05- Becania Ghea Milenia

97.3K 7.4K 310
                                    

"Cukup jadi diri lo sendiri dan temukan orang yang bener-bener terima lo apa adanya."

-

"Ghea, anterin ke meja nomor dua belas, ya?" kata Mba Reni, sambil memberikan senampan makanan pada Ghea. Ghea mengangguk, cepat dan langsung menerimanya.

Gadis itu berjalan tergesa-gesa, menuju meja nomor dua belas, keadaan di flower caffe sangat ramai pengunjung, membuat Ghea harus lebih siaga sebagai pramusaji.

Ghea tersenyum ramah, ingin segera menaruh makanan itu dimeja tersebut, tapi tiba-tiba nampan digenggamanya didorong keras, membuat makanan diatasnya jatuh mengenaskan dilantai caffe yang bersih karena baru dipelnya tadi. Ghea terkejut, ia mengangkat wajahnya dan melihat pelakunya.

"Oups, gak sengaja, gue mau makanya diganti," kata Jasmine tanpa penyesalan.

Ivana disampingnya memandang Ghea dengan pandangan pura-pura sedih. "Lo gak denger? Kita mau makanannya diganti, lagian salah lo, kan, nggak lihat-lihat."

Sedangkan Ghia disamping mereka sibuk dengan ponselnya tanpa peduli apa yang sedang terjadi. Ghea melirik banyak paperbag disekeliling mereka, sepertinya mereka baru saja pulang dari mall.

Ghea mengangguk tak ingin meneruskan pertikaian ini, ia tak ingin kehidupannya lebih diusik jika melawan. Sehingga, gadis itu memilih berjongkok dan memungut piring-piring kaca dan gelas-gelas tinggi yang hancur lebur.

"Gaun yang tadi gue beli keren, kan, buat kek acara ulangtahun Ghia besok." suara Ivana masih terdengar.

"Gaun yang mana? Orang tadi lo beli gaun-nya banyak banget." Jasmine membalas.

Ivana terkekeh. "Anyway, thanks ya Ghi, udah traktir gaun-gaunnya, malah harganya mahal-mahal lagi."

Ghea tak ingin mendengar lebih jauh. Dia membersihkan pecahan kaca dengan cepat dan berlalu dari sana.

Mata Mba Reni membulat sempurna, menatap empat piring pancake dan dua gelas milkshake serta mug keramik yang hancur ditangan Ghea. "Kamu ngapain sampai jadi kayak gitu?"

Ghea membalas tatapan Mba Reni, penuh penyesalan. "Maaf mbak, gak sengaja aku," kata Ghea mencicit tak enak.

Mba Reni, menghela nafas berat. Ghea jarang melakukan kesalahan dalam pekerjaannya, mungkin ini baru pertama kalinya. "Yaudah nggak apa-apa, sana kamu buang pecahannya ke kotak sampah."

"Makasih mbak," kata Ghea sambil tersenyum tulus. Bekerja dicaffe mbak Reni, sangatlah menyenangkan, wanita yang sudah beranjak kepala tiga itu sangat baik, ditemani teman-teman sekerjanya yang juga baik, ada juga namanya Tania, ia juga bekerja disini, ia seumuran dengan Ghea, tapi beda sekolah. Dan jujur ... Dia sangat rempong, dan pencair suasana. Kali ini shift-nya berbeda dengan Ghea, jadi Ghea tak mendengar coleteh nyaring miliknya.

Setelah selesai membuangnya ke kotak sampah, Ghea kembali ke dapur, ia melirik jam di pojok dapur dan mengetahui bahwa shift-nya baru saja berakhir beberapa menit lalu.

"Mbak Reni, Ghea pulang dulu, ya?"

"Hati-hati kamu," sahut Mbak Reni dari meja kasir.

Ghea mengangguk walau ia tahu Mbak Reni tak melihatnya. Gadis itu mengambil tas selempangnya di loker pekerja dan segera berlalu dibalik pintu kaca caffe. Dia tak melihat Ghia, Ivana dan Jasmine lagi, sepertinya mereka sudah pergi.

"GHEA!"

Ghea berbalik dan mengangkat tangannya menyapa. "Hi, Tan."

Tania bergegas mendekat. "Shift kamu udah habis, ya?" tanyanya karena ia melihat Ghea yang sudah bersiap-siap untuk pulang, sedangkan shift-nya baru dimulai dan akan berakhir beberapa jam lagi.

"Iya," jawab Ghea sambil melirik jam di ponselnya, sudah jam lima sore.

"Yaudah aku masuk, ya?" Tania bergegas menuju pintu caffe, tapi kemudian ia berbalik lagi, "minggu depan kita shift-nya bareng, jadi bakal aku ceritain semuanya, oke?"

Ghea tersenyum kecil. "Oke."

***

"Darimana kamu?" tanya Anita ketus pada anak kandungnya yang dianggap bukan oleh mereka.

"Ghea baru pulang dari shift di caffe, ma," jawab Ghea, karena jika ia tak kerja maka siapa yang akan membayar uang sekolah dan keperluan lainnya. Kedua orangtuanya, sudah lepas tangan dan tak ingin mengurusnya lagi. Ia tinggal dirumah ini, tapi, terkadang ia seperti tak dianggap. Mungkin, nanti juga dia akan diusir.

"Kamu tahu kan kalau besok ulang tahun Ghia?"

Ulang tahun aku juga? batin Ghea.

"Iya ma." lain dimulut lain dihati.

"Terus ngapain kamu masih ngeluyur sana-sini? Kamu udah ngambil cake-nya di aneka bakery? Udah ngambil gaun Ghia di butik?"

Ghea tersentak, dia belum melakukan semuanya.

Anita melotot dan langsung berkata pada Bi Retno yang lewat. "Eh, ruang tamu udah dihias? Halaman depan? Belakang?"

Bi Retno menatap majikannya takut. "Belum kelar nyonya, tapi bakal kelar hari ini juga."

"Aduh! Buruan dikelarin!" kata Anita ketus.

"Ghia juga mama bilang di hotel aja, gak mau, maunya dirumah!" kata Anita mulai merutuki kemauan putri kesayangannya.

Matanya bergerak kembali pada wajah kecapean milik Ghea. "Yang tadi saya bilang udah belum?"

Ghea mengeleng.

"Cepat! Semuanya harus diselesaikan malam ini, soalnya besok malam udah acaranya, kalau nggak kamu gak usah tinggal disini lagi!"

Ghea mengangguk, bergegas keluar dari rumah mewah itu untuk mengerjakan semuanya.

Dia terlihat begitu menyedihkan, namun dengan cepat Ghea memasang senyum di wajahnya.

***

Ghea [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang