Bagian 24: Impian Ezra Ganindra

874 81 8
                                    

Beberapa bulan lalu di Dago, Bandung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa bulan lalu di Dago, Bandung

"Macet apaan sih ini?" keluh Ezra melihat kemacetan yang menghadang di jalanan utama bandung tersebut. Ezra merebahkan badannya ke kursi mobil dan mamanya yang kali ini sedang mengecat rambutnya dengan warna biru tua mengelus kepalanya.

"Sabar sayang." Mama Ezra berusaha menyabarkan Ezra yang bete karena macet. "Ini lagi ada wisuda di Sabuga kayaknya," Mama Ezra melihat beberapa atribut wisuda di jual di pinggir jalan.

Papa Ezra yang sedang asik main HP tiba tiba memiliki ide random. "Parkir aja, Zra. Turun yuk. Lihat arak-arakan wisuda."

Ezra memandang dengan wajah malas. "Panas gak sih?"

"Enggak sayang. Seru deh."

Karena enggan melawan mamanya, Ezra akhirnya menuruti keinginan kedua orang tuanya. Ia memarkirkan mobilnya di sebuah Factory Outlet dan mereka berjalan kaki di tengah suasana adem di Bandung. Mahasiswa-mahasiswa berkeliaran membawakan bingkisan dan kado untuk hari bahagia teman teman mereka.

Wajah berseri orang tua mahasiswa pun bertebaran di sana. Suasana yang sangat menyentuh .Seorang orangtua memeluk anaknya yang mengenakan topi sarjana sambil menangis Orang tua itu berbisik. "Nak, biar Ibu cuman tukang jualan warung, Ibu bangga kamu akhirnya bisa jadi sarjana."

Ezra tertegun melihat pemandangan itu. Sesuatu yang sama dengan apa yang Daven rasakan ketika ia melihat gedung Fakultas Kedokteran. Sesuatu yang... magical.

Ketika mereka melewati gedung Fakultas Seni Rupa dan Desain, mama Ezra berhenti sebentar memandangi tempat kuliahnya dulu. Mama Ezra adalah lulusan Seni Rupa ITB dan papanya adalah lulusan Teknik Mesin ITB.

"Zra, dulu mama kamu itu cewek paling cantik di kampus. Belum lagi di kampus penuh cowok gini, gayanya paling modis. Susah deketinnya," kata Papa Ezra tiba tiba curhat. "Untung papa keren," lanjutnya memuji diri sendiri. Ya, keliatanlah sifat narsis Ezra turun dari mana.

"Papa kamu dulu ngejar-ngejar mama dua tahun loh. Mama tolak, tapi ya... ngeliat papa kamu usahanya keras ya, luluh juga mama," Mama Ezra mengenang masa masa mudanya dulu.

Saat ini mereka sedang memandangi sebuah kolam yang didalamnya terdapat peta Indonesia atau yang biasa disebut dengan kolam Intel. Ezra memandang ibunya dan bertanya sesuatu yang selalu ingin ia tanyakan.

"Ma, Pa. Mama Papa dua duanya lulusan ITB kan. Kenapa mama papa gak pernah nyuruh Ezra masuk ITB?"

Papa Ezra tersenyum. "Duduk sini yuk. Pemandangannya pas nih," ujarnya sambil merangkul anaknya. Ezra duduk dan papanya memandang dengan penuh keseriusan, tidak seperti biasanya.

"Ini hidup kamu. Bukan hidup papa, bukan hidup mama. Papa dan mama itu udah jalanin banyak banget kejadian hidup. Kita sadar betul orang belajar itu dari pengalaman. Papa pengen anak laki laki papa satu satunya jadi anak yang bisa ambil keputusan, biarpun keputusan itu salah. Bisa tau apa yang kamu mau dan bisa tanggung jawab atas pilihan itu."

(Bukan) Kisah KlasikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang