Terbit (2)

46 6 2
                                    

Kelina sudah kembali ke kelasnya. Kelas itu kembali berbubaran. Pasalnya kegiatan belajar mengajar ditiadakan hari ini. Sekolah akan segera mempersiapkan segala keperluan untuk ujian kelas dua belas lusa nanti. Seusai upacara berakhir semua murid di pekenankan pulang, terkecuali murid-murid kelas dua belas yang masih ada pengarahan dari para guru.

Kelina menyampirkan ransel toskanya ke bahu. Wajah pucatnya tadi telah pulih. Aftab juga sudah kembali ke kelasnya. Fira di samping Kelina juga sudah selesai menggendong tas. Mereka beranjak dari tempat.

Baru sampai di depan kelas. Kelina lagi-lagi melihat Aftab. Pemuda itu menghampirinya. Memberhentikan langkah Kelina dan Fira.

"Ikut gue yuk," ajak Aftab.

"Kemana?"

"Ke Ladang."

Kelina menengok ke arah Fira, meminta pendapat. Fira di sebelahnya itu hanya tersenyum, menggendikkan bahu. Itu artinya terserah pada putusan Kelina. Apapun itu Fira pasti akan setuju.

"Iyaudah, gue ikut Aftab ya, Fir."

Usai mendapatkan izin untuk pergi terlebih dahulu dari Fira, Aftab langsung menuntun Kelina menuju parkiran sekolah. Lagi pula Kelina yakin Fira pasti sudah ada Julia yang menemaninya pulang nanti. Kelina tidak perlu cemas meninggalkannya.

Koridor masih ramai dengan murid yang berkeluaran hilir mudik, penuh cengkrama. Ada beberapa yang menyapa Kelina. Jauh beberapa meter setelah Kelina dan Aftab beranjak dari depan kelas juga ternyata Chintya, Daniar, dan Vanya ada di sana. Chintya melihatnya dari kejauhan. Dia sedikit tersenyum tipis, sedikit miris. Tetapi yasudahlah. Itu tidak masalah. Berbeda dengan Vanya di sebelahnya yang menyadari pandangan Chintya, dia begitu tajam melihat apa yang Chintya lihat juga.

Sesampainya di parkiran sekolah. Aftab dan Kelina berhenti tepat di sisi motor besar miliknya. Pemuda itu mengeluarkan sebuah helm dari tas yang sedari tadi tersampir di motornya.

Itu helm yang Aftab beri untuk Kelina. Helm dengan motif bunga-bunga kecil.

"Kok ada?"

"Ada lah. Tadi pagi gue baru ambil dari loker."

Jadi selama ini Aftab masih menyimpannya?

Kelina tersenyum. Pemuda yang bersamanya itu sudah memakai helm miliknya dan menaiki motor. Kelina pun menyusul, dia memakai helm bunga kecilnya. Naik di belakang Aftab.

Motor besar itu melaju meninggalkan sekolah. Masih cukup siang jalanan kota yang tampak lengang. Jam untuk makan siang juga sepertinya masih lama, sekitar tiga jam lagi. Tak heran jalanan sepi.

Entahlah yang dirasakan oleh Kelina. Dia sedang merasa senang. Ternyata tiga minggu Aftab tidak sempurna menghapus dirinya.

"Pegangan ya."

Genap mengujarkan kalimat itu, Aftab melajukan motor dengan kecepatan tinggi. Kelina kaget bukan main. Dia langsung merengkah punggung Aftab dengan erat. Deru motor Aftab membelah jalanan disana.

"Af! Lo gila ya!"

"Iya gue gila gara-gara lo!"

Kelina tertawa mendengar jawaban itu. "Dasar aneh!"

Kelina sebenarnya bingung, dia tidak merasakan takut sama sekali dengan kecepatan laju motor Aftab yang tidak masuk akal itu. Tetapi yang ada rasa khawatir Kelina menyamar menjadi rasa yang amat menyenangkan. Kelina sesekali tertawa di sana.

Jarak tempuh menuju Ladang pun menjadi singkat. Kelina sudah bisa melihat hamparan ilalang di depan sana. Hanya butuh waktu beberapa menit untuk sempurna berada di tempat itu.

REMENTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang