Tidak terasa tujuh hari sudah berlalu. Kini Kelina telah kembali mempijaki koridor sekolah. Iya, kemarin baru saja Kelina tiba di kota ini, berpulang ke rumah Arsen. Bagaimanapun juga Kelina masih harus menjalankan sekolahnya. Kemarin sesampainya di rumah, Kelina tidak menemukan Arsen, hingga sekarang Kelina juga belum bertemu dengan Ayahnya itu.
Kelina tidak tahu ke mana beliau. Jujur, Kelina jadi merasa bersalah. Seharusnya Kelina tidak menyulut emosi Arsen saat di rumah lama waktu lalu. Tidak sepatutnya Kelina membentak. Bagaimanapun tinggal Arsen keluarga yang Kelina punya saat ini, dan bagaimanapun juga Arsen adalah ayahnya.
Bicara perihal Alde, Kelina sempat mengantarkannya ke stasiun kota lama setelah hari itu. Apa pun yang Kelina rasakan saat ini, dia harus ikhlas. Kelina tidak bisa melarang Alde dan memaksanya tetap di sini. Itu pilihan hidupnya. Kelina bukan siapa-siapa untuk mengatur.
Kelina menatap kartu ujian di genggamannya. Dia sedari tadi mencari ruang ujian dirinya seperti yang tertera di kartu tersebut. Seminggu ke depan dia harus menghadapi ujian akhir semester, sebelum akhirnya Kelina akan dinyatakan naik ke kelas dua belas.
"Kelina!"
Seseorang memanggilnya dari belakang. Sejak tadi memang sudah banyak yang menyapa Kelina, dia tidak berat hati membalasnya dengan ramah. Tapi, kali ini Kelina menoleh, mendapati Aftab berjarak beberapa meter darinya. Kelina langsung melengos, kembali mempercepat langkah.
Aftab coba mengejarnya, terus memanggil Kelina, tapi tidak Kelina hiraukan. Hingga akhirnya, Aftab berhasil menangkap pergelangan tangan Kelina.
"Kelina, gue mau minta maaf!"
Kelina menghentakkan genggaman Aftab. Dia sama sekali tidak menatap lawan bicaranya itu. "Kalau lo mau gue maafin, jangan muncul lagi di hadapan gue seolah lo kenal sama gue, Af. Anggap aja kita adalah lo sama gue yang dulu. Dua orang yang gak saling peduli."
Kelina langsung meninggalkan Aftab begitu saja. Pemuda itu masih terdiam di tempatnya. Aftab sangat merutuki dirinya sendiri. Frustrasi, tidak tahu apa yang harus dilakukan lagi agar Kelina memaafkannya. Ia hanya ingin semua seperti semula. Saat dirinya dan Kelina baik-baik saja.
Lain sisi, Kelina hampir terhuyung, mendapat hamburan peluk dari dua orang yang tiba-tiba datang. Itu Fira dan Julia.
"Kelina!" Fira memekik.
Julia dan Kelina menutup telinganya nyeri. Lihat saja, Fira malah cuek bebek dengan ekspresi kedua temannya itu.
"Gue ikut berduka cita, ya .... Maaf gue gak bisa ke tempat lo," ucap Fira, melepas pelukkannya.
Julia di samping mengangguk. Kelina menghela napas pelan, memaklumi sifat aneh Fira, lalu tersenyum tipis. "Iya, gak apa-apa. Terima kasih, ya."
Senyuman itu berhasil merambat pada Fira dan Julia. Mereka sedikit lebih tenang melihat Kelina baik-baik saja.
"Iya sudah, sekarang kita ke kantin, yuk? Gue laper banget nih belum sempat sarapan. Bel masuk juga masih setengah jam lagi, kan?" Fira langsung menarik lengan Kelina tanpa persetujuan di sana.
Kelina hingga sedikit kewalahan dengan tarikkan Fira. Julia di sebelah juga hanya mengikuti, sesekali dia terkekeh melihat kelakuan saudara sepupunya itu.
"Eh, tapi gue belum ketemu ruangan ujian gue," elak Kelina.
"Tenang, Kel. Lo masih satu ruangan sama gue. Ayuk!"
Kelina membuang napasnya pelan, mendengar pernyataan tersebut. Baiklah, Kelina sedikit tak merisaukan masalah itu. Kelina yang masih dituntun Fira, tidak berontak. Dia terus digiring menuju kantin.
Sesampai di tempat pengisian perut itu, mereka bertiga mengambil tempat duduk seperti biasa. Di dekat pojok kantin. Tempat itu tidak terlalu ramai. Masih bisa terhitung murid-murid yang berada di sana. Beberapa warung juga terlihat baru buka. Mungkin karena masih pagi.
Kelina meletakkan ransel toskanya di meja. Kali ini Fira tak hilang antusias menanyakan apa yang hendak dipesan.
Kelina bergumam sebentar, menimbang. Sepertinya perut Kelina merancau pula. Pagi ini Kelina juga belum sarapan. "Gue soto aja, deh, sama lemon tea hangat."
"Siap, laksanakan!"
Fira beranjak dari tempat, diikuti Julia yang mengajukan diri untuk menemani Fira. Sepeninggalan mereka, Kelina kembali menatap kartu ujian yang masih di genggamannya. Hari ini mata pelajaran Kimia dan Pendidikan Kewarganegaraan. Kedua itu bukan pelajaran yang menjadi masalah bagi Kelina.
Ekor mata Kelina menangkap seseorang menduduki kursi di sebelahnya. Kelina menoleh, mengangkat kepala. Dia langsung terpaku melihat sosok gadis yang di hadapannya kini. Itu Vanya.
"Jangan takut." Vanya seperti menyadari, Kelina tampak memundurkan badannya sedikit menjauh. "Gue ... ke sini mau minta maaf sama lo. Gue tahu selama ini gue salah. Lo mau kan maafin gue?"
Kelina masih diam. Ucapan Vanya barusan sedikit membuat posisi Kelina jadi lebih relaks. Tapi, tetap saja, Kelina bingung. Vanya terlihat baik-baik saja, namun mengapa tiba-tiba dia berubah?
Ah, seharusnya Kelina bersyukur, Vanya kelihatan benar menyesal. Tidak ada salahnya dia memberikan kesempatan pada gadis itu untuk berubah. Kelina pun sebenarnya sudah memaafkan sebelum Vanya meminta maaf. Kelina akhirnya mengangguk sebagai jawaban.
"Makasih ya, Kel. Gue janji habis ini gue bakal jadi teman yang baik buat lo."
Kelina tersenyum melihat senyuman Vanya di sana. Senyum tersebut belum pernah Kelina dapatkan sebelumnya. Senyum Vanya kali ini terlihat lebih teduh.
"Vanya?"
Mereka berdua menengok, mendapati Julia yang berwajah tanya bersama Fira yang membawa senampan pesanan di tangannya.
"Lo kenal sama Vanya, Kel?" Julia bertanya kembali. Mereka mengambil tempat duduk kosong. Sedikit bersapaan dengan Vanya di tengah mereka.
"Ceritanya panjang." Kelina hanya mengulum senyum, enggan membahas lebih lanjut. Tidak heran jika Julia yang notabennya sebagai teman sekelas Vanya, tampak kebingungan tiba-tiba Kelina bisa sedekat ini sama Vanya.
Kelina sadar, selama ini dia tidak pernah menceritakan persoalannya dengan Vanya kepada Fira maupun Julia. Tapi, pilihan untuk tetap menyimpannya sendiri mungkin lebih baik.
------------------------------
A.n :
Halo, aku kembali!
Kebiasaan nih setiap mau bikin Author Note pasti bingung mau ngetik apa. Tapi, pengen gitu setiap chapter ada Author Note-nya, biar lebih terasa interaktif sama readers.
Jadi, gimana ceritanya sepanjang ini?
Jangan sungkan memberi masukan ya, saran-sarannya siapa tahu bisa sangat membantu, pokoknya komen aja ehe.
Klik tombol vote juga, sekarang!😊
KAMU SEDANG MEMBACA
REMENTANG
Teen Fiction[ Akan direvisi ] REMENTANG ( Rembulan, Mentari, & Bintang ) Dan dia adalah Mentari yang memberikan sinarnya padaku--sang Rembulan. Yang kemudian sosok lain itu sebuah gembintang yang benerang sangat indah dengan sendirinya. Walau begitu, malam teta...