Badai Malam (1)

28 3 1
                                    

"Van? Ini kayaknya bukan jalan mau ke sekolah, deh?" Kelina menatap Vanya di sampingnya.

Vanya tersenyum mendengar kebingungan Kelina. Dia menoleh pada Kelina sekilas. Gadis itu seperti menunggu jawaban Vanya. "Iya, gue mau mampir dulu sebentar. Gak apa-apa, kan?"

Meski belum sepenuhnya kerutan di dahi Kelina hilang, Kelina hanya mengangguk. Dia mencoba percaya kepada Vanya. Selama beberapa hari ini Vanya bersamanya tidak apa-apa.

Kelina kembali menilik ke luar kaca. Sebenarnya Kelina tidak mengenali jalan yang dilaluinya saat ini. Mungkin terkaan Kelina, Vanya ingin membeli sesuatu terlebih dahulu. Tujuh menit berlangsung, daerah yang di sekitar mereka sekarang tampak aneh, ruko-ruko di sana tutup, jalanan berubah menjadi lebih lengang, padahal ini belum waktu larut malam.

Perasaan Kelina tidak enak. Ini benar ada yang tidak beres. Vanya memberhentikan mobilnya di sebuah parkiran. Kelina masih belum tahu itu tempat apa. Tetapi parkiran itu lebih ramai dengan kendaraan yang terparkir.

"Van? Lo ... mau ngapain?"

Vanya tidak menghiraukan kebingungan Kelina, dia tersenyum manis. "Ikut, yuk!"

Kelina masih belum menjawab, dia menginginkan penjelasan atas pertanyaannya.

"Sudah, ikut aja, yuk!"

Dengan penuh keraguan, Kelina digiring oleh Vanya dari parkiran sana. Tiba di depan gedung yang mungkin satu-satunya beroperasi di daerah sekitar ini. Sepertinya Kelina paham apa tempat ini. Sebuah hiburan malam di pinggir kota. Bodohnya, Kelina baru menyadari sekarang. Kelina mencoba untuk kabur, namun tangannya sudah dicekal kuat lebih dulu oleh Vanya.

"Mau ke mana?" Vanya tersenyum melihat Kelina yang memberontak.

"Lepasin gue, Van."

"Lo ikut gue atau gue enggak akan segan buat sakitin lo?" bisik Vanya. Dia menarik Kelina secara kasar masuk ke dalam klub malam.

Rontaan Kelina sia-sia. Vanya berhasil menyeretnya. Pergelangan tangan Kelina hampir membiru. Suara dentuman musik menyambutnya. Banyak sekali orang berdesakan di sana. Kelina mulai berkeringat dingin.

Vanya menghempaskan Kelina di sebuah sofa kosong. "Lo tunggu sini!"

Seluruh tubuh Kelina gemetar. Musik DJ berputar begitu keras. Keramaian di sana terpusat di tengah ruang. Kelina ketakutan bukan main. Kelina harus melakukan sesuatu.

Kelina meronggoh tas kecil yang dibawanya, mengambil si benda pipih. Tepat! Kontak Fira langsung tertera di layar, ibu jari Kelina gesit mengirimkan lokasi saat dirinya ini. Terlambat sedetik saja, ponsel Kelina ditepis cepat oleh Vanya.

Dia datang dengan segelas minuman bening. Kelina tidak yakin itu hanya air putih. Kelina menolak saat Vanya memaksa dia meminumnya. Dengan wajah geram, Vanya mencengkeram rahang Kelina.

"Vanya, please ...." Kelina melirih, tenaganya tak sebanding dengan Vanya. Tubuhnya sudah berkeringat dingin menahan kecamuk karena dentuman musik yang masuk ke otaknya.

Vanya tidak peduli. Dia tetap menjejali minuman di tangannya kepada Kelina. "Minum!" Betapa puasnya dia, melihat Kelina tersedak-sedak.

~~~


Aftab mengedarkan pandangannya. Acara sambutan akan dimulai. Emsi membuka acara cukup meriah di atas panggung. Yang menjadi masalah sekarang Aftab belum menangkap keberadaan Kelina. Dia tidak mungkin terlewat meski di keramaian seperti ini, jangkauannya selalu tajam. Ke mana gadis itu sebenarnya?

"Gue ke Joe dulu, ya." Daniar di sebelah Chintya, berpamitan. Dia segera pergi dari hadapan.

Chintya yang menyadari keresahan Aftab, memandangi pria itu seksama. "Lo nyariin Kelina?"

Bukan menjawab pertanyaan Chintya, Aftab malah berdecak, meninggalkan tempatnya di pinggir panggung. Buru-buru Chintya mengikuti. Mereka berjalan ke tepian tempat acara itu berlangsung. Ada Fira dan Julia di sana. Aftab menghampirinya.

"Kelina mana?" Aftab bertanya tanpa basa-basi.

Fira dan Julia yang menoleh, menautkan kedua alis.

"Lo enggak liat dia juga?" Fira bertanya balik.

Aftab menggeleng sebagai jawaban.

"Kita kira dia diculik sama lo," celetuk Julia.

"Sebentar coba gue telpon dia dulu." Fira dengan cekat mengeluarkan ponsel di tas kecilnya, dia ikut khawatir. Namun, belum sempat mendial nomor Kelina di sana, Fira mendapati pesan masuk dari Kelina. Dia langsung membuka pesan tersebut.

"Kelina ngirimin gue lokasi dia sekarang, nih. Tapi dia enggak bilang apa-apa," kata Fira.

Aftab merampas handphone Fira. Melihat apa yang dikatakannya. Aftab tidak mengenali tempat yang ada di peta lokasi itu.

"Gue tahu ini di mana," Chintya di samping Aftab berucap usai ikut melihat tujuan yang tertera di layar handphone Fira.

"Oke, kita ke sana sekarang." Aftab dan yang lain langsung bergegas. Kekhawatiran Aftab sudah sampai puncak. Dia tidak akan mengampuni dirinya sendiri jika terjadi apa-apa pada Kelina.

Tanpa mereka sadari, Fadhil yang sedari tadi berdiri beberapa meter di belakang mereka, memerhatikan dan ikut mengetahui pembicaraan. Dia juga tidak tinggal diam. Laki-laki yang menyandang kelulusan itu ikut mengekori adik-adik kelasnya. Apa lagi ini menyangkut soal Kelina.

REMENTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang