"Learn to love without expectation."
-
Ghea melangkah memasuki rumah dengan sedikit lelah, hari ini dia sangat capek dengan semuanya. Yang terlintas di pikirannya sekarang, hanya kasurnya yang empuk agar segera menjemputnya ke mimpi. Namun, matanya justru terbuka lebar saat melihat pemandangan didepannya.
"Mama!"
Anita yang sedang memasuki Geze kedalam kerdus bekas menoleh. "Ghia?"
"Geze mau diapain ma?" tanya Ghea, dengan cepat meraih kucing itu dan memeluknya erat.
Anita membuang nafas. "Kita buang aja ya kucingnya, kucingnya ngotorin rumah banget."
"T-tapi, kan Geze cuma dikamar ma, apa salahnya, sih? Aku bener-bener suka sama kucinnya ma, tolong jangan di buang."
Anita membuang nafas gusar. "Jangan lupa beliin kandang biar nggak berkeliaran di rumah. Kamu ganti baju, terus makan, mama tunggu di meja makan, ya?"
Ghea menghela nafas lega.
***
Lelaki itu membuka pintu kamar apartemennya dan masuk kedalam. Menyalahkan lampu dan seketika ruangan itu menjadi terang.
"Lo udah baikan?"
Gadis yang sedang duduk diatas tempat tidur menoleh. "Matiin lampunya."
"Kenapa?" lelaki itu mendekat, menaruh kantong berisi makanan yang baru dibelinya dimeja.
"Nggak, gue cuma ngerasa senang aja di kegelapan."
"Lo udah baikan?"
"Seperti yang lo lihat," balas gadis itu. "Gue cuma mikir apa ... semua orang bener-bener berpikir gue udah meninggal?"
Lelaki itu tertawa. "Jangan terlalu overthinking, mending lo makan dulu."
"Lo tahu nggak apa yang selalu mengisi kepala gue belakangan ini? Kalau gue nggak ikutin lo ke apartemen lo buat ambil paspor lo yang ketinggalan, dan berakhir ketinggalan pesawat. Apa gue udah meninggal, sekarang?"
Daniel tersenyum. "Lo tahu itu yang disebut takdir."
Ghia mengeleng. "Menurut gue ini kesialan. Karena semua ini, gue ataupun lo, kita nggak bisa nunjukin diri karena tiket kita udah di check in Mbak Tika, orang-orang bener berpikir kita meninggal Daniel. Kita hidup tapi dalam bayang-bayang ketakutan. Gue takut tunjukkin diri gue, gue takut orang-orang berpikir gue buruk karena nggak pergi ke Jepang."
Daniel mengeleng. "Lo salah, asumsi lo salah Ghia. Mereka sayang sama lo, mereka mau lo kembali. Gue binggung dengan pikiran lo, kalau aja lo mau kembali dan ceritain semuanya tanpa lari dari kenyataan seperti ini, bukankah lebih baik?"
Ghia mengeleng. "Gue nggak mau ditertawain, gue nggak suka. Gue nggak mau terlihat menyedihkan. Lo tahu?"
Daniel membuang nafas. "Terserah lo, gue bakal nunjukin diri pas malam valentine, gue dengar sekolah ngadain acara. Kalau lo mau terusin sandiwara lo, silahkan."
Ghia turun dari tempat tidur dan masuk ke dalam kamar mandi, menyalahkan keran air dan berikutnya hanya suara percikan air yang terdengar.
Namun, Daniel tahu dia sedang menangis lagi. Sehingga lelaki itu menghampiri pintu kamar mandi dan mengetuknya karena Ghia mengunci dari dalam.
"Ghia? Everything is okay, stop crying."
***
Hi, udah berapa lama nggak update ya? Nyaris sebulan nggak, sih? Aku jarang on wattpad, lagi sibuk rl sih. Dimaklumi ya, love u all!
Xoxo
Carlin.
19 Oktober 2020.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghea [PROSES PENERBITAN]
Teen Fiction❝Sangat sulit tumbuh dalam keluarga yang sempurna, saat kamu tak sempurna.❞ Kata siapa anak kembar itu sama? Nyatanya anak kembar juga memiliki banyak perbedaan; fisik, otak, bahkan kasih sayang. Sayangnya Ghea tak seperti Ghia yang cantik, yang pin...