Bagian 29: Irish Whiskey

931 76 10
                                    


Di ruang Aula.

Guru BK mereka, memulai pengarahan tentang jalur undangan. Suatu jalur untuk memasuki perguruan tinggi negeri tanpa tes. "Jadi untuk 50% dari kalian yang mendapatkan peringkat tertinggi akan dibuka jalur khusus undangan. Besok akan diumumkan siapa saja yang mendapatkan jatah untuk mengikuti program ini. Meskipun kami sudah punya perkiraannya, tetapi pasti ada saja yang berbeda setiap tahunnya," tekan Bu Tika, guru BK kelas XII.

"Ada pertanyaan?"

Salah seorang siswa mengangkat tangannya. "Bu, kalau saya mendapatkan jatah, tapi saya tidak ingin mengambilnya karena saya mau kuliah di luar negeri apakah bisa?"

"Oh tentu saja bisa. Malah jika kalian belum yakin untuk mengambilnya, mendingan jangan. Kalian bisa diskusi lebih lanjut dengan kami di ruang BK," tambah guru BK mereka.

Di saat yang sama, guru-guru lain membagikan selebaran ranking paralel dari 200 siswa IPA dan 100 siswa IPS di sekolah mereka. Perbincangan pun langsung hangat dan semua orang melihat peringkat mereka. Berarti peringkat yang akan diambil adalah 100 orang dari IPA dan 50 orang dari IPS.

"Wanjay. Gue peringkat 109 cuy. Gue kira gue lebih bego dari ini." Ezra memamerkan namanya yang ia kira bakalan ada di pojok bawah.

"Tinggi juga lo. Anjing gue 134," gumam Daven yang tidak kaget dengan hasil tersebut.

"Gue 167. Santai aja, Ven!" kata Rafella yang hanya bisa tertawa. Memang nilai kelas X dan XI nya hancur lebur. "Can, Nes lo gimana?"

"Gue 34," gumam Nessa pendek.

"56. Mayan lah ya. Semoga gak banyak yang ambil arsi deh."

"Gue 95. Nanggung banget nih," kata Athala yang jantungnya berdegup karena peringkatnya ada di pojok-pojok batas 50% siswa.

"Kalau lo ambil Ekonomi, bokap lo gimana, Tha?" tanya Daven penasaran.

"Gue bakal ngomong kok."

"Kapan?"

"Ya pokoknya sebelum pendaftaran undangan."

Ezra merangkul Athala. "Kalau lo di usir dari rumah dan dicoret dari kartu keluarga, silahkan ke rumah gue. Tapi mak gue jangan disikat ya?" lanjutnya asal.

"Gak lah. Gak akan sampe diusir," ujar Athala yakin. "Kayaknya."

"Sebentar ada pengumuman tambahan!" ujar Bu Tika yang menyelak kehebohan anak anak setelah menadatkan daftar ranking paralel. "Masih ada satu jalur lagi yaitu penerimaan untuk kelas Internasional. Kalian bisa dua tahun kuliah di Indonesia dan dua tahun kuliah di luar negeri. Jadi buat yang berminta segera lapor ke kami ya!" Bu Tika harus mengumumkan dengan setengah berteriak karema siswa-siswa yang udah terlanjur heboh dengan ranking mereka.

"Kalau aku gak dapet gimana ya?" ucap suara Cantika yang duduk di belakang Daven. Mendengar omongan itu, Daven langsung berbalik dan mau menghibur Cantika, tetapi ia menyadari kalau Cantika tidak sedang berbicara dengannya.

"Dapet kok. Berdoa aja, jangan berhenti belajar juga, Can. Tapi dapet kok. Aku yakin." Athala memberikan tos semangat kepada cantika. Daven yang mendengar itu menyadari kalau sekarang Cantika dan Atahala sudah menggunakan panggilan aku-kamu.

Di saat teman temannya heboh, Nessa terdiam dan melihat peringkatnya. Ia merenungi sesuatu dan seperti sedang berpikir keras, lebih tepatnya berbicara dengan dirinya sendiri, seakan ada ragu yang muncul di hatinya.

Nessa mengeluarkan handphonenya dan mengetik pesan singkat:

Nessa: Bang, aku bingung banget

(Bukan) Kisah KlasikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang