Bagian 44: Akhir Kisah Klasik (END)

944 72 15
                                    

Di bawah tangga, Taufan dan Andita berbincang pelan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di bawah tangga, Taufan dan Andita berbincang pelan. "Kamu mau apa?" tanya Andita kepada suaminya. Proses perceraian mereka masih berjalan, Andita belum mau mencabut gugatannya. 

"Aku mau ngomong sama kamu dan Athala," bisik Taufan.

Andita menatap sinis. "Kamu sudah terlalu banyak ngomong. Sekarang saatnya kamu belajar mendengar." 

Taufan terdiam dan mereka berdua mendengarkan dialog Athala dan teman temannya dari atas, terutama soal apa yang Athala katakan ke Daven tentang pilihan hidupnya dan pilihan orang tuanya. 

Mereka berbincang hingga hampir jam 1 malam dan mereka memutuskan menginap. Mereka menggelepar di kasur besar yang disediakan Athala. Ketika semua sudah tidur Athala turun ke bawah dan melihat kedua orang tuanya terdiam di ruang tamu. 

"Papa ngapain ke sini?" Athala bertanya bingung sekaligus sinis. Athala duduk di samping mamanya.

"Kamu ternyata sudah dewasa ya. Papa berpikir lama sekali." Air mata Taufan menetes. "Papa pengen yang terbaik untuk kamu, tapi Papa salah. Kamu sudah dewasa dan punya pilihan sendiri. Papa memproyeksikan semua mimpi mimpi Papa yang gak kesampaian ke kamu, tanpa melihat apa yang kamu mau. Papa denger semua dialog kalian tadi di atas. Papa sadar papa yang salah," lanjutnya. Taufan akhirnya mau menurunkan egonya untuk mempertahankan apa yang menurutnya berharga.

"Ego papa terlalu tinggi. Papa hanya mau bilang, papa berharap masih ada ruangan di hati kalian untuk memaafkan papa. Papa tidak bisa kehilangan dua orang paling berharga di hidup papa." Taufan terlihat sangat menyesali tindakan kerasnya selama ini. Athala memandang Andita dan keduanya duduk di kanan dan kiri Taufan.

"Maafin juga kalau Athala gak bisa bikin bangga papa. Athala gak mau kita pisah." Athala bersandar ke pundak ayahnya. 

"Dit, kamu mau nerima aku lagi?" ujar Taufan sambil mengecup kening Andita. 

Andita mengangguk. "You're my true love. Let's get better together... as a family.

Ketiga orang itupun saling berpelukan. Andita membuka suara. "Athala, mama kepikiran sesuatu. Kamu kan pengen jadi entrepreneur. Ada kampus swasta bagus yang teruji kualitasnya di bidang entrepeneurship. Kenapa gak kamu masuk sana aja?"

"Mama papa gak apa apa Athala kuliah swasta? Athala udah search dan emang programnya bagus banget!"

"Negeri, Swasta asal kamu pilih bedasarkan kualitas sama saja, sayang. Kita pilih kuliah bukan bedasarkan gengsi, tapi bedasarkan kualitas. Swasta kalau secara kualitas bisa bersaing dengen negeri kenapa enggak? Mama juga denger di sana tugas dan experience nya bagus. Athala mau tes di sana?"

Athala mengangguk. "Mau mah, Mau banget. Papa bolehin?"

Taufan mengangguk. "Kalau itu bisa mengantar kamu menuju impian kamu, Papa akan dukung."

Athala tak percaya. "Papa kenapa berubah?"

"Papa sadar keberadaan kalian lah yang berharga, dan papa denger dialog kamu dan temen temen kamu tadi. Papa gak sadar kamu se-dewasa itu. Papa salah menilai kamu." Taufan akhirnya bebesar hati untuk menerima apa yang Athala mau. 

(Bukan) Kisah KlasikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang