Terik sudah menjinak, sekitar dua puluh menit Kelina berada dalam mobil Vanya. Sekarang kendaraan itu berbelok masuk ke perumahan tempat tinggal Kelina. Sedari tadi Kelina sempat berbincang-bincang sedikit, tapi dominan Vanya yang aktif bertanya, selebihnya Kelina diam jika tidak ditanya. Sejujurnya Kelina masih merasa ada yang mengganjal, dan membuatnya was-was terhadap gadis itu. Dia belum sepenuhnya percaya pada Vanya. Mengingat apa yang telah Vanya lakukan kepada dia dulu.
Mobil itu berhenti tepat di depan pagar rumah Kelina. Hal tersebut membuat Kelina lega. Syukurlah, sepertinya Vanya benar-benar sudah berubah. Kelina terlalu banyak curiga dan berpikir negatif tentang Vanya. Seharusnya Kelina bisa mengenyahkan semua pemikiran itu.
"Terima kasih ya." Kelina hendak membuka pintu mobil, namun terhenti.
"Kelina?"
Panggilan itu membuat Kelina kembali pandangan ke Vanya.
Vanya bergumam, dia seperti sedikit ragu mengatakan sesuatu. "Lo mau gak ke prom night bareng gue?" tanya Vanya. "Chintya pasti sudah bareng Niar, atau mungkin Aftab."
Kelina berpikir sejenak. Tiada salahnya jika Kelina menerima ajakkan Vanya. Fira pasti akan bersama Julia. Menyedihkan sekali jika dia harus ke acara prom night seorang diri.
Kelina mengangguk. "Boleh."
"Serius?"
"Iya."
Vanya terlihat sangat sumringah di sana. "Terima kasih ya, Kel."
Kelina tersenyum mengiyakan. "Iyaudah, gue duluan, yha."
Setelah pamit itu, Kelina keluar dari mobil. Membiarkan mobil putih Vanya kembali melaju meninggalkan daerah tempat tinggalnya. Kelina berbalik, memasuki rumah. Di perkarangan sana terlihat mobil Arsen terparkir. Itu berarti ayahnya sudah pulang?
Kelina memutar knop pintu utama, masuk ke dalam rumah. Tepat pada saat itu, Kelina berpapasan dengan Arsen. Beliau tampak rapi seperti biasa memakai kemeja khas tampilan kantornya. Tidak salah, pasti beliau ingin pergi lagi.
Arsen menilik ketika Kelina di hadapannya. Raut wajahnya begitu dingin. "Kenapa kamu masih ke sini?"
Kelina bergumam, menatap ayahnya. Sudah dapat diterka, Arsen akan mempermasalahkan hal itu. "Kelina minta maaf, Yah. Kelina---"
"Kemarin kamu bentak Ayah begitu emosinya, dan sekarang kamu berubah pikiran, heh? Kenapa kamu enggak sama Budemu saja sana! Bukannya dia yang lebih kamu butuhkan?"
"Kemarin itu---" Kelina tetap mencoba menjelaskan, namun dipotong lagi oleh Arsen.
"Kamu sadar gak! Semua begini juga karena kamu!"
"Ayah!" Napas Kelina lepas saat itu juga. Kelina sudah tidak bisa menahannya lagi. Kelina tahu apa yang sedang Arsen singgung. "Kenapa sih Ayah salahin Kelina terus! Ayah mau bilang Kak Ghani dan Mama meninggal karena Kelina? Iya? Kalau Kelina tahu Kak Ghani bakal kecelakaan terus keluarga kita runyam gini sampai akhirnya Mama sakit, Kelina gak bakal mau itu terjadi, Yah! Kelina capek disalahin Ayah mulu!"
Air mata Kelina meluncur begitu saja di sana. Kelina tersengal. Arsen yang mendengar semua perkataan nada tinggi itu mengepal, telapak tangannya siap melayang. Kelina langsung terpejam ngeri melihat tangan kekar Arsen di udara. Namun, beberapa saat Kelina menunggu, tidak terasa apa pun pada pipinya.
Kelina coba membuka matanya kembali. Dia cukup terkejut melihat siapa yang ada di hadapannya lagi kini. Bude Nami. Lengan Arsen berhasil ditahan olehnya di sana.
"Harus berapa kali saya bilang, Arsen? Jangan kamu sakiti Lina!"
Kelina setengah bingung, bagaimana bisa budenya itu ada di sini? Tapi, yang lebih mendominasi sekarang adalah perasaannya. Hati Kelina terasa remuk, ucapan Bude Nami mengingatkannya pada sikap Arsen bertahun-tahun selama ini.
"Bude?" Suara Kelina bergetar. "Kenapa ditahan, Bude? Biarin aja Ayah mau tampar Kelina. Kelina sudah biasa! Empat tahun Kelina usaha bertahan di sini, Bude. Semua itu cuma karena Kelina mengharapkan rasanya kasih sayang seorang Ayah yang belum pernah Kelina dapat." Kelina tersenyum kecut.
Arsen yang tidak bersuara itu, menghentakkan lengannya yang dicekal oleh Nami.
Wanita paruh baya itu tak kalah sengit menatap Arsen. "Ingat, Arsen! Saya bisa tuntut kamu atas tindakan kekerasan kepada anak."
Arsen tidak menanggapi, ia langsung beranjak dari tempatnya begitu saja, meninggalkan mereka berdua.
Bude Nami langsung beralih merengkuh Kelina di sana. Tubuh Kelina seketika melemas. Isak tangis Kelina pecah. Seluruh emosinya sudah tumpah tadi. Kelina tidak tahu bagaimana jika harus menjelaskan perasaannya saat ini. Rasanya kacau.
"Kelina capek, Bude. Kelina capek."
Bude Nami mengusap puncak kepala Kelina, coba menenangkannya. Bude Nami ikut sedih mendengar lirihan keponakannya satu itu. "Ada Bude di sini. Bude pasti jagain Lina."

KAMU SEDANG MEMBACA
REMENTANG
Roman pour Adolescents[ Akan direvisi ] REMENTANG ( Rembulan, Mentari, & Bintang ) Dan dia adalah Mentari yang memberikan sinarnya padaku--sang Rembulan. Yang kemudian sosok lain itu sebuah gembintang yang benerang sangat indah dengan sendirinya. Walau begitu, malam teta...