41- You Got that Boom Girl

59.4K 4.3K 225
                                    

"You got that boom girl. "

-

"Kamu tahu aku dan Ghia kembar?" mata Ghea melotot mendengar balasan Zega.

Zega mengangguk. "Gue tahu banyak hal tentang lo bahkan kalau lo nggak bilang sekalipun."

"Darimana kamu tahu?" tanya Ghea, benar-benar tak menyangka. Selama ini, tak ada orang yang mengetahui mereka kembar. Mereka begitu berbeda. Apalagi untuk orang luar, seperti Zega. Namun, kenapa lelaki ini malah mengetahuinya, dan menganggapnya biasa saja? Langkah!

"Pesta ulang tahun Ghia, lo lupa? Kita ketemuan di sana, malam itu juga gue sadar lo mirip Ghia. Awalnya gue nggak percaya, sampai waktu gue mau pulang, gue lihat lo lagi liatin gue dari jendela kamar dilantai dua. Bukan cuma itu, gue beberapa kali lihat lo masuk rumah Ghia, gue sempat nanya sama pembantu rumah lo yang lagi keluar buang sampah. Awalnya nggak diberitahu, tapi ya, gue tahu kalian kembar."

Ghea mengercap, ucapan Zega begitu panjang, sangat panjang. Sampai membuat Ghea takjub. "Aneh, kan?"

Zega menggeleng. "Apanya?" Zega berdehem. "Awalnya gue bingung dengan semuanya, sampai gue ngerti. Gue nggak bilang, karena pasti lo bakal sedih. Tapi, kalau lo nggak kuat, gue disini. Gue siap dengarin semuanya, gue berusaha selalu ada buat lo."

Ghea mengercap. "Aku bakal coba."

"Ada kalanya sesuatu yang disimpan sendiri itu lebih menyakitkan, lo bisa berbagi untuk mengurangi beban itu, Ghea."

Ghea tersenyum dan memandang Zega. "Aku kalau mau nangis, cuma mikir gini; i'm a strong girl, i'm a strong girl, setelah itu pasti aku nggak nangis. Tapi, rasanya nyesek, kayak nahan sesuatu dalam diri aku yang seharusnya aku lepas. Sakit, rasanya membunuh aku dari dalam."

Zega tersenyum. "Sekarang, kalau lo punya masalah, lo punya hal yang mau diceritain, lo punya kabar bahagia, lo bisa bagi sama gue."

Ghea tersenyum. "Kamu juga? Aku pendengar yang baik, kok. Siapa tahu, kita bisa saling mengobati?"

Zega tersenyum mendengar itu.

***

Jam dinding di dalam kamar apartemen minimalis itu sudah menunjukkan pukul satu malam. Dan Ghia masih terjaga di atas kasur, gadis itu duduk di dalam kamar yang gelap. Memandang ke arah pintu, menanti-nanti kapan Daniel kembali. Lelaki itu sudah pergi dari pagi sebelum Ghia bangun.

Gadis itu melirik lagi ke surat yang ditinggalkan Daniel.

Ghi, gue mau pergi bentar, lo jangan lupa makan terus minum obat lo. Tapi, kalau perut lo udah nggak sakit, gue saranin nggak usah, takutnya ada efek samping.

"Pergi bentar?" Ghia tertawa, ini bahkan sudah hampir belasan jam. Gadis itu memegang perutnya yang nyeri, tersadar dia belum makan dari pagi. Jika ada Daniel, lelaki itu pasti akan mengontrol pola makannya. Ghia itu seperti anak kecil, keras kepala, bawel, dan yang terpenting dia tak bisa mengurus dirinya sendiri. Belasan tahun hidup manja, membuat gadis ini tak bisa melakukan apa-apa, selama ini semua yang dia inginkan selalu dilakukan orang lain.

"Argh, gila perih banget," rutuk Ghia, gadis itu membuka nakas dan mengambil obat di sana dan langsung memasukkan ke mulutnya, namun rasa perih itu tak kunjung hilang.

Ghia duduk di lantai, memegang perutnya yang begitu nyeri. "Mama, sakit banget, Ghia nggak kuat."

"Papa, Ghia nggak kenapa-napa, kan?" gumam Ghia sendiri. Dia memegang perutnya yang semakin nyeri.

Pintu kamar dibuka, tak perlu repot-repot melihat siapa itu. Ghia selalu tahu, cuma Daniel. Hanya mereka berdua yang ada disini. Ghia tahu Daniel tak memiliki keluarga, dia hidup sendiri sejak kedua orangtuanya meninggal akibat kecelakaan mobil.

"Ghia, lo baik-baik?" setelah lampu dinyalakan, suara lelaki itu berubah panik dan buru-buru mendekati Ghia.

Ghia menyentak tangan Daniel kasar. "Darimana lo?" tanya Ghia berusaha sedingin mungkin.

"Kerja," jawab Daniel singkat, bingung dengan reaksi Ghia. "Lo udah makan, perut lo masih sakit, lo udah minum obat?"

Ghia mengigit bibir bawahnya kesal. "Lo nggak nyiapin apa-apa! Gue udah minum obatnya, tanpa minum."

Daniel mengernyit. Memang ini kali pertama dia meninggalkan Ghia tanpa memasak untuk gadis ini. Tapi- "Ada makanan di kulkas, lo bisa masak mie instan-"

Ucapan Daniel tak di gubriskan Ghia karena gadis itu sudah naik ke atas kasur dan menyelimuti dirinya. "Keluar, gue mau tidur."

Daniel mengercap bingung. Namun segera keluar dari kamar itu, setelah mematikan lampu dan menyalahkan lampu tidur.

Daniel menutup pintu kamarnya dulu, yang beberapa bulan belakangan ini sudah ditempati Ghia. Lelaki itu melangkah menuju dapur dan memutuskan untuk memasak sesuatu untuk Ghia. Karena dilihat dari balasan Ghia tadi; Daniel menyadari satu hal gadis itu tak bisa memasak apapun, mie instan sekalipun.

***

A/n: update lagi dong, senang nggak? Semoga kedepannya lebih sering update, ya. Jangan lupa vote dan coment-nya biar aku makin semangat!

Kalau ada typo, dimaklumi, mata aku udah 10000 wat, dan aku kalau ngetik nggak ada baca ulang, langsung post wkwkwk.

Don't forget to follow my instagram @ carlin.ulle cause i post more there🦋💫.

Xoxo,

Carlin.

29 Oktober 2020.

Ghea [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang