dan duduk di meja belajarnya. Andita melihat beberapa buku ekonomi dan sosiologi. Ia sedikit curiga tapi tidak mau terlalu memikirkannya.

"Jangan marah ya sama papa kamu."

"Gak marah, Mah. Kecewa aja. Athala diteken terus kayak gini."

"Papa kamu dulu hidupnya berat, Bang. Sudah karakter dia kayak gini. Dia cuman pengen satu, kamu jadi orang sukses, gak direndahin orang. Gak dipandang sebelah mata. Itu semua demi kamu."

"Itu demi ego dia, Ma."

"Kamu harus tau cerita hidup papa kamu," ucap Andita

Flashback

Di Fakultas Kedokteran

Andita yang masih berusia 20 tahun duduk di taman fakultas sambil mengingat pesan yang masuk di pager nya tadi. Ia yakin pria itu akan datang meskipun sudah terlambat setengah jam dari janjinya di awal. Andita menghabiskan waktu dengan membaca-baca buku tentang neurologi yang harus ia pelajari untuk ujian empat hari dari sekarang.

Konsentrasinya sedikit buyar ketika ia melihat dari kejauhan seorang pria yang kira kira seumurya setengah berlari menujunya, Ia mengenakan kemeja yang sederhana dengan celana bahan berwarna coklat.

"Dit, maaf ya aku terlambat. Tadi metromini nya mogok di tempat sepi. Jadi aku harus nunggu bus berikutnya," kata Taufan sambil terengah-engah.

Andita tersenyum rama. "Gak apa-apa, fan. Aku sambil belajar kok. Udah duduk dulu sini ngadem bentar, capek kan pasti."

Taufan pun duduk di samping Andita sambil memperhatikan kampus tempat Andita berkuliah.

"Dulu aku mau masuk sini loh. Jadi dokter," gumam Taufan sambil mengenang cita cita masa kecilnya.

(Bukan) Kisah KlasikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang