Terbit

50 6 4
                                    

~☆~

Dear Mentari, ada senyum yang tidak bisa ku ingkari, tetapi ada sesak yang aku pun juga tak mengerti.

~☆~

Kelina masuk ke dalam mobil Arsen. Dia sudah rapih dengan seragam sekolah yang terbalut di tubuhnya. Seperti biasa, Arsen akan mengantarnya ke sekolah. Masih dengan sikap dingin yang tercetak pada Kelina. Tak ada perbincangan apa pun. Itu memang rutinitas setiap harinya.

Dringgg...

Kelina sedikit kaget, itu bunyi dering handphone-nya. Siapa lagi yang menelpon Kelina pagi-pagi seperti ini? Kelina sedikit kewalahan mengambil benda pipih itu di dalam tas toska. Demi melihat raut Arsen yang menjadi sedikit memincing, Kelina menahan napas pelan.

Fira.

Nama itu yang tertera di layar handphone Kelina. Dahi Kelina berkerut. Mengapa Fira menelpon? Dengan cepat Kelina mengangkatnya.

"Iya, Fir?" Kelina sesekali melirik Arsen. Berharap Ayahnya itu tidak marah sebab merasa terganggu.

"Kel! Lo udah cek e-mail lo?"

"Kenapa?"

"Lo menang lomba sketsa yang kemarin gue rekomendasiin ke lo, Kelina."

"Emang iya?"

"Kelina..."

Otak Kelina sebenarnya masih bertanya-tanya. Emang benar dirinya sudah memenangkan lomba? Tetapi mendengar nada Fira, Kelina yakin sahabatnya itu pasti sudah mengeluh gusar, tidak tahu bagaimana lagi caranya untuk meyakinkan Kelina.

"Iyaudah nanti gue coba cek e-mail. Ngobrolnya nanti lagi ya, Fir. Gue lagi di jalan. Dikit lagi juga sampai sekolah, kok."

Usai menutup telpon itu, Kelina mencoba lakukan apa yang tadi dia katakan. Benar saja, ada beberapa notifikasi pesan masuk dari e-mail Kelina. Dia langsung membukanya. Itu surat resmi pernyataan bahwa Kelina memenangkan lomba.

Kelina sedikit menutup mulut tidak menyangka. Ini kemenangan pertamanya mengikuti lomba. Pasalnya Kelina tidak pernah ikut lomba apapun semasa hidupnya. Tidak heran, Kelina merasa senang bukan main.

"Yah? Kelina menang lomba sketsa." Kelina mencoba memamerkan pada Arsen di samping.

"Kelina senang banget."

Namun, wajah ceria Kelina sepertinya tidak berlangsung lama, Arsen tidak merespon apa pun. Beliau masih tetap saja tak acuh, memilih fokus menyetir mobilnya. Kelina terkekeh kecut. Seperti ada segaris jarum yang menyuntik hatinya.

"Kelina bingung ... Padahal sketsa Kelina gak bagus ya, Yah?"

Kelina masih mengharapkan respon Arsen di sana. Tetapi, Ayahnya itu bergumam pun tidak. Rasanya Kelina mau berteriak, aku mau perhatian Ayah! Kelina sudah biasa mendapatkan hal itu dari Arsen. Namun, mengapa masih saja terasa sakit diabaikan seperti ini?

Seminggu lalu Fira memang menyuruh Kelina mengikuti lomba yang dia dapat dari sebuah postingan sosial media. Kelina sempat menolak karena Kelina tidak yakin dengan karyanya nanti. Tapi, akhirnya Kelina pun mengiyakan perkataan Fira. Kelina ikut lomba itu. Fira berhasil meyakinkan Kelina jika lomba itu bisa saja keberuntungan baginya. Kalau Kelina tahu begini, Kelina bingung harus senang atau sedih mendapat kemenangannya.

Mobil Arsen berhenti tepat di depan gerbang sekolah. Mereka sudah sampai. Kelina masih melihat Arsen yang tak menghiraukannya. Kelina sedikit menghela napas pelan, mencoba tersenyum.

REMENTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang