09- Family?

89.4K 6.7K 66
                                    

"I miss the old me."

-

Pagi-pagi sekali, sebelum matahari terbit, Clea sudah berada di dapur. Gadis itu sedang membantu Bi Ebi, memasak sarapan pagi. Semua untuk memperbaiki semuanya yang hancur semalam. Semoga semuanya bisa kembali membaik.

"Non Clea, nggak ke sekolah?" tanya Bi Ebi heran pada anak majikannya itu yang membantunya di dapur padahal sudah pukul enam pagi, ia sudah disini sejak pukul empat tadi.

Clea tersenyum lebar sambil nyengir. "Lea gak ke sekolah, Bi. Gak enak badan," katanya merajuk.

Bi Ebi hanya mengangguk, walaupun binggung sekali tumben Clea membantunya membuat sarapan. Ada apa toh?

"Semalam bibi kemana?" tanya Clea binggung.

"Semalam bibi ada urusan non, pulangnya juga udah subuh. Emang kenapa toh?"

Lea mengangguk-angguk. "Enggak kok, Bi." membukanya lagi terasa begitu menyakitkan. Clea lanjut menyiapkan sarapan bersama Bi Ebi.

Gadis itu kemudian tersenyum lebar saat melihat kakak kesayangannya, turun dengan pakaian sekolah lengkap, gadis itu bergegas menghampiri dan memeluk lengan kakaknya. "Lea udah masakin kakak nasi goreng, loh."

Zega tersenyum, ia mengusap puncak kepala adiknya sayang. Melihat adiknya yang hanya memakai piyama tidur, membuat Zega mengernyitkan keningnya binggung. "Lea gak ke sekolah?"

Clea mengeleng cepat, sambil nyengir. "Lea gak enak badan, kak."

Zega mengangguk. "Udah minum obat?"

Clea menganguk cepat, walaupun nyatanya belum.

Zega melirik saat adiknya dengan gerakan cepat menyendokanya nasi goreng kepiring dan langsung mendorong kearahnya. Zega terkekeh dan langsung melahap nasi goreng tersebut disaat Clea kembali memutar susu untuknya walaupun Bi Ebi sudah menolak dan berkata bahwa dia saja, tapi gadis itu menolak dan malah membuatnya.

Clea duduk sambil mengetuk jarinya risau dimeja makan. Kerutan di dahi Clea membuat Zega melirik, mata gadis itu hanya tertuju ke arah tangga lantai dua. Zega berdehem canggung, ia tahu mamanya belum mau turun saat kejadian semalam, sedangkan Clea semakin merasa bersalah.

"Lain kali jangan pergi sama dia lagi," kata Zega memperingatkan adiknya.

"Iya Kak." Clea menjawab. dia menatap kearah tangga sekali lagi. "Mama ... marah sama Lea?"

Zega mengeleng. "Mama hanya butuh waktu, kemarin Mama cemas banget waktu kamu gak ada dirumah, setelah kamu pulang sama Dinda, mama langsung shock, mama cuma takut kamu malah lebih sayang sama ... Dinda. Takut, kalau kamu bakal tinggalin Mama."

Clea mengeleng tegas. "Lea lebih sayang sama Mama. Tapi, kata Papa Lea gak boleh benci sama tante Dinda," katanya lungas.

"Mulai sekarang, Lea bisa milih, tetap sama Mama dan Kakak, atau ikut Papa dan Dinda?"

Bi Ebi yang berniat, menyajikan makanan lagi di meja makan, menghentikan langkah dan kembali lagi ke dapur. Kalau sudah membahas masalah keluarganya, Bi Ebi tak ingin ikut campur. Dulunya rasanya semuanya baik-baik saja, keluarga tempat ia bekerja ini harmonis, hingga pada pertengkaran hebat satu tahun lalu, dan berlanjut ke perceraian hingga Tuan Matthew pergi dan memutuskan untuk tidak tinggal disini lagi.

Rumah ini menjadi sepi. Kebahagiaan dulunya seperti direnggut paksa oleh kegelapan.

Rumah ini sekarang seperti ... kota mati. Tidak ada lagi keceriaan, walaupun masih ada satu titik yang bersinar.

Clea.

Meskipun tetap bersinar, Clea tak bisa mengelak kalau cahayanya tak sehangat dulu.

"Lea mau sama Kakak dan Mama," kalimat itu meluncur bebas dari mulut perempuan berambut hitam panjang itu. Matanya memancarkan ketulusan, ia menatap kakaknya lagi. "Clea ... gak mau kehilangan, Kakak dan Mama seperti Papa."

Zega mengeleng. "Tidak Lea, kita tidak kehilangan papa tapi papa yang meninggalkan kita."

Kalimat itu membungkam Clea. Sakit. Selama ini berpura-pura. Apalagi dia sudah kelas VII SMP. Dia mengetahui semuanya, namun memilih pura-pura tak tahu. Namun, ternyata lebih menyakitkan.

Zega mengusap puncak kepala Clea, sebelum pamit pada semua disana.

Ghea [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang