49- Die?

62.9K 4.4K 861
                                    

"Darling, you deserve better

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Darling, you deserve better."

-

"Mama sadar!" pekik Ghia senang, dia keluar dari dalam ruang inap Anita dan memberitahu Daniel yang duduk di depan. Lelaki itu sudah berjaga disana dua hari ini, tak ada yang meminta, namun dia melakukannya.

"Serius?" Daniel bangkit dari duduknya dan melangkah masuk ke dalam ruangan inap Anita.

Anita sudah membuka matanya sepenuhnya, namun tatapan itu kosong dan hampa. Raut wajahnya datar. Ghia yang membuka mulut untuk bercerita tak digubris sama sekali.

"Ma—"

"Keluar." Anita meminta yang membuat Ghia mengernyit heran. Tak pernah dia diperlakukan seperti ini sebelumnya. Ghia paham, Anita pasti masih tertekan dengan semuanya. Tapi, Ghia tak pernah berpikir dia juga bisa di perlukan seperti ini.

"Ma dengar Ghia dulu, banyak yang belum mama tahu—"

"SAYA BILANG KELUAR! KAMU BUDEK?!"

Ghia termundur kaget, badannya gementaran karena ini pertama kalinya dia dibentak seperti ini oleh Anita.

Daniel memegang lengannya karena dia hampir terjatuh. Bibir Ghia keluh, dia tak tahu harus mengatakan apa. Rasanya begitu menyakitkan.

Daniel membawa Ghia keluar dari ruang inap Anita ke rooftoop rumah sakit.

Ghia menggeleng tak percaya. "Nggak mungkin mama ngebentak gue. Ini semua pasti gara-gara Ghea. Dia yang pasti buat semua kehancuran ini. Dia yang pasti buat mama dan papa benci gue! Pasti gara-gara dia! Dasar perempuan sial! Gue bener-bener benci banget sama dia!"

***

Ghea membuang nafas panjang. Bunyi gaduh terdengar dari dalam rumah. Ghea sekarang sedang berada di rumah sendirian. Ghia selalu menemani Anita di rumah sakit. Semua pekerja dan pembantu di rumah mereka sudah di pecat Martin kemarin. Ghea masih bener-bener belum mengerti dengan semuanya.

Ghea keluar dari kamarnya, berusaha sebisa mungkin tak menimbulkan suara. Dilihatnya Martin sedang bersama seorang wanita.

Ghea terkejut, apalagi ketika keduanya mulai berciuman. Ghea bener-bener shock, gadis itu melangkah dengan cepat kembali ke kamarnya dengan gementaran.

Ghea duduk di atas tempat tidurnya dengan pikiran berkecamuk.

Martin selingkuh. Makanya lelaki itu meminta bercerai dengan Anita. Ghea menggeleng, dia tak bisa memikirkan segala kemungkinan terburuknya. Tubuhnya bergetar hebat karena takut. Bahkan, Ghea tak paham dengan reaksi tubuhnya sendiri.

Dia menangis. Ghea lebih suka ketika Martin dan Anita bersama walaupun tak pernah menganggapnya ada. Daripada harus hancur seperti ini.

Semuanya... semuanya pasti karena ulahnya. Ghea selalu yang membuat kerusakan. Ghea yang selalu membuat keluarganya hancur.

Ponselnya berbunyi, Ghea berniat mematikan ponselnya. Namun ketika nama Zega tertera disana, Ghea mengurungkan niatnya, dia tak pernah bisa mengabaikan Zega. Bahkan, jika hanya ada satu pilihan untuk hidup, itu cuma Zega.

"Hallo?" sapa Ghea ketika sambungan teleponnya terhubung. Dia berusaha membuat agar suaranya tak bergetar.

"Lo nangis?" balas Zega, dia selalu peka dengan apa yang Ghea sedang rasakan. Dan, terkadang membuat Ghea bertanya-tanya, ada orang sebaik Zega untuk seseorang yang hancur sepertinya.

"KELUAR!" ponsel ditangan Ghea meluncur kelantai bahkan dia belum sempat membalas ucapan Zega disana. "KELUAR SAYA TAHU KAMU DIDALAM! SAYA SUDAH TAHU SEMUANYA!"

Ghea gementaran, dia tak pernah merasa setakut ini. Pintu kamarnya terus digedor. Dan Ghea tahu, Martin sedang tak baik-baik sekarang. Dia mabuk berat, dan terlihat seperti monster tadi.

Ghea mundur kebelakang, memandang pintu kamarnya yang sebentar lagi akan hancur. Jantungnya berdetak lebih cepat, dia menangis, Ghea takut. Dia merasa bahwa semuanya terlalu membingungkan. Dia tak tahu apa yang akan dilakukan Martin. Apa dia akan memukul Ghea? Atau mendapat sesuatu yang lebih dari itu?

Ghea mengercap, dia meraih ponselnya yang dilantai dan layarnya sudah pecah, namun sambungan telepon masih terhubung.

"Ha-hallo?"

"Gue kesana sekarang." tepat ketika Zega mengatakan itu, mata Ghea membulat ketika pintu kamarnya hancur dan Martin muncul disana dengan pistol ditangan.

Airmata Ghea mengucur ketika melihat begitu banyak darah di tangan Martin. Tidak mungkin papa melakukan sesuatu yang buruk. Namun, dia sendiri tidak bisa menyakini itu. "Zega..." nafas Ghea putus-putus. "Goodbye. I love you more than anything in this world."

***

A/n: heyo, it's been so long since i update this story, i'm so busy n my rl so messed up so i don't have time to check my wattpad.

guys maybe i forget dat i have unfinish dis story lol :D.

see u,

aerlyn.

Ghea [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang