Langit Keruh (3)

17 1 0
                                        

Kelina memasukkan tiga koper miliknya ke dalam bagasi taksi. Bude Nami pun ikut membantu. Sesekali Kelina menatap rumah di depannya, sudah tiga tahun terakhir Kelina tinggal di sana bersama Arsen. Meskipun tidak banyak kenangan indah seperti di rumahnya di kota lama, rumah itu tetap saja berat untuk Kelina tinggalkan.

"Sudah?" Bude Nami di sebelah Kelina membuyarkan pikirannya.

Kelina tersenyum, mengangguk. "Sudah, Bude."

"Iya sudah, ayo."

Tanpa disuruh dua kali, Kelina beranjak dari tempatnya, menyusul Bude Nami ke dalam taksi. Mobil itu sesegera mungkin melaju, meninggalkan perumahan tempat tinggal Kelina selama ini.

Setelah pertingkaian tadi, Bude Nami mencoba meredakan kesedihan Kelina. Bude Nami menggiringnya ke kamar. Sedikit menghibur, sebelum akhirnya Bude Nami meminta Kelina untuk ganti pakaian dan membereskan barang-barang yang akan dibawa.

Kelina masih belum mengerti, tapi Bude Nami sudah mengambil alih di sana, menyiapkan koper-koper dan mengisi salah satunya dengan baju-baju di lemari Kelina.

"Kok Bude tiba-tiba bisa datang ke sini?" Kelina bertanya.

"Bude khawatir dengan kamu, Lina. Terlebih melihat kelakuan Arsen terakhir kali di rumah lama ke kamu. Bude enggak bisa tenang. Makanya Bude ke sini." Bude Nami tersenyum, menghampiri Kelina kembali. "Bude bersyukur, Bude datang di saat yang tepat. Bude enggak suka kalau kamu disakiti seperti tadi dengan ayah kamu, Lina. Kenapa kamu tidak pernah cerita?"

Kelina menghela napasnya pelan. Budenya ini begitu tulus padanya. "Kelina enggak apa-apa, Bude. Kelina enggak mau menambah beban pikiran Bude dan Mama."

"Bude sudah enggak punya siapa-siapa lagi di kota lama, Lina. Tinggal kamu yang harus Bude jaga. Rumah Bude yang lama sudah Bude jual, dan Bude sudah beli rumah di kota ini sekarang. Rumah lama kamu juga sudah Bude titipkan ke warga di sana. Kamu bisa kapan saja berkunjung kalau kamu mau. Tapi, untuk saat ini, kamu ikut tinggal sama Bude di rumah baru ya."

Itulah mengapa Kelina berada di dalam taksi saat ini. Kelina juga tidak menduga bahwa Bude Nami akan ke sini dan membeli rumah. Bahkan Kelina belum tahu di mana rumah baru yang dibeli oleh Bude Nami.

Sepertinya lokasi tersebut tidak jauh dari sekolah. Kelina tahu jalan ini, dia pernah melewatinya saat ingin berkunjung ke rumah Fira. Usai beberapa menit Kelina menyibukkan diri menatap jalanan kota, taksi itu berkelok ke sebuah perumahan.

Perumahan itu sedikit tidak asing bagi Kelina. Tapi, Kelina lupa saat apa dia ke perumahan ini. Rumah yang Bude Nami maksud tepat berada di ujung perumahan. Kelina dan Bude Nami turun sesampainya di sana. Mereka menurunkan koper dan menggiringnya ke teras rumah.

Rumah itu amat minimalis. Tidak besar. Mungkin Bude Nami sengaja memilih rumah yang lebih murah harganya. Namun perumahan itu terasa nyaman sekali untuk ditinggali. Bude Nami sangat pintar memilih.

Ujung mata Kelina sekilas melihat taman kecil di seberang rumah. Sepertinya itu cukup menarik. Ketika Kelina sepenuhnya berpandangan ke arah sana, ada objek lain yang Kelina dapat.

Seorang gadis dengan kaus rumahannya tengah menggendong manja seekor kucing anggora. Kelina tidak akan salah menerka. Ah! Kelina baru ingat, Fira pernah memberi tahu padanya soal perumahan ini. Pantas saja Kelina merasa familiar.

"Kelina mau cari angin dulu, Bude."

Sesudah dapat perizinan dari Bude Nami, Kelina langsung menghampiri gadis yang dia lihat di arah taman kecil sana.

"Julia?" Iya, Julia. Sepupu Fira itu tinggal di perumahan ini. Kelina memanggilnya.

Julia menoleh. Ikut antusias dan terkejut. "Eh, Kelina? Kok lo ada di sini?"

"Gue baru pindah ke sini."

"Serius?"

Kelina tersenyum mengangguk, menunjuk rumah yang akan ditempatinya bersama Bude Nami. Wajah Julia sumringah, dia menarik Kelina ke kursi taman di sana. Kucing anggora dalam dekapannya begitu lucu mengeong.

"O iya, tadi gue sempat lihat lo sama Aftab di dekat halte sekolah, lo ... lagi marahan?"

Kelina diam. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Kelina memang tidak pernah cerita kepada Julia maupun Fira sebelumnya. Tetapi, pertanyaan Julia mengingatkan kekecewaannya pada Aftab.

"Lo bisa percaya sama gue, Kel. Kalau lo mau cerita, gue pasti dengarin kok."

Lagi-lagi ucapan Julia berhasil mengingatkan Kelina pada pemuda itu. Kata-katanya sama persis seperti Aftab ketika menyuruh Kelina bercerita.

Mungkin tidak ada salahnya, Kelina bercerita pada Julia. Sepatutnya Kelina membutuhkan tempat curahan. Barangkali perasaan Kelina akan sedikit lega setelahnya.

Kelina menghela napas panjang. "Aftab udah bohong sama gue, Jul."

~~~

Satu jam berlalu, kucing anggora Julia yang berbulu putih bersih itu bermain sendiri di dekat kolam kecil, seperti tengah mengajak main ikan-ikan di sana. Mengeong imut. Sementara di bangku taman, Kelina sudah menceritakan semua kepada Julia. Dari mulai permasalahannya dengan Aftab hingga masa lalunya yang menyedihkan itu dan situasi keluarganya saat ini.

Kelina meringkasnya sebisa mungkin. Kelina juga sedikit tidak menyangka bahwa Julia termasuk pendengar yang baik. Seharusnya Kelina bisa percaya pada Julia maupun Fira sedari dulu. Mereka berdua merupakan sahabat yang baik.

Julia masih menatapnya penuh simpatik. Kelina hanya tersenyum tipis, meyakinkan Julia kalau saat ini dirinya sedikit lebih baik.

"Tapi, lo pernah terpikir gak sih, Kel, kalau selama ini ayah lo itu benci sama lo, kenapa dia ngebiarin lo tinggal sama dia bertahun-tahun? Terus kenapa ayah lo mau sekolahin lo, dan semuanya?"

Senyum Kelina sirna sekejap. Dia menggeleng pelan sebagai jawaban. Selama ini Kelina hanya menuntut perhatian lebih dari Arsen, seperti anak-anak lainnya yang begitu manis disayang oleh seorang ayah.

Julia menangkup bahu Kelina, tersenyum dan mengusapnya lembut. "Gue gak tahu lebih detailnya bagaimana, Kel. Tapi, menurut gue enggak ada salahnya nanti lo tanya dan komunikasi dengan ayah lo baik-baik di waktu yang tepat."

Kelina sangat menghargai rasa empati Julia. Mungkin Kelina hanya perlu beberapa saat untuk memahami dan menimbang nasihat Julia. Tapi, buat sekarang, Kelina merasa cukup lega telah memiliki teman bercerita. "Terima kasih yha, Jul."

REMENTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang