Kedua tangan Kelina sibuk memasukkan alat tulis ke dalam ransel toska. Waktu ujian hari ini sudah berakhir sekitar sepuluh menit yang lalu, kelas mulai tampak lengang, begitu pun pengawas yang telah meninggalkan ruangan. Fira juga tadi sempat berpamitan pada Kelina, bahwa dia ingin menemui Julia---sepupunya.
Seorang gadis di samping Kelina tampak menyampirkan ranselnya di kedua bahu. Itu adik kelas yang sebangku dengan Kelina. Selama seminggu kedepan selama ujian dia akan duduk bersamanya.
"Kak? Makasih ya. Lidya janji mata ujian besok Lidya bakal belajar lebih tekun." Gadis itu menatap Kelina penuh senang hati.
Kelina membalas tatapan itu dengan teduh. Kelina tahu pasti Lidya---adik kelasnya itu berterima kasih karena Kelina sudah membantunya mengerjakan soal ujian tadi. Bukan tanpa sebab, Kelina sempat bosan pada saat mata ujian barusan, menunggu bel waktunya mengumpulkan lembar jawab. Sedang, Lidya di sebelahnya kebingungan bukan main, masih banyak yang belum dia selesaikan. Alhasil, Kelina iseng mengintip soal yang tengah dikerjakan Lidya, dan Kelina dapat menjawabnya dengan mudah.
"Kamu pegang janji kamu sendiri lho ya. Buktikan besok."
Lidya tersenyum sumringah. Dia merasa beruntung sekali bisa sebangku dengan kakak kelas yang ramah seperti Kelina. "Iya sudah, Lidya duluan ya, Kak."
Kelina mengangguk, membalas senyuman tersebut. Dia menyampirkan ransel toskanya sepeninggalan Lidya dari hadapan. Kelina beranjak dari tempat, berjalan melewati koridor menuju lobi sekolah.
Masih ramai, seperti biasa, beberapa menyapa Kelina. Jika boleh jujur, dia sendiri tidak mengerti mengapa banyak yang senang sekali menyapanya. Tak jarang, Kelina suka lupa nama orang yang sudah menyapanya. Selama di sekolah menengah atas ini, Kelina memang dikenal sebagai pribadi yang tak pernah membuat masalah dan tidak segan ketika bertemu orang lain walaupun belum dia kenal.
Tak jauh dari Kelina saat ini, Chintya dan Daniar terlihat sedang bercengkrama. Dahi Kelina sedikit mengerut, tumben tidak ada Vanya di antara mereka. Ke mana gadis itu?
Bicara soal Vanya, Kelina sedikit berbincang dengannya di kantin pagi tadi bersama Fira dan Julia. Iya, menurut Kelina, gadis itu sudah sedikit berubah. Dia sungguh-sungguh dalam meminta maaf. Tiada lagi tatapan tajamnya dan nada bicara yang menekan.
Kelina mengendikkan bahu. Mungkin Vanya sedang ada keperluan, jadi tidak bersama Chintya dan Daniar.
Sesampai di gerbang sekolah, Kelina menunggu sekitar lima belas menit. Sebelum akhirnya dia mengeluh gusar, memutuskan pergi ke halte dekat sana. Terkadang angkot rute ke rumah Kelina itu memang menyebalkan. Sulit ditemukan.
Langkah Kelina melambat, manik matanya menangkap sesosok pemuda jakung di halte tersebut. Tidak salah lagi itu Aftab. Pemuda itu juga menoleh ke arahnya. Tatapan mereka bertemu dari kejauhan. Tiada ekspresi apa pun di sana.
Kelina harus mulai terbiasa lagi dengan hari-harinya yang seperti dulu. Sebelum dirinya mengenal Aftab dan tidak ada Alde kembali. Kelina memutuskan tatapan itu sepihak. Berpaling, mendapati angkot yang sudah melewatinya begitu saja.
"Angkot!" Kelina langsung coba mengejarnya, hingga keluar dari trotoar jalan. Tapi, sial! Angkot itu sepertinya tidak mendengar teriakan Kelina.
"Kelina! Awas!"
Hanya dalam hitungan detik, sebuah motor melaju dengan kecepatan penuh melewati tempat Kelina.
Bruk!
Seseorang berhasil menariknya. Mungkin jika terlambat walau sedetik, Kelina sudah tertabrak motor yang menggila itu. Tubuh Kelina terlempar ke trotoar jalan. Tapi, tidak parah, lengan orang yang menariknya itu menyangga Kelina.
Kelina membeku beberapa saat, sosok yang telah menyelamatkannya tersebut adalah Aftab lagi. Kelina langsung bangun duduk dari posisinya.
"Berapa kali gue bilang? Jangan peduliin gue!"
Aftab sempat tak percaya atas bentakkan yang dia dapatkan. "Kel! Lo hampir ketabrak motor! Sekali pun bukan lo yang di posisi sekarang, gue gak bakal diam. Pasti gue tolongin!" Aftab mendengus, merasakan sakit di lengannya. "Bisa hilangin egonya sebentar gak sih."
Kelina terdiam. Jawaban Aftab masuk akal juga. Tapi, Kelina tetap tidak terima. Kenapa dari segala banyak kemungkinan, harus pemuda ini yang menolongnya?
Kelina ikut nyeri melihat luka yang terdapat di lengan kanan Aftab. Itu bukan luka besot biasa. Pasti sakit sekali. Kelina langsung beralih meronggoh ransel toskanya, mengambil sesuatu di sana. Kelina ingat jika dia menyimpan sapu tangan bersih di dalam ransel sekolah.
"Sini tangan lo."
Aftab yang meringis, mengerutkan dahi bingung ketika Kelina meraih tangannya. Gadis itu membungkus luka di lengan Aftab dengan sapu tangan yang dia bentuk jadi persegi panjang. Sudut bibir Aftab mencetak lengkung, menatap Kelina tengah mengikat.
"Gak usah geer. Sekali pun lo orang lain, gue bakal lakuin hal yang sama."
Senyuman Aftab sirna sekejap. Ia segera tersadar, lalu berdeham pelan. Kapan sih gadis ini bisa kembali seperti sebelumnya?
Tin!
Suara klakson itu membuat mereka menoleh. Sebuah mobil putih bergaya hatchback berhenti tepat di depan Kelina dan Aftab. Kaca mobil tersebut terbuka, memperlihatkan si pemilik di dalamnya.
"Kelina? Pulang bareng gue yuk?" Orang di mobil itu ialah Vanya.
Kelina sempat berpikir sejenak. Sebelum kemudian dia mengiyakan. Dari pada Kelina harus bersama Aftab, tidak ada salahnya menerima ajakkan Vanya. Kelina juga masih sedikit kecewa dengan pemuda itu.
Kelina beranjak bangun, namun pergelangannya tiba-tiba di tangkap oleh Aftab dengan tangan kirinya.
"Kel? Jangan," bisik Aftab.
"Apaan, sih!" Kelina langsung melepaskan kasar tangan Aftab. Dia tidak menghiraukan ekspresi pemuda itu yang tampak khawatir. Kelina beranjak begitu saja, menghampiri Vanya, dan masuk ke dalam mobilnya.
Aftab berdecak, seperginya mobil putih itu dari hadapan. Kenapa sih Kelina tidak bisa mendengarkannya? Aftab sangat tahu akal licik seorang Vanya. Pasti gadis itu sedang merencanakan sesuatu.
Aftab tidak bisa tinggal diam. Aftab beranjak dari tempat, menaikki motor hitam miliknya yang terparkir tak jauh dari sana. Aftab harus mengejarnya.
"Argh!" Aftab menggeram bercampur kesal. Luka di lengannya benar-benar sakit. Sedangkan menyetir, menekuknya saja nyeri sekali.
Sial! Aftab tidak bisa mengikuti mobil Vanya jika seperti ini ceritanya. Aftab memukul marah stang motor pakai tangan kirinya. Mobil putih itu sudah sempurna hilang dari pandangan. Aftab mengusap wajah pasrah.
Sampai kapan pun gue bakal terus jagain lo, Kel. Apa pun yang terjadi.
------------------------------
A.n :
Nah tuh, kira-kira kenapa si Vanya bisa berubah gitu?
Ini si Vanya bukan tokoh antagonis yang ada di FTV kan ya, tiba-tiba berubah?
Ah, see u next chapter!
Masih banyak yang harus Kelina selesaikan.Vote + Comment please!🤥

KAMU SEDANG MEMBACA
REMENTANG
Roman pour Adolescents[ Akan direvisi ] REMENTANG ( Rembulan, Mentari, & Bintang ) Dan dia adalah Mentari yang memberikan sinarnya padaku--sang Rembulan. Yang kemudian sosok lain itu sebuah gembintang yang benerang sangat indah dengan sendirinya. Walau begitu, malam teta...