15- Something wrong

80.7K 5.9K 235
                                    

"Ada beberapa yang harus kau simpan sendiri, karena seisi bumi tak mengerti."

-

"So?" tanya Ghia sambil menaikkan sebelah alisnya. Keduanya, sekarang sedang berada di taman belakang rumah. Kerlipan bintang-bintang menyambut indah di gelapnya angkasa. Namun, hati Ghea begitu gelap.

Ghea yang sedang berdiri, menghembuskan nafas sejenak. Dia balas menatap Ghia yang sedang duduk di kursi taman depannya dengan sebelah alis naik memandangnya.

"Aku... aku ketemu sama dia di lapangan basket tua, di pinggiran kota, dan ternyata rumah-"

Ghia memotong cepat. "Lo bohong! Gue tahu rumah Axel gak disana, sialan!" Ghia merasa bener-bener dipermainkan, begitu menyebalkan.

"Jangan dipotong dulu," pinta Ghea memelas. "Lebih tepatnya ... rumah lamanya, rumah masa kecilnya. Dan kebetulan dia lagi kesana."

Ghia menganguk, ia menatap kerlipan kejujuran dimata Ghea. Itu artinya Ghea tak berbohong.

"Oke, terus gak mungkin kan, seorang Axelle Zega mau nganter orang asing kayak lo pulang?" tanya Ghia lagi, tak bisa menyembunyikan nada cemburu di kalimatnya.

Ghea mengangguk, "mungkin karena udah malem?" tebaknya, karena baik dirinya sendiri tak mengerti, kenapa Zega mau mengantarnya pulang.

Ghia menganguk. Axel memang sangat bertanggung jawab. Masuk diakal. Tapi, dia tetap begitu kesal, karena untuknya saja begitu susah agar bisa diantar Axel.

Gadis cantik itu bergegas bangkit dari duduknya, sebelum benar-benar pergi. Ghia menyempatkan untuk berbisik pada Ghea.

"Jangan pernah coba-coba deketin Axel... kalau lo gak mau dalam bahaya." nadanya tajam dan penuh peringatan, bener-bener tak ingin orang lain mengusik miliknya. "Gue harap lo sadar diri dan pergi jauh-jauh dari kehidupan gue ataupun Axel."

***

"Apa harus hilang dulu, baru dicari?" kata Ghia pada Jasmine disampingnya. Keduanya tengah menatap Zega yang sedang membaca buku di bangkunya yang terletak di samping kanan dari tempat mereka duduk.

Jasmine menepuk pundak Ghia prihatin. "Kayaknya, kalau lo hilang juga gak bakal dicariin deh Ghi, kayaknya malah kesenangan dianya."

Ghia cemberut. "Apa iya?" ragunya sambil menatap intens Zega dari tempat duduknya. "Dia gak tertarik sama gue, sama sekali?'' Jasmine malah diam, binggung ingin menjawab apa.

"Ghia!"

Ghia terlonjak. Gadis yang hari ini mengerai rambut panjangnya itu menoleh dengan gaya imut saat melihat Daffa di depan pintu kelas, gadis itu bergegas mendekat.

"Gue kira lo nggak ke sekolah," kata Ghia sambil menatap Daffa, kemudian tersenyum kecil.

"Gue pasti dateng lah, demi lo." balasan Daffa selalu dengan gombalan membuat Ghia berdecih sejenak.

"Lebay-nya kumat, tuh!'' sosor Jasmine sambil memeletkan lidahnya dari tempat duduknya.

"Sotoy lo istrinya Aladin," jawab Daffa membuat satu kelas menyoraki Jasmine.

Ghia yang melihat itu terkekeh kecil kemudian balik menatap Daffa lagi. "Ada apa?"

Daffa mengaruk tengkuknya kikuk. "Nggak sih," katanya, "cuma lo cantik hari ini."

Pipi Ghia bersemu merah, "apasih! Tambah gaje aja lo!" Ghia bener-bener tak habis pikir dengan Daffa yang selalu aneh.

Zega dari tempat duduknya diam-diam melirik, namun tak terlalu peduli dan kembali sibuk dengan kegiatannya.

***

Ghea bergegas memasukan semua buku-buku nya kedalam ranselnya untuk segera ke perpustakaan. Namun, sebuah panggilan menghentikannya. Dia berbalik ke belakang dan melihat Ivana yang baru saja memanggilnya.

"Kenapa?" Ghea menghampiri Ivana yang sedang duduk di bangkunya sambil memainkan ponselnya.

"Gue laper, lo sekarang beliin gue mie ayam, terus dianter kesini! Nggak pake lama! Nih duitnya," kata Ivana sambil menyodorkan selembar uang berwarna biru kedepan Ghea.

Ghea menerimanya dengan sedikit gelisah.

"Masih ngapain lagi! Sana cepetan!"

Ghea terkejut. Ia mengangguk dan segera beranjak dari tempat Ivana. Kemudian membuang nafas panjang, berharap segera jauh dari orang-orang yang selalu memperlakukannya seperti pembantu di kelas ini.

Setibanya di kantin, suasana sangat ramai karena bel istirahat yang sebentar lagi berbunyi. Ghea mengembuskan napas berat. Gadis itu bergegas menuju penjual mie ayam dan memesannya.

Iris hitam Ghea melirik kemeja ditengah. Dimana ada dua orang cewek dan satu orang cowok duduk disana dengan bahagia. Dilihat dari percakapan dan raut wajah mereka yang tersenyum.

Ghia. Jasmine. Daffa.

Tiba-tiba saja matanya bertabrakan dengan manik mata hitam Daffa. Lelaki itu tersenyum, kemudian memanggil Ghea kesana. Ghea mengeleng, namun Daffa terus-menerus memangilnya membuat ia merasa tak enak.

Ghea mendekat dengan langkah pelan. Bener-bener takut dengan apa yang akan terjadi kedepanya. Ghia pasti bakal murka.

"Btw... nih cewek yang waktu itu dibully sama temen kalian, yang kasar itu, siapa namanya gue lupa?" kata Daffa pada Jasmine dan Ghia yang sedang membicarakan suatu barang di ponsel Ghia.

"Ivana?" tebak Ghia sambil mengangkat wajahnya dari ponsel. Seperti terkena sengatan listrik. Tubuhnya menegang sempurna. Iris kelabu dan hitam itu sempat beradu tatap dengan tatapan tak bisa diartikan.

"Ghi!" panggil Jasmine menyadarkan Ghia. "Ini mau dipesan kapan bajunya?" lanjut gadis itu melirik lagi keponsel.

Ghia masih dalam mode shock sehingga belum menjawab.

"Iya, Ivana kasar banget jadi cewek," lanjut Daffa.

"Lagian kenapa sih, biarin aja, kan urusan Ivana sama nih cupu, lagian dia juga ngeselin," balas Jasmine asal.

"Perut gue sakit, gue pergi dulu!" kata Ghia cepat, kemudian gadis itu bangkit pergi dari kantin membuat semuanya disana binggung, Jasmine langsung mengejarnya karena gadis itu bahkan melupakan ponselnya. Ada sesuatu yang salah disini.

***

Ghea [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang