"I'm going to read what i want, and listen to what i want, and i'm going to look at paintings and watch old romance films. And, i'm gonna talk to people, who know lots about lots."
-
"Jangan nangis lagi," kata Zega tepat ketika dia melepaskan pelukan mereka.
Ghea tersenyum dan mengangguk. Zega meraih tangganya, mengengamnya, membawa ke mobilnya yang terparkir asal di pinggir jalan.
Zega dan Ghea masuk kedalam mobil itu. Zega meraih hoodie di jok belakang dan memberikan pada Ghea tanpa bicara apapun.
Ghea menunduk, memandang hoodie hitam Zega dalam disela mobil yang dikendarai mereka melaju.
"Zega," panggil Ghea pelan. "Aku nggak mau pulang kerumah. Kita ke rumah masa kecil kamu, boleh?"
Zega memandangnya sejenak, dan mengangguk sambil tersenyum.
***
Ghea duduk di loteng rumah masa kecil Zega. Zega menyalahkan lampu, dan detik berikutnya ruangan itu menjadi terang. Ghea bergegas menuju buku-buku di rak, sangat bersemangat.
"Lo suka nonton film, Ghe?" tanya Zega yang berdiri menghadap ke jendela loteng dimana bintang-bintang masih bercahaya.
"Film?" Ghea mengulangi, dia berpikir sejenak. "Aku suka Titanic, 500 days of summer, Romeo dan Juliet. Itu sih, film-film yang paling berkesan buat aku."
Zega tersenyum. "Lo milih film yang semuanya sad ending, ya?"
Ghea tersentak. "Eh?" dia bahkan tak sadar.
Zega tertawa. "Gue juga suka filmnya, santai."
Ghea tersenyum, dia mendekati Zega tanpa membawa buku di tangannya.
"Lo nggak baca?"
Ghea menggeleng. "Aku mau dengar cerita dari kamu."
"Cerita apa?" tanya Zega. Dia dan Ghea sudah berbaring memandang loteng kamar yang kosong, hanya kayu berwarna coklat yang tertangkap mata.
"Cerita apapun aja. Hobi kamu?"
"Random." Zega mengangkat bahunya. "Gue pengen tahu banyak hal jadi gue coba. Dan refleks kalau gue suka langsung jadi hobi. Belakangan ini gue suka main skateboard, seru. Mau main bareng?"
Mata Ghea berbinar. "Hebat, kamu bisa apa aja. Mauu! Dari dulu aku pengen banget main skateboard tapi nggak pernah tercapai."
Zega tertawa. "Oke, nanti gue chat, ya?"
Ghea mengangguk semangat.
"Kalau lo? Lo suka apa?"
Ghea tersenyum. "Baca buku, dengar lagu, sama fotografi."
Ghea berpikir sejenak, kemudian memandang Zega. "I'm going to read what i want, and listen to what i want, and i'm going to look at paintings and watch old romance films. And, i'm gonna talk to people, who know lots about lots."
Ghea tersenyum lebar. "And I want to do everything with you. Cause i feel like i can be anything with you."
Zega memandang Ghea dalam. "Great, let's do it. "
Ghea tersenyum, matanya memancarkan binar bahagia yang membuat Zega merasa begitu nyaman. Zega suka ketika Ghea tersenyum, senyumannya manis dan memikat membuat senyuman Zega merekah lebih lebar.
***
"Pergi!" teriak Ghia ketika Martin sampai dirumah sakit. Lelaki itu begitu kalut dilihat dari raut wajahnya yang kusut. Dia mendekat dan berniat mengengam tangan Ghia namun langsung disentak kasar oleh gadis itu.
"PERGI! POKOKNYA PERGI! SEMUA INI KARENA PAPA-MAKSUD GHIA KARENA 'KAMU MAMA KAYAK GINI! GHIA NGGAK MIKIR APA AJA YANG DILAKUIN GHEA SAMPAI KELUARGA KITA SEBRANTAKAN INI!"
Daniel semakin pusing. Ghia begitu keras kepala dan semakin meperunyam suasana dengan teriakan dan pekikanya, mereka bahkan sampai menjadi pusat perhatian orang-orang yang lewat.
"Ghia tenang-"
"DIEM!" Ghia berteriak. "Gue udah nggak mau dengar apapun lagi. Karena lo ada disini, tolong usir dia Daniel." Ghia melangkah pergi, Daniel ingin mengejarnya namun terhenti kala melihat Martin masih berdiri disana dengan memandang kedalam ruangan Anita.
"Om-"
Martin memotongnya. "Kamu masih hidup?"
Daniel menghela nafas panjang dan menceritakan semuanya.
***
A/n: spam emot fav kalian! Kalau aku 🦋🦄🐣🌼💗⚡🌈!
Bubay,
Aerlyn.
16 Desember 2020.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghea [PROSES PENERBITAN]
Teen Fiction❝Sangat sulit tumbuh dalam keluarga yang sempurna, saat kamu tak sempurna.❞ Kata siapa anak kembar itu sama? Nyatanya anak kembar juga memiliki banyak perbedaan; fisik, otak, bahkan kasih sayang. Sayangnya Ghea tak seperti Ghia yang cantik, yang pin...