19- Painfull

76.5K 5.7K 293
                                    

"Semua butuh proses."

-

Daffa: Katanya sakit kok main hape?

Ghia yang sedang uring-uringan ditempat tidurnya, menghembus nafas gusar saat chat dari Daffa masuk.

"DAFFA GUE BENER-BENER PENGEN MAKAN LO!" teriak Ghia kesal. Dengan emosi yang tak terbendung lagi gadis itu segera membalas pesan tersebut.

Ghia Cantika: TOLONG YA! SAYA INI SAKIT DEMAM DAN MASIH SADAR BUKANNYA KOMA ATAUPUN MENINGAL!?

Daffa: Busyetdah Ghi, kok sakit makin galak aja :(

Ghia tak memperdulikan balasan aneh Daffa ia malah menyimpan ponsel dimeja sampingnya. Tapi, namanya juga Daffa cowok keras kepala yang tidak suka dikancangi, buktinya sekarang dia sudah menelfon Ghia.

"Apa?" sahut Ghia pada sambungan di seberang sana. Bener-bener malas, tapi jika dia tak mengangkat panggilan Daffa, lelaki itu bisa berbuat lebih, datang kerumahnya misalnya.

Ada jeda lama sebelum si penelfon menjawab. "Ghia?" setalah itu terdengar suara hiruk pikuk disana.

"Daff, lo dimana?" tanya Ghia, saat mendengar bunyi benda picah berdenging.

"Daffa?" Ghia kembali bersuara saat didengarnya suara hiruh, sedangkan Daffa tak menjawab.

"Daf, mereka dateng, ayo!" ujar seseorang diseberang sana yang Ghia kenali bukan suara Daffa.

"DAFFA!" Ghia berteriak refleks. "Elo tawuran lagi!?"

Tut tut tut.

Ghia berdecak saat panggilan dimatikan sepihak. Kemudian memijit pelipisnya sakit, matanya memandang langit-langit kamarnya dengan pandangan berat. Daffa selalu membuatnya pusing. Lama-lama rasanya dia ingin mengakhiri pura-pura pdkt kontrak mereka, awalnya Ghia hanya meminta Daffa mendekatinya hanya untuk melihat reaksi Axel. Bukan seperti ini.

Ghia membuang nafas panjang kemudian membuka room chat lain.

Ghia Cantika: Axel...

Ghia Cantika: miss u [delete]

Ghia membuang nafas gusar, memutuskan mengetikan sesuatu disana dengan cepat. Selalu gugup setiap kali ingin mengetikan pesan untuk Axel.

Ghia Cantika: aku lagi sakit, bisa nolong rangkumin tugas kimia kelompok kita?

Online. Namun chat dari Ghia tak kunjung dilihat, Ghia mengigit kuku tangannya gelisah. Dua puluh menit kemudian barulah tanda centang biru disana, dan lima menit kemudian dibalas.

Axelle Zega: ok.

Iya bener, Ghia menunggu hanya untuk balasan singkat itu. Bener-bener menyedihkan.

***

"Ghia, aku boleh masuk?" tanya Ghea yang baru saja pulang dari caffe, dia membawa sesuatu ditangannya. Hanya untuk Ghia yang sedang sakit.

Hening. Ghea memutuskan mengetuk pintu kamar itu lagi, suara kusuk-kusuk didalam kamar, membuat Ghea tahu Ghia mendengarnya.

"Ghia?" panggil ulang gadis itu.

"KENAPA!?" balas Ghia berteriak dengan suaranya yang sedang serak dari dalam kamar.

"Aku ... mau ngomong?" Ghea bahkan tak yakin dengan ucapannya sendiri, apa yang ingin dia katakan?

Beberapa menit kemudian, Ghia membuka pintu dengan wajah datarnya yang pucat.

Ghea tersenyum. "Aku beliin bubur ayam buat kamu, kamu pasti laper, kan? Kata Bibi kamu belum makan dari pagi. Kebetulan kamu lagi demam juga, kan?"

"Mama mana?" tanya Ghia membelokan pembicaraan. Memandang Ghea sinis dan malas.

"Lagi keluar kata Bibi," jawab Ghea sekenanya. "Kamu mau aku siapin makannya?" tanya Ghea lagi.

Ghia mendelik, bener-bener malas. "Gue nggak mau makan sebelum mama pulang! Gue juga ogah makan makanan lo!" balas gadis itu kesal.

Ghea tersentak sebentar. "Tapi, kamu lagi sakit Ghi, kamu udah minum obat?"

Ghia memutar bola matanya malas. Bener-bener malas meladeni Ghea dengan segala hal tentangnya.

Gadis itu berniat masuk kembali kedalam kamarnya, tapi dia teringat dirinya sakit karena Ghea, karena chat dari Axel pada gadis itu yang membuatnya menangis dan berdiam diri di kamar mandi sampai memutuskan mandi tengah malam untuk meredakan emosinya selama berjam-jam, hingga dirinya demam.

Ghia mengepalkan tangannya, kesal dengan fakta bahwa Axel lebih memilih membalas chat gadis seperti Ghea.

"Mana makanannya!?"

Ghea sebenarnya terkejut dengan perubahan Ghia, namun dia tersenyum dan memberikan kantung didepannya kepada Ghia.

Ghia menerimanya, namun sedetik kemudian dia melemparkan ke tubuh Ghea, sehingga isinya hambur ke badannya sebelum jatuh ke lantai.

Mata Ghea memanas, masih tak percaya. Namun dia menggeleng. "Kenapa dibuang, Ghi?" Ghea berjongkok dan membersihkan semuanya.

"Mikir sendiri kesalahan lo!" balas Ghia sebelum masuk ke kamarnya dan membanting pintunya keras.

***

Ghea [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang