46- Sacrifice

59.6K 4.6K 568
                                    

"Bisakah kita bertukar tempat untuk sementara, sehingga kamu bisa merasakan menjadi 'aku?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bisakah kita bertukar tempat untuk sementara, sehingga kamu bisa merasakan menjadi 'aku?"

-

Semua sudah hancur. Ghea membuang nafas panjang. Dia harus bisa menerima semua ini. Menerima semua konsekuensi dari perbuatannya sendiri. Dia melakukannya untuk kebaikan, namun pandangan orang-orang justru sebaliknya.

Ghea membuka pintu rumah dengan dada bergemuruh cepat. Takut dengan apa yang menunggunya didalam sana.

Ghea melangkah masuk. Sepi dan hening. Dia lupa pak Ujang masih menunggunya di sekolah. Dan, Ghia pasti belum pulang. Ghea berkeliling, mencari bi Ima yang tak ada dimana-mana.

"Mama?" panggil Ghea. Perasaannya sedikit tak enak, apalagi ditambah keadaan sebelum dia pergi tadi, Anita sama sekali tak membalas ucapannya.

Ghea berlari dalam kegelapan. Tak peduli sudah berapa banyak benda yang dia tabrak. Dia menuju pintu kamar kedua orangtuanya. "Ma! Mama!" Ghea menggedor-gedor pintu yang terkunci.

Gadis itu gelapan. Dia meraih rambutnya, melepas jepit disana. Dan membuka pintu yang terkunci. Lumayan lama sampai pintu itu bener-bener bisa terbuka.

Ruangannya gelap, hanya samar-samar cahaya bulan yang terlihat dari jendela kamar.

Ghea mencari saklar lampu dan menyalahkannya. Dan, seketika ruangan itu menjadi terang.

Ghea terkejut dan termundur kaget. Bibirnya bergetar, dan matanya mulai berair. "Ma... mama." gadis itu berlari cepat menuju tubuh Anita yang terkelungkai di lantai kamar dalam keadaan tak sadar. Mulutnya mengeluarkan busa, dan ada botol racun serangga di dekatnya.

Dan, yang lebih membuat Ghea kalut, sebuah surat perceraian di sekitarnya.

***

Ghea duduk gelisah didepan UGD. Gadis itu memainkan tangannya gelisah, menanti-nanti dokter keluar dari dalam ruangan itu namun tak ada tanda-tanda pintu didekatnya dibuka.

"Don't cry." Ghea menghapus air mata yang mendadak turun. "Everything is okay," ucap Ghea menyengemati dirinya sendiri.

Dia masih memakai gaun yang tadi digunakannya di pesta, rambutnya acak-acakan, dan dia tak memakai apapun di kakinya.

Langkah kaki terdengar keras di lantai lorong, perlahan-lahan, pelakunya mulai terlihat.

Ghia berlari mendekat dengan cepat. Dia nampak sedih dan marah di satu waktu. Ketika gadis itu sampai tepat didepan Ghea, sebuah tamparan mendarat dengan sempurna di pipi Ghea.

Ghea terkejut, memegang pipinya yang terasa begitu nyeri.

"LO PERUSAK! LO HANCURIN SEMUANYA, LO YANG BUAT MAMA KAYAK GINI! LO SELALU JADI PERUSAK DULU ATAUPUN SEKARANG! LO SELALU HANCURIN HIDUP GUE! LO—" Ghia berteriak sampai mereka menjadi pusat perhatian disana. Gadis itu menyeka air matanya kasar. Memandang Ghea nyalang. "LO SELALU HANCURIN KEBAHAGIAAN GUE."

Ghea menggeleng. Kepalanya memusing, semua ucapan Ghia meninggalkan sesuatu di hatinya. Bukankah, selama ini dia yang selalu mengorbankan semuanya untuk Ghia?

Dia memberikan sepedanya waktu kecil karena sepeda Ghia rusak, dan rela pulang sekolah berjalan kaki. Dia rela mengantikan tugasnya ketika SMP untuk Ghia, karena gadis itu lupa mengerjakan, dan berakhir dirinya dihukum membersihkan semua toilet di sekolah. Dia membiarkan mama dan papa lebih peduli pada Ghia. Dia membiarkan Ghia menjadi juara umum, walaupun sebenarnya dia juga bisa. Dia membiarkan Ghia mendapatkan semua perhatian kedua orangtuanya. Dia membiarkan Erlan untuk Ghia. Dia membiarkan mama dan papa untuk menyayangi Ghia saja.

Tapi ... tapi apakah semua itu kurang? Ghea menjadi sekacau ini karena dia memberikan semuanya untuk Ghia. Dia menjadi tak sepintar Ghia lagi, karena Ghea tak mau banyak belajar dan melewati kepintaran Ghia. Ghea tak mau ikut kursus dan berdiam di kamar hanya untuk Ghia bisa jauh di atasnya.

Dan, ketika dia dan Ghia sudah seperti langit dan bumi sekarang. Apakah, Ghea yang selalu merebut kebahagiaan Ghia?

Ghea menggeleng. Tidak sama sekali. Ghia tidak pernah mengerti. Dia bahkan menyamar menjadi Ghia untuk gadis itu. Untuk membuat dia selalu dicintai semua orang.

"LO!" nafas Ghia memburu. "SENANG-SENANG NYAMAR JADI GUE SELAMA INI BIAR BISA DILIHAT KAYAK RATU! LO BUAT GUE MUAK! LO BUAT MAMA ... MAMA SAKIT! LO SELALU PERUSAK! LO HIDUP HANYA UNTUK JADI PERUSAK ORANG LAIN! LO ... GUE BENCI LO! BENCI BANGET! PERGI DARI SINI, GUE NGGAK MAU LIHAT MUKA LO!"

Ghea menatap Ghia kosong. "Bisakah kita bertukar tempat untuk sementara, sehingga kamu bisa merasakan menjadi 'aku?"

Ghia menangis seolah-olah dia yang paling terluka disini. "PERGI!" teriaknya.

Ghea mengangguk. "Maaf, semua emang salahnya aku." kemudian gadis itu bergegas meninggalkan Ghia. Dia menghapus air matanya kasar. Ghia tak pernah tahu seberkorban apa dirinya dalam hidup gadis itu.

Ghea membuang nafas panjang, meraih ponselnya, dan mengirimi pesan ke seseorang.

Ghea: tolong ke rumah sakit sekarang, Zega. Ghia butuh kamu. Tolong datang, demi aku.

Dan lagi-lagi, Ghea mengorbankan semuanya yang dia punya untuk Ghia. Dia mengorbankan Zega yang sudah seperti rumahnya untuk pulang untuk Ghia. Dan seharusnya Ghia sadar diri; kalau selama ini dia yang selalu mencuri kebahagiaan Ghea. Bukan sebaliknya.

***

A/n: update lagi dong. Mana spam comentnya sayang, sayangku.

Btw, kalau ad typo diatas dimaklumi mata aku udah 100000 watt, dan aku sama sekali nggak baca lagi, langsung post.

Don't forget to follow my instagram account; carlin.ulle biar tahu banyak hal dan kapan Ghea update🦋🌸

bubay,

carlin.

30 November 2020. (Last day on my favorite month.)

Ghea [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang