33- You must accept it babe

60.3K 4.6K 125
                                    

"Promise to love you even on the hard days. "

-

"Ghi, mama udah pesanin makanan kesukaan kamu, ayo sini, sayang." Ghea mengercap ketika memasuki rumah dan Anita dengan terburu-buru menariknya menuju meja makan.

"Enak, kan?" Anita menatap makanan di atas meja, kemudian memandang Ghia. "Ini yang spesial tahu."

Ghea mengangguk. Memandang banyak ramen didepan. Ghea tak terlalu menyukainya, tapi dia mencoba yang terbaik.

"Papa ... belum pulang, ma?"

Anita yang mendengar ucapan Ghea menoleh padanya. "Belum, kayaknya papa kamu jadi lebih sibuk, kan, Ghi?"

Ghea menunduk, dan mengangguk begitu saja. Tak ingin memberitahu bahwa sebelum tiba di rumah, dia melihat Martin sedang bersama seseorang. Namun, sebisa mungkin, Ghea mengelakkan pikiran negatifnya. Dia tak tahu apa-apa tentang Martin, siapa tahu itu adalah salah satu kerabatnya.

•••

Hari-hari berlalu, dan Ghea merasa semuanya semakin jauh. Gadis itu menghembuskan nafas panjang, berjalan sepanjang koridor disertai pandangan mata orang-orang di koridor, yang lama kelamaan membuatnya semakin terbiasa, walaupun sebelumnya dia sudah mengumpulkan niat untuk berani.

"Ghia." panggilan itu membuat Ghea berbalik dan menemukan Daffa berlari ke arahnya, disertai senyuman hangat lelaki itu.

"Hi," ujar Ghea begitu saja, dalam hati bertanya-tanya, apakah Daffa akan tetap tersenyum hangat kepadanya ketika tahu yang sebenarnya?

"Kaku banget sih lo," balas Daffa yang membuat Ghea diam. Dia memang kaku.

"Ayo." Daffa tiba-tiba mengengam tangannya dan membawanya menuju kelas.

Langkah Ghea terhenti sejenak ketika dia melihat Zega sedang memandangnya dari jauh.

***

Erlan duduk didepan Ghea. Lelaki itu meminta bertemu, Ghea tak punya alasan untuk menolak lagi. Semuanya harus sebiasa mungkin.

"Lo mau makan apa, Ghi?" tanya Erlan kemudian berdehem. "Belakangan ini, gue udah nggak lihat Ghea lagi, dia kemana?"

Ghea menghentikan tangannya yang ingin meraih menu diatas meja. "Pergi." Ghea memejamkan matanya. "Dia pergi jauh, gue nggak tahu kemana."

"Oh?" balas Erlan terdengar agak aneh. "Lo baik-baik, kan?"

"Seperti yang lo lihat. Lo mau ngomong apa? Gue punya urusan," balas Ghea cepat-cepat, ingin sekali meningalkan Erlan.

"Oh, gue cuma mau bilang, gue sayang lo. Kita bener-bener nggak bisa ulang semuanya?"

Ghea tersenyum miris dalam hati. Bagaimana bisa, bertahun-tahun dia menyukai Erlan dan dibalas lelaki itu dengan menyukai Ghia.

Ghea tak pernah marah atau menyesal, dia pantas mendapatkannya.

Ghea meraih tasnya cepat dan berdiri dari duduknya. "Gue ada urusan mendadak maaf, Er."

Erlan sedikit terkejut. "Lo nangis?"

Ghea mengeleng cepat, walaupun sudah tak menyukai Erlan, hal ini seperti tamparan baru untuk luka dihatinya. "Enggak, mata gue kelilipan."

"Lo nggak mau jawab?" tanya Erlan ketika Ghea sudah melangkah pergi.

Ghea berbalik memandangnya dengan senyuman. "Every time i feel love, i got pain from it."

Erlan mengernyit.

"Gue nggak pernah percaya cinta dari orang yang sama yang udah nyakitin gue." kemudian Ghea pergi.

Erlan menunduk, sejak kapan Ghia seperti itu? Merasakan sakit dari cintanya? Kenapa dia justru mirip ... Ghea?

***

A/n: Pendek banget, kan? Huh, aku harus cepat-cepat nyelesain cerita ini, harusssss!!!!

Vote dan comentnya baee!

Xoxo,

Carlin.

25 September 2020.

Ghea [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang