~☆~
Saat mentari meretak-retak naik, berniat ingin menghampiri rembulan, membisikkan sesuatu padanya. Tapi tetap, hukum alam berkata, saat itu rembulan hilang.
~☆~
Hari pertama sekolah di kelas sebelas IPA empat. Ruangan kelas Kelina saat ini yang tidak begitu ramai, para penghuninya lebih memilih untuk berhamburan keluar, entah mengisi perutnya yang lapar. Jam istirahat sudah dimulai sejak tujuh menit yang lalu. Namun, Kelina memutuskan untuk diam di kursi kelasnya.
Kelina membalik lembaran novel di atas meja. Sebenarnya dia mencoba meminimalisir bertemu dengan pemuda aneh yang mengirim pesan padanya itu.
"Lo bohong sama gue."
"Aaa!"
Kelina terkejut bukan main. Baru saja terpikirkan, Aftab--pemuda aneh itu sekarang tepat duduk di kursi depan Kelina. Hampir saja Kelina refleks untuk melempar Aftab dengan novel lima ratus halamannya.
"Kok lo ada di sini?" ketusnya.
"Gue pengen tagihin lagi. Nama lo. Gue sih sebenarnya udah tau. Tapi, gue pengen denger langsung dari lo."
"Jadi, siapa nama lo? Dan jangan coba bohong lagi sama gue," lanjut Aftab.
Kelina sedikit menghela napasnya kasar. Dia tidak mengerti lagi dengan pemuda di hadapannya ini.
"Kelina. Puas?"
Aftab merekahkan senyumnya saat itu juga. Tanpa izin, Aftab langsung menarik pergelangan tangan Kelina, beranjak dari tempatnya.
Tentu saja kali ini Kelina memberontak, tapi Kelina tidak memiliki daya banyak. Menjadi pusat perhatian bukanlah pilihan yang bagus untuk diambil. Aftab membawa Kelina ke sisi kantin. Mereka duduk di sana.
"Lo gak waras ya? Lo mau nyulik gue?" gerutu Kelina.
"Nyulik lo? Nyusahin penculiknya kali kalau lo diculik." Aftab terkekeh.
Wajah Kelina langsung geram. Pemuda aneh di hadapannya ini sangat menyebalkan juga.
Kelina langsung menghentakkan kakinya, berniat beranjak dari tempat. Namun, Aftab telah berhasil menahan pergelangan tangan Kelina.
"Duduk. Gue tau lo belum sarapan. Muka lo pucet, minta dikasihani."
Kelina kesal bukan main. Aftab menahan senyumnya disana. Kelina ingin beranjak pergi, lagi-lagi ditahan oleh Aftab.
"Iya. Iya. Please, gue cuma bercanda."
Kelina tidak menghiraukannya lagi, dia menghentakkan tangannya yang digenggam oleh Aftab. Kali ini Kelina berhasil pergi meninggalkan Aftab. Dia tidak peduli namanya terpanggil di sana.
Kelina kembali menyibukkan dirinya pada novel usai sesampainya di kelas. Dia tengah berusaha meredakan emosinya yang terpancing oleh Aftab tadi.
"Lo gak apa-apa, Kel?" Fira yang baru saja datang, duduk di samping Kelina, bertanya.
"Gapapa."
Tak lama dari itu, sebuah tangan menyingkirkan dengan lembut novel dari genggaman Kelina. Tergantikan oleh seporsi nasi goreng komplit dengan telur mata sapi.
Kelina menoleh. Aftab sekarang duduk tepat di kursi depannya.
"Lo boleh kesel sama gue. Tapi, lo makan. Percaya, tadi gue bercanda. Maaf, kalau bercanda gue keterlaluan, gak berkenan di hati lo."
"Iya, Kel. Dia cuma bercanda," goda Fira di sebelahnya.
Kelina membesarkan matanya pada Fira. Fira tidak tahu apa-apa. Bagaimana bisa teman sebangkunya itu meledeki Kelina. Fira hanya menahan tawa melihatnya.
Kelina beralih lagi ke Aftab. Pemuda itu masih menunggu respon darinya. Kelina sedikit menghela napas tak tega. "Iyaudah, gue maafin."
Dengan sedikit hati, Kelina melahap makanan yang diberikan Aftab. Setelah habis sepenuhnya, Aftab tersenyum lebar. Tepat itu bel masuk berdering. Aftab bangkit dari duduknya, mengambil alih piring kosong itu untuk dikembalikan ke kantin.
"Iyaudah, gue balik ya ke kelas."
Tanpa menunggu tanggapan Kelina, Aftab langsung beranjak dari tempat. Hingga sosok Aftab pun hilang di kelokan pintu kelas.
"Pacar baru, Kel?"
Kelina lagi-lagi melotot tak percaya pada Fira. "Bukan."
Fira terkekeh melihat wajah merah muda Kelina. "Gue kenal Aftab. Dia sekelas sama Julia. Cocok kok sama lo."
"Fira!"
------------------------------
A.n :
Pernah gak dianterin makanan gitu? Pernah gak? Pernah gak?
Gak pernah yaa?Gue sih pernah. Hahah.
Sama abang-abang grab food.😂

KAMU SEDANG MEMBACA
REMENTANG
Teen Fiction[ Akan direvisi ] REMENTANG ( Rembulan, Mentari, & Bintang ) Dan dia adalah Mentari yang memberikan sinarnya padaku--sang Rembulan. Yang kemudian sosok lain itu sebuah gembintang yang benerang sangat indah dengan sendirinya. Walau begitu, malam teta...