Bagian 19: Cerita dari Lapangan Sepak Bola

1.1K 91 10
                                    


"CUY!" teriak Ezra tiba tiba di pojokan kelas sambil melihat hp nya. "Gue gak jadi bareng lo semua deh ke psikotest nya," kata Ezra tiba tiba. Minggu ini memang mereka akan mengikuti psikotes yang diadakan oleh bimbel mereka dan bekerja sama dengan Fakultas Psikologi Universitas X.

Universitas X adalah universitas favorit, apalagi fakultas kedokterannya. Tempat impian Daven dan Athala untuk melanjutkan kuliah. Mereka semangat bukan hanya karena akan mengikuti psikotes doang tapi juga mereka janjian melihat gedung FK Universitas X untuk menambah motivasi mereka.

"Apaan dah, kita kan rencananya nginep di tempat lo H-1" kata Daven kesal pada Ezra yang suka membatalkan rencana tiba tiba.

"Paling juga cewek." Rafella mendengus melihat kelakuan Ezra. "Pantes dibilang raja PHP."

"Kok lo sinis sih?" Ezra heran melihat reaksi Rafella. "Cemburu yak. Cie tuh kan," Ezra menyentuh dagu Rafella sambil bercanda menggodanya. Rafella menepis tangan Ezra. "Gak jelas."

"Cewek mana lagi sih?" tanya Cantika heran dapet aja.

"Anak kelas gue," kata Ezra sambil merapihkan rambutnya. Rambut Ezra memang meruapkan bagian yang paling ia banggakan dari tubuhnya, selain bahunya. Ezra menjadi sensitif kalau ada orang yang mengacak rambutnya.

"Anyway lo denger gak sih, si Yaya bilang, dia ada tips gitu buat ngegambar pohon di psikotes, biar katanya hasilnya bagus, mau latihan gak sih?" Rafella menceritakan apa yang baru saja ia dengar dari geng nya Yaya.

Wajah Nessa langsung berubah serius. "Gue suka bingung deh sama orang orang yang gitu. Kalau mau keliatan tegas gambarnya harus gini, kalau mau keliatan rajin harus gini."

"Emang kenapa Nes?" tanya Athala.

"Psikotes tuh tujuannya apa? Untuk tau kan kemampuan kita sama minat kita, yang nilai juga psikolog profesional, tau lah pasti kalo lo nge-fake dan gak konsisten. Bukannya lebih bagus kalau kita jadi diri kita apa adanya?" jelas Nessa lagi.

"Kalau gue pengen jadi dokter tapi hasil psikotes nya bilangnya gue bukan disarankan ke kedokteran gimana, Nes?" tanya Athala lagi.

"Ya itu kan pilihan lo. Hasil psikotes kan cuman jadi salah satu pertimbangan, Tha. Gue cuman gak pengen diantara kalian ada yang pengen banget sama sesuatu jadi kayak buta gitu. Kalian pengen itu ya cuman karena lihat orang atau sekedar menuhin nafsu tanpa tau sebenernya apa sih kelebihan sama kekurangan kalian. Kalian gak gali diri kalian dulu dan semua yang kalian lakuin cuman untuk menuhin ego dan nafsu kalian terhadap satu jurusan tertentu," tegas Nessa lagi.

Mereka semua terdiam, benar kata Nessa. Mereka semua belum pernah benar benar menggali seperti apa diri mereka.

"Gue boleh nanya gak, menurut kalian kelebihan kalian apa?" tanya Nessa kepada kelima temannya. "Apapun, boleh skill boleh sifat," ujar Nessa lagi.

"Gitar," kata Daven.

"Gambar," gumam Cantika.

"Kelebihan gebetan kekurangan pacar," lanjut Ezra yang masih gak serius.

"Bingung..." timpal Rafella.

"Kita suka lupa untuk gali diri kita gak sih, jadi bahkan kita gak sadar modal apa yang kita punya." Nessa berusaha menyimpulkan.

"Lo bisa nilai gak Nes menurut lo kelebihan kita apa?" tanya Athala kepo. Nessa berpikir sejenak. "Gue bukan psikolog sih, ini pengamatan gue aja,"

"Daven, lo tuh fighter. Lo kayak Captain America. Tiap lo jatoh, lo pasti bangun lagi. Dan lo tau, kita gak akan bisa ngalahin orang yang gak pernah menyerah. Lo punya fighting spirit," jelas Nessa.

(Bukan) Kisah KlasikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang