11- Me and You

87.6K 7.1K 218
                                    

"Kisah ini terlalu rumit."

-

"PERGI KAMU!" kalimat itu yang pertama kali menyambut Ghea waktu masuk rumahnya. Gadis yang masih memakai pakaian putih abu-abu itu tercekat sebentar sebelum menatap Anita binggung.

"Kenapa ma?" tanya Ghea.

"Kamu tahu kan? Kalau kamu itu udah dianggap nggak ada di keluarga kami." Anita berbicara, seolah-olah itu hal mudah dan tak penting di antara mereka.

Ghea mengangguk. Sakit sekali. Sesuatu di jantungnya seperti ditikam banyak benda tajam.

"Malem ini ada acara kantoran disini," kata Anita melanjutkan. Melirik Ghea malas atau lebih tepatnya muak.

"Tapi kan ... Ghea bisa sembunyi kayak ulang tahun Ghia waktu itu," ucap Ghea mencoba mencari alasan agar tetap tinggal, dia sungguh capek sekarang bahkan untuk menyeret kakinya sendiri pergi tak tentu arah.

"Nggak bisa! Waktu itu aja udah banyak yang curiga waktu lihat kamu! Kamu gak bisa dipercaya!" Anita berteriak, memandang Ghea lebih tajam.

Ghea mencoba tersenyum, walaupun hatinya sakit bukan main. Gadis itu berpura-pura kuat, padahal tembok pertahanannya baru saja runtuh. "Ghea bisa pergi kok, ma. Eum, kira-kira, sampai jam berapa?"

Anita memainkan jari-jarinya malas, "jam dua belas mungkin?" wanita itu bahkan tak yakin dengan ucapannya. "Pokoknya kalau kamu balik dan masih ramai, sana cari tempat lain!"

Ghea mengangguk, ia bergegas mengengam ransel hijaunya erat. Hanya itu pertahanannya satu-satu saja, kalau tidak dia bisa tumbang. "Ghea pergi sekarang, ma." nadanya pias, namun Anita sama sekali tak peduli.

***

Ghea menangis kencang, mencurahkan apa yang ia rasakan sekarang. Bener-bener lelah menyembunyikan semuanya. Lapangan basket tua di pinggir kota menjadi tempatnya saat ini. Ghea telah mengetahui tempat ini sejak dia SMP—sekitar tiga tahun lalu, waktu dia melarikan diri dari rumah. Tempat ini sepi dan tenang. Ghea merasa menemukan rumahnya jika ia berada disini. Dia baru saja menyadari bahwa bahkan waktu itu dia membawa sepeda tak tentu arah ke pantai, juga pantai itu terdapat di dekat sini, dibelakang lapangan basket ini. Pertanyaan itu langsung mampir ke pikirannya; dan bagaimana Axel bisa ada disana juga?

Ghea memilih tak memikirkannya. Dia memandang lantai lapangan. Dia selalu datang kesini tanpa dia sadari. Cuma tempat ini yang mau menerimanya.

Ghea tak tahu lapangan basket ini milik siapa, yang ia ketahui pasti milik rumah besar berwarna coklat yang sudah rusak disampingnya karena sudah ditinggal pemiliknya lama.

Angin berhembus, Ghea menghapus air matanya kasar. Menangis pun percuma, itu cuma hal konyol yang selalu dilakukannya selama ini, namun tak membuahkan hasil. Gadis itu tersenyum, memandang langit yang cerah, setidaknya itu membuatnya bahagia.

Bunyi daun diinjak, dan langkah kaki mendekat membuat Ghea terkejut, kadar keterkejutannya menambah saat melihat yang berjalan mendekatinya adalah ... Axel

"Kamu?" tanya Ghea, sedikit tak percaya.

"Lo kenapa?" tanyanya balik, menatap Ghea yang terlihat sedikit menyedihkan dengan pakaian putih abu-abu yang masih melekat ditubuhnya.

Ghea [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang