"It turns out that everyone has their own sweet side."
-
Ghea membuang nafas panjang. Dia memandang ke arah luar jendela. Hujan turun disana, dan membuatnya merasa begitu sedih. Entah karena apa, dia merasa berada di situasi yang salah. Dia seperti sedang bermain dengan kehidupannya sendiri. Dan dia tak tahu apa yang akan terjadi karenanya.
"Ghia, are you feel good?"
Ghea tersentak, dia menoleh pada Jasmine yang sedang bertanya. Bukanya membalas, Ghea justru bertanya-tanya, bagaimana jika gadis itu tahu, ini adalah dirinya, si cupu, apakah dia akan membully Ghea seperti yang sering temannya-Ivana lakukan, atau melakukan hal lainya.
"Ghia? Are you okay?" ulangnya.
Ghea tersentak, dan tersenyum. "I'm fine."
Jasmine menganguk. "Kalau gitu kerjain tugas kita dong, jangan diangurin gitu."
"Tugas?" balas Ghea tak paham.
"Gosh! You're serious? Lo ngapain aja dari tadi, Ghi. Ini waktunya udah mau habis." Jasmine terus mencerocos membuat Ghea semakin pusing.
Ghea melirik soal dipapan, dan saat itu dia membuang nafas gusar.
Welcome to hell, because i hate math.
•••
Jasmine cemberut. "Lo kenapa sih, Ghi? Lo sakit, jadi mendadak bego? Kok bisa sih lo nggak bisa ngerjain soal matematikanya!"
Ghea menunduk, selama ini dia selalu masuk sepuluh besar di kelas. Tapi, semenjak pura-pura menjadi Ghia, dia menyadari kapasitas otaknya berbeda. Dia bahkan sepertinya sebelas duabelas dengan Jasmine.
Selama ini dia IPS, dia lebih suka, geografi, ekonomi, dan sosiologi dibandingkan fisika, kimia dan biologi. Dan untuk matematika, kenapa menjadi lebih sulit? Sepertinya, Ghea harus belajar banyak daripada dia membuat rekor baru dalam peringkat untuk Ghia.
"Lo jadi aneh pas awal masuk tahu nggak sih, lo nggak amnesia, kan?" Jasmine terus mengoceh di sela keduanya berdiri didepan bendera sambil hormat karena tak mengerjakan soal matematika dikelas.
Ghea tak membalas, dia menunduk, terik matahari begitu membuatnya pusing, apalagi ditambah kicauan Jasmine.
"Ini juga kenapa panas banget sih, shit." suara Jasmine menjadi samar-samar, dan terakhir yang diingatnya dia mencium semen lapangan sebelum semuanya gelap.
•••
Ghea membuka matanya samar-samar, yang pertama kali dilihatnya adalah ruangan serba putih. Dan Ghea langsung bisa menebaknya-Uks.
"Lo udah sadar?" suara itu membuat Ghea tersentak, dan menoleh. Daffa masuk dengan kantong putih di gengamanya.
"Lo udah ngerasa baikan?"
Ghea mengangguk.
"Gue yang bawa lo kesini, habis Jasmine malah teriak-teriak kayak orang gila. Ya, sebelum pak mamang datang, lah. Lo tahu sendiri, kan?"
"Thanks." Ghea jelas tahu, lebih baik di gendong Daffa daripada pak mamang yang kegenitan itu.
"Nih buat lo, makan." Ghea meraih kantong putih yang di sodorkan Daffa. Gadis itu duduk dan bersandar di kepala tempat tidur.
"Kamu nggak ikut belajar?"
Daffa terkekeh. "Seharusnya lo nggak perlu nanya lagi, kan?"
Ghea mengernyit. "Maksudnya?"
Daffa memandang Ghea lama. Membuat, Ghea buru-buru mengalihkan pandangannya, sengaja membuka isi kantong putih di pangkuannya.
"Ya, anything for you. Lagipula, sejak kapan gue segitu tertariknya sama pelejaran sampai nggak bolos?" ucap Daffa sambil mengusap puncak kepala Ghea pelan.
Ghea mengaduk bubur ayamnya. Dia berdehem, Daffa ternyata bisa soft seperti ini. Selama ini yang dia ketahui tentang laki-laki ini hanyalah seorang berandalan yang hobi membuat masalah di sekolah.
Tetapi, ternyata semua orang memiliki sisi manisnya tersendiri jika berhadapan dengan orang yang mereka suka.
•••
A/n:
It's hard day. But its okay.
Don't forget to vote and coment, yall!
Xoxo,
Carlin.
03 Oktober 2020.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghea [PROSES PENERBITAN]
Teen Fiction❝Sangat sulit tumbuh dalam keluarga yang sempurna, saat kamu tak sempurna.❞ Kata siapa anak kembar itu sama? Nyatanya anak kembar juga memiliki banyak perbedaan; fisik, otak, bahkan kasih sayang. Sayangnya Ghea tak seperti Ghia yang cantik, yang pin...